BAGIAN 22. [INGIN BERTEMU]

3K 371 5
                                    



°°°


"Abang gimana ya? "

Sepanjang perjalanan menuju kerumah, Nana selalu berpikir keras bagaimana keadaan kakaknya disana. Semenjak siang itu dirinya jadi tidak pernah sempat kerumah sakit untuk menjenguk kondisi kakaknya.

Sejauh ini yang ia tahu adalah, jika Jeffin tengah koma karena semalam sang ayah memberitahukan kepadanya saat tengah memukuli dirinya. Tentu saja hal itu membuat pemikirannya berarah kepada hal buruk. Rasa takut itupun masih tetap berada dihatinya dan tentu saja beserta rasa bersalahnya.

Jika sampai terjadi hal-hal kepada Jeffin, tentu saja mama tidak akan pernah memaafkan dirinya.

Pemuda itu bingung. Ia terus menendangi krikil jalanan yang ia temui dijalanan. Pikirannya terus terarah pada sang kakak, pada kondisinya dan bagaimana saat ini keadaannya. Apakah sudah membaik atau malah sebaliknya.

Kedua tangannya memegangi tas yang kini tengah ia gendong di punggung. Sore itu cuaca tidak begitu panas, memudahkannya untuk berjalan pulang menuju kerumah.
Jika dilihat-lihat lebih lanjut, sepertinya sebentar lagi akan ada hujan turun.

Pemuda itu menghela napas pelan sambil kembali menatap kearah jalanan bawah yang terdapat beberapa krikil kecil disana. Ruam merah di kulitnya masih terlihat, sangat melelahkan jika harus menjadi dirinya.

Nana lupa membawa obat untuk meredakan alerginya hari ini. Ia terlalu fokus dengan jam masuk sekolahnya sekarang, membuatnya lupa untuk membawa beberapa peralatan sekolah lainnya.

Pemuda itu rindu dengan kakaknya. Semalam tidak melihat Jeffin tidur saja membuat dirinya rindu, ia ingin menegur abangnya untuk meminum obat seperti hari-hari sebelumnya. Namun sepertinya untuk saat ini dirinya harus merasakan kesepian. Dirumah saja tidak ada orang selain dia.

Mama terpaksa menutup warung baksonya untuk menjaga Jeffin di rumah sakit. Ayah mungkin saat ini masih bekerja, entah sampai kapan ayahnya itu akan pulang. Jadwalnya akhir-akhir ini begitu sibuk.

Jika boleh, Nana bisa menggantikan mamanya yang tengah berada dirumah sakit. Ia bisa menjaga Jeffin seperti hari-hari biasanya. Namun Nana juga sadar kalau mama mungkin masih marah dengannya, ia tahu dari terakhir kali mereka bertemu dirumah sakit. Mama seperti menahan amarah dengannya.

Jika terus menerus begini, yang ada akan membuat rasa bersalahnya semakin menyelimuti hati. Ia juga ingin tahu bagaimana keadaan Jeffin disana. Nana juga ingin tahu apakah kakaknya itu sudah sadar atau belum setelah semalam koma.


Sebelah tangannya bergerak untuk meremat perutnya yang terasa semakin sakit. Padahal setelah meminta obat maag di UKS tadi, rasa sakit itu sudah mereda secara perlahan. Namun entah mengapa kini rasanya bahkan semakin parah. Ia harap semoga saja tidak seperti malam itu yang membuatnya harus menahan rasa sakit mati-matian.

Pemuda itu sedikit mempercepat langkah kakinya menuju kerumah. Mau bagaimana pun perutnya juga butuh diisi. Sesekali suara ringisan menahan rasa sakit itu terdengar di mulutnya. Nana semakin mempercepat langkahnya, ia tidak bisa berlari karena yang ada nanti perutnya akan semakin sakit. Ingin naik kendaraan umum saja ia tidak memiliki uang, karena memang pagi tadi dirinya tidak diberikan uang saku oleh kedua orang tuanya.

Biarlah, Nana bisa mewajarkan hal ini. Mungkin ini adalah hukumannya karena telah lalai kemarin siang. Toh rasa sakit ini tidak sebanding dengan yang kakaknya rasakan.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now