Chapter 39

6 2 8
                                    


“Hai, Aditya selamat pagi. Bagaimana tidurnya nyenyak tidak?”

“Hai, Nala Pagi. Aku nyenyak, sekali terimakasih ya.”

“Sama-sama, ayo makan ini aku bawakan sarapan kita bareng makannya.”

“Terimakasih, apakah kamu tahu selama aku diam di hutan itu. Aku hanya makan makanan yang ada di sana, tidak pernah makan daging-dagingan, hanya sayuran saja haha.”

“Lagian kenapa sih kamu bisa sampai dinyatakan meninggal, lantas siapa yang di makamkan?”

“Aku juga tidak tahu, kata pak Samosir orang itu ialah saudaranya Caramel.”

“Hah? Tapi Caramel tidak bilang jika itu kuburan saudaranya, huh. Kalau aku tahu itu bukan kuburan kamu tidak mungkin aku sampai ke sana dan mendapatkan tragedy yang aghh kesel deh.”

“Hahaha sudahlah, memang kita semua sedang mendapatkan kutukan makanya seperti ini. Kita sering dimanipulasi yah dibohongi, dan diarahkan karena kesialan akan terus datang sebelum kutukan itu terselesaikan.”

“Kapan kita semua bisa menyelesaikan kutukan ini?”

“Sedikit lama karena apa? Kamu juga tahu kita sudah tidak bersama-sama lagi, kita sudah tidak seperti dulu akan banyak kesibukan.”

“Memang iya, aku sama Santi, Wulan aja terakhir ketemu saat perpisahan. Jaka Jesi beberapa hari kebelakang dia datang menemui aku sama Vito.”

“Lantas target pertama kita harus berkumpul usahakan kita berkumpul sehari saja, luangkan waktu 3 hari saja untuk menyelesaikan masalah ini, sesudah itu jika kalian ingin sibuk juga silahkan.”

“Baik kita pergi ke rumah Jesi dahulu.”

Sesudah sarapan mereka langsung saja pergi ke rumah Jesi, kebetulan sekali rumah Jesi sedang kosong tidak ada siapa-siapa.

“Assalamualaikum, Jesi?”

Tetanggapun datang dan memberitahukan jika Jesi dan keluarganya sedang pergi dan tidak ada siapa-siapa.

“Apa aku bilang, semakin lama semakin buruk jika masalah ini tidak bisa diselesaikan. Tinggal satu Langkah lagi kita akan bebas dari segala kutukan dan kesialan,”

“Memang kenapa?”

“Jika kutukan tidak kamu rasakan sekarang aku takut, jika kesialan ini akan menjadi karma kepada anak keturunan kita nanti,”

“Ah iya, aku baru ingat. Iya benar kita harus segera pergi ke sana,”

“Aku pulang saja dulu ke rumah paman aku, kabari aku saja jika orang-orang sudah ada,”

“Oke hati-hati.”

Vito dan Jesi dengan kompaknya mereka saling membereskan ruangannya yang berantakan bekas semalam, mamahnya Vito hanya bisa tersenyum melihat Jesi dan Vito kompak. Pagi hari ayahnya Vito datang sambil membawakan sarapan, ia membawakan soto ayam kesukaan Vito.

“Assalamualaikum,”

“Waalaikumsalam,”

“Eh ada nak Jesi, dari kapan?”

“Ini yah, Jesi nginap di sini. Kirain kak Martin aku belum pulang makanya dia nyuruh Jesi buat jagain mamah di sini.”

“Loh gimana sih Martin, bukannya dia yang menjaga mamah.”

“Katanya kak Martin tidak enak badan, dan dia habis pulang langsung pulang ke apartemennya. Semalam juga kakak aku datang untuk menjemput aku karena sudah ada Vito, tapi aku tidak mau.”

“Oh begitu yah, terimaksih.”

“Nanti habis ini, aku izin pulang,”

“Iyah, nanti Vito antar pulag.”

Kutukan [Tamat]Where stories live. Discover now