35

11 2 8
                                    

Pagi hari sudah tiba, Vito langsung saja berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk pergi ke Singapura. Dia sudah menyiapkan tiket yang sudah dia pesan seminggu yang lalu, tanpa berpamitan kepada Kakaknya Martin dia langsung saja pergi ke bandara diantar oleh sopirnya. Hanya butuh waktu 1 jam saja untuk sampai ke bandara karena jarak rumah Vito dan bandara tidak terlalu jauh, hingga saatnya dia langsung saja pergi menunggu antrian sesingkatnya dia langsung saja masuk dan duduk di pesawatnya.

Sambil melihat-lihat keadaan yang ada di atas, Vito berusaha semaksimal mungkin untuk berfikiran yang jernih karena saat ini dia sangat khawatir dengan kondisi Daniel saat ini yang di kabarkan memburuk. Karena semalam dia tidurnya kurang nyenyak akhirnya Vito memutuskan untuk tidur saja, dia duduk hanya sendirian padahal kursi pesawat di sediakan untuk dua orang namun tidak masalah untuknya yang penting bisa duduk.

“Permisi, mohon maaf duduknya di kursi paling depan dahulu. Kursi ini kosongkan saja, memang tidak seperti biasanya ada kursi yang kosong,” ucap Pramugari kepada anak perempuan yang saat ini duduk di bangku kelas 12 Sekolah Menengah Atas.

“Oh begitu, tapi gapapa kok aku duduk sendiri di paling ujung ini,” ucap anak perempuan yang tidak mau mengalah.

“Oke, baiklah jika itu kemaunannya saya hanya memberikan saran saja,” pramugari itu pun langsung pergi meninggalkan anak perempuan tersebut.

Kurang lebih pesawat sudah hampir 30 menit terbang, kondisi cuaca saat ini memang sedikit tidak baik. Hujan dan petir sering berdatangan hingga akhirnya anak perempuan yang tadi di suruh duduk di kursi depan pun dengan sendirinya langsung berlari ke arah pintu utama agar bisa dekat dengan orang-orang.

Vito yang terkejut karena suara petir yang begitu kencang dia langsung terbangun dan melihat awan dari luar yang gelap, dia langsung saja berdoa agar di selamatkan sampai tujuan, hujan dan petir semoga cepat berhenti.

“Hujan ini deras sekali, dan petirnya juga menakutkan. Padahal waktu tadi cuaca begitu cerah dan awannya menenangkan kini berubah menjadi sebaliknya,” ucap Pramugari tadi.

“Tolonggggg….”

“Siapa?” sontak semua pandangan tertuju ke arah suara yang meminta tolong.

“Aku takut sama petir dan hujan, maaf kan aku kak Pramugari aku tidak menuruti saranmu tadi. Coba saja aku tadi langsung duduk di atas mungkin aku tidak akan mengejutkan semua orang yang ada di sini,”

“Tidak apa-apa, ayo sini Kakak antar duduk di kursi depan, kebetulan di depan ada seorang laki-laki yang sedang tertidur, tadi sempat tidur namun saat ada petir dia terbangun dan saat ini tadi aku lihat di kamera dia tidur dia akan menemanimu usianya juga tidak jauh beda dengan kamu.”

“Baiklah,”

“Semoga hari-harimu lebih berwarna dari sebelumnya,”

“Aamiin, terimakasih. Kok bisa bilang seperti itu, apakah dia tahu jika aku punya masalalu yang buruk? Atau hanya kebetulan saja? Ah aku tidak peduli, yang penting aku tidak sendiri lagi.”

Di perjalanan semakin lama hujan dan petir pun tidak ada, 30 menit kemudian cuaca semakin cerah tidak ada bekas hujan. Saat ini posisi Vito dan anak perempuan tersebut tertidur dan saling menyenderkan kepalanya satu sama lain layaknya drama korea tapi ini beda lagi, terlihat jelas oleh orang-orang yang melihatnya secara langsung.

Karena kapal sedikit oleng hingga akhirnya kepala mereka saling beranggangan kemudian terbentur dengan kepala masing-masing hingga akhirnya mereka berdua saling terbangun, dan dengan kompaknya mereka saling meminta maaf dan melihat satu sama lain, dengan nyawa yang belum terkumpul semuanya hingga Vito yang belum tersadar.

Kutukan [Tamat]Where stories live. Discover now