BAGIAN 15. [KHAWATIR]

2.7K 321 0
                                    

°°°


Langkahnya dicegah oleh para perawat lain yang saat ini akan menangani keadaan kakaknya didalam. Pemuda itu hanya bisa pasrah ketika dicegah untuk masuk kedalam.

Pikirannya kalut, darah milik Jeffin kini merembes di sela-sela jari milik Nana. Sesekali lelaki itu menggigiti kuku-kuku jarinya karena merasa takut dan bersalah.

Jika saja tadi ia bisa menahan dahaganya dan lebih memilih untuk segera mengantarkan kakaknya pergi kerumah sakit, mungkin hal ini tidak akan terjadi.

Niat mereka berdua yang semula datang kerumah sakit hanya untuk mencuci darah, namun kini harus berubah karena terjadi sebuah kecelakaan yang tentu saja membuat kakaknya dalam kondisi semakin parah. Pikirannya sudah terpenuhi oleh sang Abang, ia takut jika terjadi hal buruk lainnya kepada kakak semata wayangnya tersebut.

Disebelah Nana juga terdapat seseorang yang tadi tidak sengaja menabrak Jeffin, pria tersebut bisa melihat jika pemuda yang berada disebelahnya ini sangat gelisah. Bahkan terlihat jelas jejak air mata yang sudah bisa disimpulkan, bahwa selama mereka berada didalam mobil, Nana terus menangis.

Wajahnya sudah sangat memerah, beberapa darah dari sang kakak terlihat menempel dipakaiannya dan juga jari-jari tangannya.

Nana sangat takut akan ada hal yang terjadi dan mampu membuat penyakitnya bertambah parah, apalagi tadi ketika ia melihat Jeffin yang sudah tidak sadarkan diri ditempatnya dengan darah yang merembes dari kepala bagian belakangnya.

Dirumah sakit ini ia terus mengeluarkan air matanya, pemuda itu sangat takut, takut sekali.

"Nak, jangan pikirin yang aneh-aneh. Kamu disini duduk terus tetep positif thinking kalau kakaknya gak akan kenapa-kenapa. " Ucap pria yang berada disana. Jika dilihat-lihat pria itu berumuran tak jauh dengan kakaknya.

Nana hanya menuruti ucapan pria tersebut. Ia juga tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak tentang kondisi kakaknya didalam. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa meminta kepada Tuhan agar kakaknya selamat.

Namun tetap saja pikiran negatif itu bermunculan di otaknya. Nana tidak bisa menghalau pemikiran negatif yang terus terlintas dikepalanya. Mau setenang apapun jika Nana belum mendengar kabar dari dokter yang mengatakan jika kakaknya baik-baik saja, maka pemuda itu tidak akan bisa tenang, ia akan terus merasa gelisah dan takut.

"Orang tua kamu dimana? " Tanya pria tersebut yang masih mencoba untuk menenangkan perasaan Nana yang terus kalang kabut.

"M-masih kerja, om" jawabnya dan tentu saja masih dengan air mata yang mengalir diwajahnya.

"Panggil saya kakak aja, nama saya Yoga. "

Nana hanya mengangguk menanggapi ucapan seseorang yang berada disebelahnya itu.

"Kamu bawa hp? Nanti saya telponin orang tua kalian. "

Mendengar kalimat itu jelas-jelas membuat Nana langsung menggeleng. Ia masih takut jika harus mengatakan hal ini kepada kedua orang tuanya. Susah pasti mama maupun ayah akan marah besar dengannya.

"J-jangan kak, nanti aja kalau udah denger kabar dari dokter. " Ucap Nana melarang dengan suara yang bergetar. Entah apa jadinya nanti jika ayahnya tau, terlebih lagi mama yang sudah pasti akan memarahinya habis-habisan.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now