BAGIAN 55. [BONCHAP : TEMPAT YANG JAUH]

8.6K 566 35
                                    




°°°



Helaan napas terdengar dari mulut Jendral. Jujur saja, selama ujian ingatannya terus menerus terpikir tentang Nana yang kini sudah tak bisa lagi ia temui secara nyata.

Sudah empat hari lebih setelah kejadian itu, dirinya benar-benar merasa kehilangan seorang teman ceritanya. Terlalu cepat menurutnya.

Pemuda itu ingat jika masih ada banyak sekali barang-barang milik Nana yang berada di kost-kostan nya. Tidak ada yang mengambil karena selama ini hanya dirinyalah yang mengetahui akan tempat itu disaat temannya diusir dari rumah.

Sepulang sekolah Jendral berniat untuk mengambil semua barang-barang milik temannya. Entah pemilik kost itu akan sadar atau tidak dengan keberadaan Nana yang sudah beberapa hari ini tak terlihat. Jendral juga akan memberitahu tentang semua biaya yang Nana keluarkan untuk tempat persinggahan barunya.

Pemuda itu mengembuskan napas pelan ketika dirinya sudah sampai ditempat terakhir kali Nana tinggal. Lelaki itu memarkirkan motornya di dihalaman dekat dengan ruangan yang dahulu dihuni oleh temannya.

Ketika tangannya mencoba untuk membuka pintu tersebut, ternyata benda yang terbuat dari kayu itu sudah terkunci. Seingat Jendral terakhir kali Nana sama sekali tak mengunci tempat ini.

"Oh adek, ini temennya Lana ya? Dia kemana aja udah lama gak keliatan. Jadi saya kunci pintunya supaya barangnya gak ada yang hilang. " Ucap seorang pria yang diduga adalah pemilik tempat ini. Bisa Jendral ketahui dari cara bicara pria itu.

"Temen saya... Sudah gak ada, pak. Dia udah dijemput sama tuhan... " Demi apapun, hati Jendral terasa begitu sakit ketika mengatakan kalimat itu. Bisa ia lihat si pemilik kost-kostan tersebut yang terkejut setelah dirinya mengatakan hal tersebut.

"Innalilahi wainnailaihi roji'un... Terakhir kali saya lihat dia baik-baik aja, " ucap pria itu sambil mengelus pelan dadanya.

Jendral hanya bisa kembali menghela napasnya. Saat ini mulutnya begitu terasa kelu untuk mengatakan hal yang bersangkutan dengan sahabatnya. Disaat mengingat Nana, entah mengapa hatinya merasa begitu sakit.

"Saya ingin mengambil semua barangnya, pak. Dan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk membayar biaya hariannya selama dia tinggal disini? " Sebisa mungkin Jendral tetap menenangkan nada bicaranya walaupun kembali hatinya terasa sakit. Ah entahlah, mengapa ia menjadi seperti ini.

"Untuk biaya biar saya ikhlaskan saja. Dia juga gak lama kan tinggal disini? " Ucap pria itu yang hanya diangguki oleh Jendral.

Pemuda itu memandang sendu kearah depan dimana terdapat sebuah pintu rumah yang sudah tak berpenghuni.

"Ini saya beri kuncinya, nanti taruh aja di gagang pintunya, biar saya yang mengambil sendiri. " Ucap pria itu yang dibalas anggukan serta senyuman oleh Jendral.

Ketika pintu itu ia buka dengan kunci yang cocok. Pemuda itu kembali mengembuskan napasnya pelan. Disana terlihat ada sebuah nasi bungkus yang ia berikan kepada Nana, namun nasi itu sama sekali belum tersentuh dalamnya.

Baru beberapa hari saja temannya berada ditempat ini, aroma khas dari tubuh Nana tercium dengan jelas. Tidak ingin membuang waktu karena saat ini sudah sore, Jendral langsung mengambil tas yang digunakan temannya untuk sekolah itu.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now