53. Malaikat tanpa sayap

10 2 0
                                    

~Tanpa perlu kau meminta, dengan perasaan yang penuh cinta, aku rela mengepakkan sayap untuk membuktikannya~

                                            ***
Dinginnya angin malam menelisik tubuh dan ketegangan di antara mereka. Ning Fiyyah memicingkan mata untuk memastikan apakah benar yang ada di depannya adalah manusia. Dia mendekat. Lampu dari atas kepala Imaz berpendar menunjukkan cahaya kebenaran. Hati berdesir kala melihat realitanya. Tanpa susah payah ia mencari, Imaz datang sendiri dengan kerendahan hati.

"Imaz?"

Imaz tersenyum tipis. Menahan terpaan deras hujan yang membuat bibirnya bergetar menggigil. Saling merindukan, di balik hujan yang membutuhkan kehangatan, mereka berpelukan.

"Iya, Ning. Aku tahu kau pasti memahami isi hatiku. Kau akan membuktikannya dengan cara Ning sendiri."

"Aku senang bisa bertemu denganmu lagi."

Saking senangnya mereka bertemu, baju yang ia kenakan basah, kotor terkena masker hitam. Ning Fiyyah tak menyangka akhirnya bisa bertemu dengan Imaz.

"Kita cari tempat yang nyaman saja, Imaz." Ning Fiyyah mengajak Imaz ke gubuk dekat musholla agar mereka tidak susah payah mencari tempat untuk sholat.

Robet yang khawatir akan keberadaan Icha, ia sampai nekad malam-malam sambil membawa tongkat mencarinya.

"Gus, gus mau kemana?" Ia kepergok Andra yang menjaga di depan kamar. Robet terperanjat. Ia terpekur sebentar.

"Aku ada janji sama temenku. Sebentar saja."

"Dimana Gus? Apa mau saya antar?"

"Tidak perlu. Aku cuma sebentar kok."

"Oh, baiklah Gus."

Dalam hati, Robet menghela napas. Tapi tidak bagi Andra. Ia masih curiga dengan tingkah lakunya. Ia pun diam-diam membuntutinya.

Di dalam gubuk, mereka mengobrol sepuas-puasnya setelah beberapa minggu mereka tidak bertemu. Pasti rindu akan berbincang, tertawa bersama.

"Bagaimana kabarmu, Imaz?" Ning Fiyyah dengan mengembangkan senyumnya dapat diartikan oleh Imaz betapa berarti dirinya baginya.

"Alhamdulillah, baik Ning. Kalau Ning?"

"Aku juga baik. Oh ya, kemana saja kau selama ini?"

"Ceritanya panjang Ning. Aku juga tidak percaya bakal begini ceritanya." Imaz mengatakannya dengan muka sedih.

"Ya sudah ceritakan semuanya. Jangan sungkan-sungkan."

"Setelah sidang perceraian itu, aku menangis tiada henti sampai gelap mata, aku enggan untuk pulang. Tanpa sadar, Pak Jack juru kunci telah mengunciku. Semua orang panik. Sampai Gus Robet saja kembali lagi ke tempat persidangan untuk mengecek apakah aku disana apa tidak. Dan saat itu, aku bersembunyi. Tidak mau bertemu dengan siapapun. Hatiku benar-benar kacau. Disaat itulah, aku bertemu dengan Pak Jack yang ternyata dia adalah kakaknya Galang selama ini membantu perjalanan hidupku mulai dari aku yang dijadikan kolega, sampai sekarang menjadi santri Romo Kiyai. Semua rencana juga dari pak Jack."

"Memangnya apa rencana dia?"

"Dia membuat misi untuk mempertemukan cintaku dan cinta Gus Robet dengan aku menyamar jadi Icha. Gadis berwajah hitam."

"Lalu, selama ini kau ada dimana?"

"Aku tinggal di kamar Gus Robet."

"Allah...jadi itu rencana pak Jack. Aku sekarang paham." Ning Fiyyah menggeleng-gelengkan kepala terheran. Bisa-bisanya, semua orang mencari keberadaan Imaz. Sampai dia kabur dari rumah hujan-hujanan. Nyatanya dia sudah berduaan di rumah Robet. Walau bukan sebagai Imaz.

Misi Bertemu Cinta [REVISI PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang