BAGIAN 13 [TERTIDUR]

2.8K 347 2
                                    

°°°

Rasanya Nana ingin memukul perutnya saat ini juga. Mengapa harus merasakan lapar disaat tengah malam? Apalagi ini sudah hampir jam satu dini hari.

Lelaki itu lupa untuk makan malam tadi hingga membiarkan begitu saja perutnya yang terus merasakan panas dan sakit.

Nana tidak ingin pergi kedapur saat ini juga. Bukan apa, perutnya yang terasa keram dan sakit mampu membuat setiap pergerakannya akan berpengaruh dengan rasa sakit diperut. Mengapa tidak tadi saja rasa sakitnya? Mungkin jika sedari tadi tidak akan ada rasa panas dan sakit seperti ini.

Lelaki itu melihat kearah dinding yang terdapat sebuah jam tergantung, hampir menunjukkan pukul satu pagi.

Tidak apa, menunggu empat jam lagi pasti ia bisa. Nana memeras perutnya yang semakin terasa keram dan sakit, dadanya begitu panas. Ingin sekali ia memberitahu Jeffin tentang hal tersebut, namun ketika melihat wajah kakaknya lelaki itu mengurungkan niatnya.

Nana tidak ingin mengganggu wajah damai kakaknya. Lelaki itu sebisa mungkin akan menahan rasa sakit ini hingga menjelang pagi nanti. Tidak apa, hanya empat jam, pikirnya.

Sebisa mungkin pemuda itu mengambil posisi yang terasa nyaman agar tidak menganggu perutnya. Namun semua posisi ia lakukan, yang ada hanya rasa panas yang semakin menjalar didadanya.

Sampai akhirnya Nana memutuskan untuk menata bantal disamping tembok sebagai sandaran. Ia memposisikan tubuhnya duduk sambil bersandar dengan bantalan yang berada di punggungnya.

Kenapa rasa sakitnya enggan untuk pergi?

Kedua tangannya mencengkram kuat bagian perut yang terasa sakit. Sepertinya memang benar jika dirinya tidak akan tahan lama larut dalam kesakitan ini.

Lelaki itu hendak pergi berjalan kearah dapur, memasak makanan yang ada. Tidak peduli baik mi instan atau yang lainnya, yang terpenting saat ini adalah untuk mengganjal perutnya.

Nana sedikit kesusahan untuk berjalan, lelaki itu memegang tembok untuk tempat berpegangan dirinya. Perutnya terasa amat sakit, bahkan sebelumnya ia sama sekali tidak pernah merasakan hal seperti ini.

Pintu kamar terkunci, terpaksa pemuda itu harus membuka dahulu kunci yang masih tertancap di pintunya. Cacing-cacing diperutnya mungkin sudah mengamuk karena tidak segera diberikan makanan.

Dua kali putaran dan kini kunci tersebut telah terbuka. Tanpa menunggu lama Nana langsung bergegas berjalan menuju kelantai bawah. Cukup kesulitan dirinya berjalan karena kedua tangannya saat ini sibuk melakukan tugasnya masing-masing. Tangan kanan yang berpegangan dengan tembok, sedangkan tangan kiri sibuk memegangi perutnya.

Dirinya cukup kesulitan, seharusnya tadi ia meminta bantuan abangnya saja. Jika seperti ini mungkin akan lama dirinya untuk menuruni tangga.

Kali ini bukan hanya pusing saja, bahkan rasanya kepalanya berputar. Lelaki itu melihat kearah bawah, entah mengapa rasanya tangga tersebut makin tinggi, atau hanya khayalan nya saja?

Tidak ingin membuang waktu terlalu lama, Nana kemudian segera melanjutkan jalannya menuju kebawah. Satu persatu kakinya berhasil melewati anak tangga yang berada di atas sebelumnya.

"Sshh... " Mulutnya berhasil mengeluarkan suara berdesis. Kenapa rasanya semakin sakit?

Ingin sekali ia berteriak meminta bantuan Jeffin atau orang rumah lainnya, namun yang ada mungkin nanti dirinya malah mengganggu mereka yang tengah asik didalam dunia mimpinya.

Forgotten Nana [END]✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt