BAGIAN 12 [BERBAGI CERITA]

2.9K 356 0
                                    

°°°

Malam ini kedua pemuda yang sudah berjanji untuk keluar bersama, tengah berada disebuah kafe yang kebetulan buka hingga malam hari.

Nana memperhatikan wajah temannya yang sedari tadi seperti orang yang memiliki masalah berat. Entah apa yang terjadi dengan Jendral, apa masalahnya sebesar itu hingga membuat temannya frustasi dan mengajak dirinya pergi keluar?

Untuk menanyai hal itu Nana masih berpikir dua kali. Bagaimana nanti jika ini adalah masalah privasi dengan keluarganya, hal itu tentu saja tidak sopan untuk ditanyai.

Di kafe ini keduanya hanya memesan secangkir kopi dan coklat hanya saja. Nana tidak berani untuk meminum kopi karena dirinya yang juga memiliki riwayat penyakit lambung. Bisa-bisa nanti yang ada akan membuat masalah pada tubuhnya.

Seperti dalam keadaan canggung. Keduanya sedari tadi hanya diam saja tidak ada yang membuka suara. Nana hanya meminum coklat hangatnya dan Jendral yang juga tengah sibuk dengan dunianya sendiri.

Jika tidak ada hal lain yang penting untuk mereka bertemu, mengapa temannya itu harus mengajak dirinya untuk pergi keluar?

"Jen... "
Nana yang sudah merasa keadaan semakin canggung itu lantas membuka suaranya. Jendral yang paham akan maksud dari temannya tersebut lantas segera meletakkan kembali cangkir kopi diatas meja.

"Orang tua gue dari tadi siang berantem terus. Gue muak dirumah! " Ucapnya tiba-tiba. Pengunjung kafe dimalam hari ini tidak terlalu banyak, keduanya juga mengambil tempat duduk dimeja sedikit jauh atau lebih tepatnya dipojokan. Jendral tidak perlu khawatir jika ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"Ayah gue orangnya tempramental. Gak ada namanya sehari tanpa teriakan dirumah. Itu salah satu yang buat gue setiap pulang sekolah gak kerumah dulu. "

Nana bisa mendengar ucapan Jendral. Tadi siang juga ia sempat mendengar suara teriakan ketika mereka berdua tengah berada dirumah temannya sebelum akhirnya Nana pergi untuk menemui sang kakak.

"Lo bayangin Na kalau tiap malem seorang ayah yang harusnya selesai bekerja buat nafkahin keluarga, ini malah buang-buang uang aja. " Lelaki itu mencoba untuk menjelaskan semuanya. Ia percaya dengan Nana jika temannya itu dapat menutup rapat sebuah rahasia yang terjadi dirumahnya.

Jendral tentu saja muak. Nana yang mendengarnya saja tidak dapat membayangkan. Dari cara bicaranya saja Jendral terdengar sangat frustasi. Hidup diantara kedua orang tua yang sehari-hari hanya bertengkar, memecahkan barang-barang tanpa memikirkan berapa harganya, ia tahu bagaimana sakitnya jika berada diposisi Jendral.

"Bunda dipukul sama ayah. Saat gue mau nolongin, ayah malah gantian mukulin gue. Persetan sama yang namanya durhaka, demi nyelamatin bunda gue sampe mukulin wajah ayah... "

"Gue sama bunda kabur dari rumah, lebih baik ngindarin lelaki brengsek itu daripada harus terus-terusan buat bunda terluka... "

Jendral mengusap wajahnya kasar. Lelaki itu sengaja mengajak Nana pergi keluar untuk berbagi rasa sakit. Ia tahu jika temannya ini pasti bisa menenangkan pikirannya.

"Kenapa yang jadi ayah gue harus dia?! " Tanyanya dengan nada yang terlewat frustasi. Bahkan tanpa sadar lelaki itu menekankan akhir kalimatnya yang mampu membuat suara keras terdengar dari pojok kafe. Namun Jendral tidak akan pernah peduli dengan orang-orang ataupun karyawan kafe yang sekarang ini menatapnya heran.

Forgotten Nana [END]✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon