55. тσℓσηg נαgα ∂ια

33 4 0
                                    

Serba putih.
Itu yang ada dipandangan ku saat ini.

Aku berjalan di tengah-tengah sebuah lorong besar. Entah apa yang ada di ujung sana. Surga?

Aku masih saja melangkahkan kakinya tanpa ragu. Aku tak lagi merasakan sakit ditubuhku. Aku merasa sehat bugar. Ditambah lagi, tempat ini terasa begitu damai. 

Oh ya, aku baru sadar. Ku rasa ini akhir dari hidupku. Baguslah, aku menutup kisah hidupku dengan menyelamatkan orang-orang yang berharga bagiku. 

Aika, Emma, Hina, Senju, Touman... Mikey... Kalian aman sekarang. Ya... Seharusnya kalian aman dan bahagia. 


"Hah?" Langkah Rei berhenti setelah merasa ada yang menahan tangannya.

"Teman atau lawan kau?" Tanya Rei yang merasakan bahwa tangannya digenggam... manusia.

"Kau tidak akan pergi." Ucap orang itu yang suaranya tidak asing ditelinga Rei, tapi ia lupa siapa. Apakah suara hati, atau malaikat penjaganya? Rei enggan menoleh.

"Kenapa?" Tanya gadis itu. "Aku sudah menyakiti banyak orang dengan perlakuanku. Aku berbohong pada banyak orang. Bukan kah aku pantas untuk pergi dari kehidupan mereka? Bukankah mereka pantas hidup damai tanpaku?"

Orang itu tertawa pelan. "Justru kau menyelamatkan banyak orang, Rei."

"Maafkan aku untuk semuanya, ya. Tolong..." Ia menggantungi ucapannya, lalu tersenyum walaupun tidak dilihat oleh Rei.

"... jaga Hinata untukku." Ucap orang itu dengan suara parau.

Rei terkejut mendengar permintaan orang itu. Segera ia menoleh ke belakang.

Sebuah senyuman yang tak asing dimatanya terlihat jelas. Namun matanya tak terlihat akibat silau cahaya yang mulai menjemput orang itu pergi.

"Tunggu dulu!  Siapa kau?!" Rei memohon diberikan waktu sejenak untuk mengenali orang itu. Namun permohonannya tak dikehendaki. 

Ia berusaha mengingat kembali ingatan-ingatan masa lalunya yang kian memudar. Sedikit sulit mengembalikan semua memori semasa hidupnya. Yang ia ingat hanyalah peperangan terakhir. Tak lama kemudian, sesuatu yang terang perlahan menyelimutinya. Membawanya pergi entah kemana. Ia pasrah saja, sebelum akhirnya tersenyum menyadari sesuatu.

"Oh, itu kau?" Kini Rei sudah tahu siapa orang itu. Senyumnya pun sirna seiring dengan kesadarannya yang menghilang.

...

Perlahan, gadis itu membuka mata. Segalanya masih terlihat samar-samar. Perlahan matanya menoleh pada sosok orang lain yang duduk disampingnya. Masih belum terlihat jelas.

"Rei?" Tanya orang itu pelan lalu mendekati Rei. Gadis itu berusaha memperbaiki penglihatannya dengan terus menatap orang itu.

Draken. Dia lah yang bersama Rei saat ini. Bukan Mikey sang kekasih, bukan Baji—abang kepercayaannya, melainkan orang yang pernah ia tusuk yang berada disampingnya saat ini.

"Kau sudah sadar ya?" Draken tersenyum haru. "Aku akan segera memanggil dokter. Tunggu, ya." Pinta Draken yang lalu segera menjemput dokter untuk mengecek keadaan Rei.

Rei berusaha mencerna keadaan. Perlahan ia menoleh ke arah lain, dirinya sedang berada dirumah sakit. Tubuhnya masih melemah. Tangan, wajah dan yang lain dipasang alat-alat medis.

Tak lama kemudian, dokter datang bersama Draken dan satu orang lain yang tidak jelas Rei lihat, tampaknya ia adalah seorang perawat. Ia membiarkan dirinya di periksa oleh dokter.

IMPOSTOR (END) - Another Story From Tokyo ManjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang