20. Masuk Sekolah 3 SMA

16 6 10
                                    

1 bulan telah berlalu hari ini adalah masuknya sekolah. Di mana mereka semua kehilangan satu sahabatnya, meski Aditya meninggalkan mereka sudah lumayan lama tetapi mereka merasakan bahwa Aditya belum lama meninggalkannya. Karena mereka merasakan bahwa Aditya selalu ada di sisinya.

Bell masuk sudah berbunyi menandakan mereka harus memasuki kelas barunya. Karena sekarang mereka sudah kelas 3 Sma, di mana mereka harus bersungguh sungguh dalam belajar akhirnya mereka duduk sendiri sendiri. Varel yang dulu sebangku dengan Aditya, kini dia tidak merasakannya lagi dengan begitu dia tidak merasa kesepian. Karena dia harus terbiasa.

Mereka sudah memiliki kata dalam hatinya jika pertemuan akan bertemu lagi dengan perpisahan, dan perpisahan itulah yang membuat mereka sulit untuk membiasakannya. Meski Aditya adalah teman baru di Sma mereka tetap mengira dia teman lamanya, teman di mana suka dan duka bersama.

Hari pertama mereka masuk kelas tiga, yang sebentar lagi mereka akan lulus sekolah dan akhirnya berpisah. Kini mereka akan bermain bersama, dan mengerjakan tugas bersama.

"Hai! Kita ngerjain tugas kelompok yang tadi yu, di rumah aku," kata Vito.

"Ya baiklah, asal pulangnya jangan terlalu lama aku takut pulang sendiri," jawab Jesi.

"Aduh kamu ini kaya sama siapa saja, tenang kali nanti aku anterin kamu pulang kok. Dengan selamat, aman sampai tujuan. Ha ha ha," kata Vito.

"Ya udah kita ngerjain tugas dulu di rumah Vito, nanti aku kasih kabar dulu sama orangtua ku. Takut mereka mengkhawatirkan ku," kata Nala.

"Ya udah kabari saja,"

Di tengah tengah perjalanan mereka bertemu dengan Syam Dimas, dia sedang berdiri di pinggir jalan. Bagaikan orang yang hilang, dan kebingungan. Dengan begitu mereka pun menemui Dimas.

"Dimas, kamu di sini?"

"Ya," seperti biasa jawaban dinginnya.

"Mau ikut kita?" kata Daniel.

"Ya jelas! Aku berdiri di sini bagaikan patung yang tidak di bayar, sedang nungguin kalian pulang! Kalian akan pergi ke rumah Vito kan? Tenang saja gak usah kagum aku bisa menebak kalian," kata Dimas.

Dalam hati Varel dia berkata, "Dih si Dimas kaya setan aja ada di mana mana, ha ha."

"Heh Varel! Jangan membicarakanku yang lain lain. Aku mempunyai kemampuan spesial di antara kalian," jelas Dimas.

Dengan begitu mereka membawa Dimas bersamanya. Setelah itu mereka sudah sampai di rumah Vito yang luas, di sana mereka memfokuskan diri untuk belajar dan mengerjakan tugas. Namu karena Dimas bosan karena dia tidak bersekolah, akhirnya dia hanya berdiam diri saja.

Di tengah tengah ke heningan Dimas mengejutkan semua orang dengan perkataannya.

"Oh iya Wulan kamu yang kuat, yang ikhlas ya. Atas kepergiannya Aditya, aku tahu kamu suka kan sama dia?"

"Hah apa maksudmu Dimas?" kata Santy

"Ya itu,"

"Apa benar Lan?" kata Santy.

Lalu Wulan menjawabnya, "Iya tapi aku sama dia tidak saling berpacaran, mungkin dia mengetahui jika dia tidak akan panjang umur. Dengan begitu ya kami pun bersedia menjadi  teman meski berakhir sedih dan kecewa," kata Wulan dengan tabahnya.

"Dan jika kalian pada bertanya kenapa aku tidak bercerita kepada kalian! Kalian harus tau setiap orang harus mempunyai private nya masing masing. Meski kita kawan bukan berarti semuanya harus mengetahui," jelas Wulan.

"Iya benar," kata Jesi.

