BAGIAN 2 [SAMPAI KAPAN?]

13.6K 814 3
                                    

______




"Abang!! "

Kedua kakinya berlari menuju ke sebuah brankar yang diatasnya berisi seseorang yang sangat ia sayangi. Setelah mendapatkan panggilan dari salah satu teman kakaknya yang memberitahu jika sang kakak tiba-tiba jatuh pingsan di atas tangga dan mengeluarkan banyak darah di hidungnya. Mendengar panggilan telepon itu saja pemuda itu sudah mampu dibuat khawatir olehnya.

Manik mata mereka bertemu, ternyata sang kakak sudah sadar, untunglah.
Namun di tangan kirinya masih terlihat sebuah jarum infus yang terdapat disana.

"Bang, kenapa bisa jatuh? Abang tadi pagi udah makan? " Tanyanya khawatir.

Sebuah jawaban berupa gelengan kini lelaki itu berikan. Pemuda yang bernama Fadli Maulana atau lebih sering dipanggil Nana itu kemudian menghela napasnya. Bagaimana bisa kakaknya selalu meninggalkan sarapan pagi yang jelas-jelas hal itu sangat penting?

"Abang, kenapa gak makan dulu? Bukan satu kali Lo Abang pingsan, terus masuk rumah sakit... "

Sudah terbaca jelas wajah khawatir dari adiknya. Melihat hal itu membuat sang kakak merasa bersalah. Seharusnya ia tidak membuat Nana nya khawatir seperti ini. Bahkan saja masih terlihat jelas seragam dan juga Hoodie yang melekat di baju sang adik, menandakan bahwa adiknya itu sama sekali belum pulang dahulu kerumah.

"Abang gak papa, cuman kecapean aja tadi. " Jawab sang kakak tidak ingin membuat adiknya khawatir.
Kali ini Nana berdecak kesal karena selalu saja kata-kata yang keluar dari mulut kakaknya sama persis seperti hari-hari yang lalu. Membuatnya jengkel saja.

"Bosen aku bang dengerin kaya gitu-gitu terus. Gak ada apa kalimat lain yang keluar? "

"Abang cuman kelelahan, Na... " Ucap Jeffin yang bahkan sama sekali tidak ada bedanya dengan ucapan sebelumnya.

Nana hanya tersenyum menanggapi ucapan kakaknya. Lelaki itu kemudian melepas kasar Hoodie yang berada di tubuhnya.

"Kamu gak pulang dulu? " Tanya Jeffin dengan nada lembut yang selalu ia berikan kepada adik tersayangnya.

Sebuah gelengan kepada Nana berikan, ia tidak akan pulang jika tidak bersama dengan sang kakak. Mau pulang pun dirumah pasti tidak ada orang sama sekali yang menunggu kedatangannya. Ibunya pasti tengah berada di warung bakso miliknya, sedangkan ayah pasti juga tengah berada di kantornya.

Pekerjaan ayah di kantor hanyalah sebagai bawahan saja. Bukan pemilik perusahaan ternama atau apapun itu. Sedangkan ibunya bekerja di sebuah warung bakso miliknya sendiri, hitung-hitung untuk menambah pemasukan bagi keluarganya.

Mereka semua sudah tahu jika anak sulungnya saat ini tengah sakit-sakitan. Oleh karena itulah keduanya sangat giat bekerja untuk mendapatkan penghasilan.

"Abang mau pulang sekarang, Na. Boleh gak ya? " Gumam sang kakak sambil melihat kearah langit-langit ruangannya.

Nana lantas segera menatap kembali ke arah sang kakak. "Nanti ku tanyain ke dokter. Abang istirahat aja dulu nanti takutnya malah tambah parah. "

Kali ini helaan napas terdengar dari mulut Jeffin. Lelaki itu lantas mengalihkan pandangannya ke arah Nana yang tengah sibuk melepas tautan tangan dengan Hoodie abu-abu di tubuhnya.

Jeffin sudah berkali-kali datang ke tempat ini, dan itu tentunya membuat dirinya merasa sangat bosan. Bahkan kini rumah sakit sudah bagaikan tempat keduanya setelah rumah.

"Nilai kamu gimana? "

Nana lantas menautkan jari telunjuk dengan jempolnya. "Aman bang. Ayah gak mungkin marah. " Jawab sang adik dengan santainya.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now