48. αкυ кєнιℓαηgαη мєяєкα ѕємυα

27 2 0
                                    

Sederhana namun bahagia. Begitulah kondisi keluargaku saat masih kecil. Bermain musik mulai umur 5 tahun bersama ayah, belajar membuat kue bersama ibu. Mereka benar-benar panutanku.

Tepat diumur 4 tahun, satu keluarga pindah didekat rumah kami. Seorang anak laki-laki menarik perhatianku, namanya Ryusei Satou. Diumur segitu, aku sudah dapat menilai bahwa Ryusei Satou adalah cowok paling tampan di kompleks perumahan ku. Umur kami beda 6 tahun.

Ia adalah anak yang nakal, tapi ia tidak pernah menyakitiku. Justru ia selalu melindungiku dari anak-anak nakal, dan mengajarkan aku caranya bertarung.

Umurku 10 tahun, bang Ryu mempunyai motor yang mirip dengan motor Mikey dirumahnya. Karena aku sering merengek untuk diajari mengendarai motor, akhirnya diam-diam aku belajar cara menggunakan motor tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku bersama bang Ryu. Alhasil, aku pandai mengendarai motor.

Beberapa bulan kemudian, aku mendapatkan kabar buruk yang membuat aku masih trauma jika mengingatnya. Bang Ryu menderita kanker usus stadium empat.

Aku bingung, bagaimana bisa bang Ryu menutupi sakitnya selama ini dengan sangat baik. Dia berakting sangat baik seakan-akan ia adalah anak yang sangat sehat seperti anak pada umumnya. Aku marah dan sangat kecewa tepat disaat itu juga.

Aku marah berhari-hari lamanya. Bang Ryu dengan keadaannya yang lemah selalu mendatangi rumahku untuk meminta maaf dan mengajak bicara. Namun, saat ia datang aku selalu mengurung diri ke dalam kamar. Sampai tiba disaat ia tak datang lagi kedepan pintu kamarku. Namun ku masih enggan menemuinya.

Hingga suatu hari, ibu ku tiba-tiba mengabari bahwa Ryu dilarikan kerumah sakit. Aku menangis diperjalanan, aku benar-benar takut kehilangannya.

Sesampainya dirumah sakit, aku melihat bang Ryu yang sudah terbaring lemas. Dengan air mata yang terus membasahi pipi aku menerobos keluarga bang Ryu.

"Bang... Ryu...?" Aku menggerakan lengannya dengan jari-jariku. Aku merasa takut melihat matanya tertutup seperti itu.

"Hm... Rei?" Ternyata ia hanya berusaha untuk tidur saat itu. Aku bersyukur sekali saat itu. Karena yang aku pikirkan bahwa ia telah pergi, ditambah lagi keluarganya tidak bilang kalau Yume hanya ingin tidur.

"M-maafkan aku, bang Ryu. Seharusnya aku menemui mu sejak kemarin. Maafkan aku karena terlalu lama marah padamu." Aku masih terisak-isak saat mengatakan ini padanya.

"Kau selalu lucu dimataku," Bang Ryu menghapus air mataku sambil tertawa. Kenapa sih dia selalu menunjukkan dirinya yang selalu baik-baik saja, padahal ia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa didalam sana?

Bang Yume meminta keluarganya untuk keluar, sebab ia ingin berbicara dua mata denganku.

"Rei, ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan, khusus untukmu."
"Yang pertama... Kau ingatkan apa mimpiku?"
"Menjadi anggota FBI?" Tanya ku yang teringat akan cita-citanya.

"Ya. Jadi anggota FBI itu sangatlah keren. Karena aku tidak bisa menjadi anggota FBI, aku harap kau mau mewujudkan mimpi itu, Rei." Bang Ryu menatapku dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, aku rasa ia kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa mewujudkan mimpinya sendiri.

"Baik. Aku janji!" Aku mengangguk antusias karena sejak ia mengatakan ingin menjadi anggota FBI, aku juga mulai mencari tahu bagaimana anggota FBI itu, dan diam-diam aku memiliki mimpi yang sama.

"Terima kasih, Rei. Aku senang kalau kau antusias. Untuk yang kedua... Aku ingin kau selalu menjadi anak yang baik, selalu kuat menghadapi apapun, dan bertanggung jawab pada apapun yang telah kau perbuat. Kau juga harus selalu waspada pada hal-hal yang jahat, lindungilah orang-orang yang kau sayangi dari hal yang jahat tersebut." Pesan kedua dari bang Ryu cukup panjang, tapi aku bisa mengingat detil semuanya, dan mengecamkan ini baik-baik.

IMPOSTOR (END) - Another Story From Tokyo ManjiOnde histórias criam vida. Descubra agora