Setelah beberapa jam mereka mengerjkan tugas akhirnya sudah selesai dan mereka melanjutkan obrolannya itu.

Setelah itu kakaknya Vito, Martin ikut bergabung bersama mereka.

"Eh kamu ini yang waktu itu berubah jadi kakek kakek ya?" tanya polosnya dia.

Plak suara tamparan dari Vito kepada kakaknya dan dia berkata, "Kamu kalo ngomong pikir dulu dong! Jangan asbun bodoh,"

Dia menjawab, "Asbun? Asal bunyi?"

"Ya!"

"Oh maaf maaf, aku gak tahu, eh kamu Jesi tidak mengajak kakakmu?"

"Ha ha ha yaampun ka, buat apa aku ngajakin dia aku kan berniat untuk mengerjkan tugas bukan buat mengantarkan kak Anggek bertemu kak Martin,"

"He he ya gapapa, nanti kamu pulang di antar sama aku ya,"

Dengan cepat Vito menjawabnya, "Gak usah makasih dia akan di antar pulang dengan ku, kamu uruskan saja urusanmu,"

Dimas yang pusing mendengar ocehan kakak dan adik itu dia berkata, "Aku jadi bingung, kakak dan adik saling menyukai dalam satu kekuarga, mungkin di antara kalian harus ada yang menjadi sad boy,"

Mendengar ucapan itu Daniel berkata, "Memang saat ini harus memilih tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi, kita sebagai manusia bisa saja membuat 99% rencana, tetapi akan kalah dengan 1% rencana Tuhan," jawabannya begitu kena.

"Memang benar, dapat di contohkan kami berencana untuk menjelajah dan rencana kita di sana akan 99% bahagia, namun kenyataannya kita dijatuhkan dalam 1% itu karena kehendak Tuhan," kata Nala.

Di sana Nala dan Daniel saling melengkapai perkatannya. Dan selang beberapa lama tadinya Jesi akan di antar pulang oleh kakak nya dan Vito ternyata, kakaknya Jesi sudah terlebih dahulu menjemputnya.

Tok tok tok, suara ketekukan pintu dengan suara bel.

Ketika di buka ka Anggel datang membawa mobil untuk menjemput Jesi pulang, di sana ada kecewanya dan sedihnya.

"Lho kakak, kok tahu aku ada di sini?"

"Ya jelas tempatmu jika tidak kunjung pulang pasti di rumah Vito,"

"Hai Anggel,"

"Hai Martin, How are you to day?" kata Anggel

"Ohh, i'm fine and you?" jawab Martin

"Fine fine," balas Anggel

"Okey, Jesi mau pulang kapan?" pertanyaan dari Anggel

"Sebentar lagi ka," jawab Jesi.

"Okeh,Aku turut berduka cita atas kepergiannya Aditya, meski aku tidak tahu banyak soal dia," kata Anggel.

"Aku juga sangat kehilangan Aditya," jawab Varel.

"Satu di antara kalian sudah tewas, dan aku bingung harus menjaga kalian seperti apa dan bagaimana. Aku tidak tahu bagaimana nanti kedepannya, dan apa yang akan terjadi," terang Dimas.

"Apa satu di antara kami belum cukup?"

"Dia berkta waktu itu, akan menghabisi beberapa yang menandakan lebih dari satu,"

"Sial! Seperti nya ini memang kutukan bagi kami," kata Varel.

"Bisa jadi karena kalian masuk ke area larangan,"

"Oke baik, jika selanjutnya aku yang menjadi korban aku akan menjadi hantu!" balas Varel.

"Kamu jangan langsung emosi," kata Vito.

"Kematian tidak ada yang tahu," jawab Daniel.

"Lalu bagaimana dia yang bisa berkata kita akan tewas di tangannya?" kata Varel.

"Hanya dia yang tahu," jawab Dimas.

Percakapan mereka sudah berakhir.

Akhirnya mereka masuk ke rumah Vito, di sana mereka bersuka ria mengobrol. Setelah itu Dimas berpamitan untuk pulang ketika di tawari untuk di antar dia menolaknya.

Malam sudah tiba mereka semua pulang dan di antar oleh teman temannya masing masing. Di sana mereka saling memperhatikan satu sama lain, dan saling menjaganya.

Kutukan [Tamat]Where stories live. Discover now