52. 𝙈𝙖𝙣𝙞𝙥𝙪𝙡𝙖𝙨𝙞

27 2 0
                                    

Takemichi melakukan banyak hal untuk menghibur kekasihnya. Rasa khawatir Hinata pada sahabatnya tak kunjung sirna dari pikirannya. Beribu upaya yang dilakukan Hinata bersama Senju dan Emma untuk mencari keberadaan gadis itu beserta adiknya.

Senju, sedang duduk dijendela kamarnya sambil menatap langit sore yang indah. Namun, keindahan senja tidak bisa menghiburnya dari kekawatiran pada sang sahabat. Ia juga merasa kecewa karena Rei tidak mau terbuka pada dirinya.

Emma, ia merasa sedih melihat Mikey yang mulai menutup diri akhir-akhir ini. Bahkan dimalam hari, diam-diam ia mendengar Mikey menangis dikamarnya. Sinichiro, dirinya atau pun Izana tidak ada yang bisa menghibur laki-laki blonde itu.

Tak ada jawaban yang didapatkan, padahal hari esok adalah hari dimana Touman akan bertarung melawan geng lain, yaitu Valhalla dibawah pimpinan Shuji Hanma.

Bawah jembatan menjadi tempat pilihan Rei untuk menyembunyikan diri sekaligus berteduh. Matanya menatap malam yang tidak begitu indah. Hatinya masih terasa berat. Fokusnya pecah menjadi dua bagian, memikirkan Touman serta adiknya, Aika.

"Bagaimana soal Kisaki?" Gumamnya.

Darah mengalir kembali dari hidungnya sehingga mengotori masker putih penutup wajahnya.

"Sial." Ia segera menutup hidungnya sembari menundukkan kepala. Ia mengingat tahap demi tahap cara menghadapi hidung yang mimisan, persis seperti yang Mikey beritahu hari itu.

"Aku berpikir terlalu keras." Air mata telah jatuh, merindukan seseorang yang ia cintai. Seseorang yang menjadi rumah singgahnya selama ini. Seseorang yang ia izinkan berada didalam hatinya.

"Huff..."

Rei menatap sungai yang mengalir tidak terlalu deras. "Bang Ryu... "

"Aku harus apa? Aku takut. Takut sekali..."

"Bagaimana kalau besok semuanya tidak sesuai rencana? Aku harus apa, Bang Ryu?" Satu air mata kembali menetes.

"Tolong, duduk disampingku! Aku perlu teman! Ceritakan lah suatu cerita yang bisa menenangkan ku seperti dulu!" Rei terisak.

"Aku takut, aku tidak bisa mengabulkan mimpi yang kau titipkan padaku. Tolong bimbing aku sekarang, Bang Ryu!!!" Ia terus menangis. Berharap Ryusei berada disebelahnya untuk menenangkannya saat ini. Menyadari tidak ada orang yang ia butuhkan, ia kembali mengharapkan satu orang lain.

"Ibu... Kau dimana?..." Lanjut Rei sembari terus mengalirkan air mata di pipinya.

"... Aku takut, Bu!"

Tidak ada dua orang itu disana. Mereka sudah pergi jauh. Rei tidak bisa mendengarkan suara mereka lagi sekarang. Hanya tinggal ia seorang.

Ia terus menangis sembari menenangkan dirinya sendiri. Merasa semuanya sudah membaik, perlahan ia membaringkan tubuh diatas tiang besar dan panjang berbentuk balok. Meringkukkan badan supaya angin tidak menghembus seluruh tubuhnya disana. Seragam Touman yang sedikit kebesaran ia kenakan untuk menutupi seluruh tubuhnya yang kecil.

Luka cambukan yang baru saja ia dapatkan tidak ia obati. Ia memilih mengabaikannya. Lagi pula, uangnya tidak cukup untuk membeli alat-alat pengobatan. 'perih..'

"Aku merindukanmu,... Manjiro."

..

Disisi lain, Mikey sedang meringkuk diatas tempat tidur. Tangannya terus meremas handuk kumal yang tak boleh absen dari tidur malamnya.

"Miya..." Air matanya mengalir.

"... Kau membuat aku menangis setiap malam. Kau harus bertanggung jawab!" Gumam Mikey sambil menatap dinding.

"Kenapa, Miya? Kau meninggalkan begitu banyak pertanyaan. Kau pergi begitu saja!" Ia merasa hatinya kian memanas.

Ia ingin membenci gadis itu. Tapi tidak bisa. Cintanya jauh lebih besar dari kebencian yang selalu berusaha mengambil alih hatinya akhir-akhir ini.

"Miya... aku membencimu! Benci sekali!!"

"Benar-benar cinta..."

Perlahan matanya terpejam.


Sudah pagi hari, Mikey bangun dari tidurnya, tapi ia belum bangkit dari kasur. Matanya menatap langit-langit kamar, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat.

"Aku tidak memimpikan apapun semalam. Tapi mengapa perasaanku tidak enak, ya?"

BRAKKK!!

"Mikey!"

Mikey terkejut melihat seseorang yang membuka pintu kamarnya dengan keras. Itu adalah Sinichiro yang ternyata babak belur.

"Ada apa?! Apa yang terjadi padamu?!" Mikey bangkit dari tempat tidur lalu menghampiri Sinichiro.

"Emma... dia..." Sinichiro mengatur nafas.

"KENAPA?!" Mikey mulai merasa resah.

"Orang-orang berjaket Valhalla menculiknya saat berada diteras rumah. Aku berusaha menolong, tapi aku malah dihajar dengan keras. Izana pergi sejak semalam. Dan kau ku panggil-panggil tak kunjung keluar!" Sinichiro merasa kesal. Memang Sinichiro dulunya adalah anak berandalan, namun kemampuan bertarung tidak ia kuasai.

Mendengar itu, hati Mikey memanas. Ia langsung menelfon teman-temannya yang lain soal penculikan Emma lewat panggilan grup.

Takemichi juga mengabari, baru saja Naoto menelfon kalau kakaknya juga dibawa oleh orang-orang berjaket team Valhalla pagi ini. Naoto berusaha menolong, namun kakaknya sudah terlanjur dibawa kabur oleh orang-orang asing itu.

"Rei... Ini bukan rencanamu, kan?" Gumam Mikey yang khawatir sekaligus ragu pada pikirannya.

..


"Manipulasi?" Telfon seseorang berbadan jangkung.

"Haha... Betul, Hanma. Supaya Hinata bisa menganggapku sebagai pahlawan yang menyelamatkannya dari dirimu." Jelas Kisaki dari balik handphone nya.

"Awas... Masih ada satu batu yang menghalangimu, lho." Hanma mengingatkan Kisaki tentang seorang yang mengancam rencana mereka.

"Untuk itu, aku sudah menyiapkan suatu kejutan untuknya. Akan ku berikan kepadamu."

"Baiklah. Aku tidak sabar melihat kejutan apa itu." Hanma menutup telfon.

Dibalik sana, Kisaki memanggil salah satu bawahannya. Ia memberikan sebuah koper yang entah apa isinya.

"Berikan kepada Hanma." Bisik Kisaki yang lalu membiarkan bawahan nya pergi menuju tempat dimana Hanma berada.

IMPOSTOR (END) - Another Story From Tokyo ManjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang