31. Bukan cinta buta

12 4 0
                                    

~Jika takdirnya bersanding, sandingkanlah ! Jika takdirnya berpisah, pisahkanlah ! Jangan menggantungkan hubungan ini karena bukan cinta buta~

***
Dalam guyuran hujan ini, pupus sudah harapan untuk berpisah dengannya. Imaz meraih map itu sudah tidak karuan. Tulisan tak bisa dibaca. Semuanya buram. Ningrum dan Ning Dija menghampiri Imaz dan membantunya berdiri.

"Surat apa itu, Imaz?" Ningrum bertanya karena melihat ekspresi Imaz sedih dengan map merah itu.

"Bu, ini surat perceraian. Aku dan Gus robet sudah memutuskan untuk berpisah." Imaz berterus terang.

"Ya Allah...kau yang sabar ya Imaz. Ibu yakin kau pasti bisa mendapatkan yang tepat untukmu."

"Tidak bu. Imaz tidak mau menikah lagi. Lebih baik aku sendiri dari pada mencari pria lain."

"Cukup Imaz. Istighfar. Jangan buta karena cinta."

"Ini bukan cinta buta bu. Justru berdosa jika aku meneruskan hubungan dengan pria yang memang tidak Allah tetapkan."

"Lalu, apa yang kau lakukan setelah menceraikan Gus Robet?"

"Aku ingin menemani ibu dimana dan kapanpun ibu berada."

"Ibu sedih melihat kau seperti ini."

"Imaz kuat kok bu." Biarpun Imaz mampu mengatakannya, tapi Ningrum bisa melihat kesedihannya karena jelas sekali dia menyembunyikannya.

"Bu, Ning Fiyyah dimana?" Imaz mengalihkan topik pembicaraan.

"Dia di rumah Pak Dhe."

"Ayo kita kesana," ajak Ning Dija.

Setelah padamnya api yang tadi menerkam pesantren benang biru sekarang menjadi hancur. Para santri dan keluarga ndalem dilarikan ke rumah Pak Dhe sementara waktu.

"Ya beginilah Gus. Rumah saya tidak luas. Tapi, semoga bisa mencukupi untuk hari ini," ujar Pak Dhe mempersilahkan mereka masuk ke kamar tamu. Karena penghuni banyak, dia menambah tikar juga menampung di ruang tamu.

Imaz, Ningrum dan Ning Dija melihat keadaan Ning Fiyyah yang dibawa ke kamar tamu. Ia masih tidak sadarkan diri.

"Ning." Imaz menggenggam tangan Ning Fiyyah sambil meneteskan air mata. "Aku yakin kau pasti kuat. Keinginan cuma satu; melihat kau bahagia. Ya. Kau menikah dengan pria yang tepat. Jangan seperti aku yang luka di tengah jalan."

Ningrum menegarkan Imaz dengan menepuk bahunya perlahan.

Robet hanya bisa diam membeku di balik persembunyian dinding. Hatinya sesak melihat keadaan ini. Disaat ia memutuskan berpisah, kenapa malah ada tragedi kebakaran. Disaat ia memutuskan meneruskan bertemu, malah ada penghalang. Jika memang Allah menakdirkan bersanding dengannya, mengapa tidak engkau persatukan? Jika Allah menakdirkan berpisah dengannya, mengapa tidak engkau hilangkan perasaan ini?

Ia tiba-tiba berfirasat janggal dengan kejadian kebakaran ini. Ia meyakini bahwa ada dalang dibalik ini semua. Ia mencoba merekam kembali kejadian saat menemui Imaz di musholla. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Baru setelah dia keluar dari pesantren, tanpa sengaja hampir menabrak pria berbaju serba hitam. Dia sangat mencurigakan. Gelagatnya yang ketakutan, membuatnya semakin penasaran.

Hujan masih deras. Sedari tadi, Robet membiarkan dirinya kehujanan. Demi keadilan pesantren, ia melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Ia menyalakan mesin mobil lagi. Meluncur cepat ke kantor polisi.

"Aku curiga ada dalang di balik semua ini," kata Robet setelah beberapa menit tiba di kantor polisi.

"Kapan kebakaran itu terjadi?" Kapten Richard memberi beberapa pertanyaan bersama tim penyidik.

Misi Bertemu Cinta [REVISI PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now