BAGIAN 43. [PIKIRAN]

3.1K 369 13
                                    

°°°

Pagi hari ini rasanya begitu hampa, matanya sudah terlihat begitu sembab karena semalaman ia tak kunjung berhenti untuk menangis. Pemuda itu semalam hanya tidur sekitar dua jam saja hingga menjelang waktu subuh tiba.

Seperti biasa, setelah mandi dan memakai semua perlengkapan seragam sekolahnya, pemuda itu kini segera merapikan semua dan menyusun beberapa buku materi didalam tas nya.

Kepalanya ia tolehkan sedikit ke arah ranjang sang kakak yang disana sama sekali tak ada si pemiliknya. Memang ini bukan pertama kalinya di pagi hari ia tidak melihat sosok sang abang di tempat itu. Namun kali ini entah mengapa rasanya begitu berbeda dan hampa.

Jika kemarin ia masih bisa membangunkan Jeffin di pagi hari, namun berbeda dengan hari ini. Rumah ini semakin hari semakin terasa hampa dan sepi, seolah ditinggalkan sang pemiliknya pergi jauh.

Mungkin untuk pagi ini ia harus makan, tak ingin jika dadanya kembali merasakan panas karena asam lambungnya yang naik akibat ia sering menunda acara makannya.

Dengan seragam sekolah lengkap yang sudah melekat di tubuhnya, Nana lantas segera berjalan pelan menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuknya pagi ini. Dirinya tak boleh melakukan kesalahan lain di sekolah, hanya satu-satunya tempat yang bisa ia harapkan sebagai pembangga kedua orangtuanya.

Hari ini dirinya harus benar-benar konsisten dengan semua mata pelajaran yang diberikan oleh sang guru. Bisa dihitung dengan jari, beberapa hari lagi ujian akan segera dilaksanakan di sekolahanmya tersebut. Ia tidak boleh memikirkan hal lain selain mata pelajaran dan materi yang akan diberikan oleh sang guru besok.

Semoga saja semua soal yang terdapat di kertas ulangannya bisa ia jawab dengan begitu mudah. Nana sudah berusaha untuk mempelajari dan mengingat semua materi didalam kepalanya, walaupun hal itu terlihat mustahil untuk beberapa hari ini.

Semua usahanya seolah mengkhianati hasil. Tidak ada sama sekali perkembangan terhadap hal-hal yang mencoba ia ingat. Semuanya seolah ingin memecahkan kepalanya.

Setiap malam ia berpikir bagaimana bisa dirinya mempertahankan peringkat pertamanya disaat semua dalam hidupnya hampi kacau. Dari masalah keluarga maupun masalah lain yang mulai bermunculan, hal itu tentu saja dapat membuatnya stres.

Semua yang ia coba untuk mengingat sama sekali tak ada hasil. Yang ada hanya akan membuat kepalanya terasa begitu sakit dan juga berakhir sebuah noda merah yang keluar dari lubang hidungnya.

Jika dikatakan Nana akan fokus kepada ujiannya, mungkin itu tidak benar. Akhir-akhir ini banyak sekali yang menganggu pikirannya sehingga ia tidak dapat terus fokus hanya dengan satu pikiran tentang ujiannya saja.

Konflik yang tengah terjadi dengan keluarganya ini semua murni kesalahannya. Nana akui memang semua ini benar-benar kesalahannya sepenuhnya.

Dari mulai disaat abangnya kecelakaan dan kejadian semalam yang tentu saja tak dapat ia lupakan seumur hidupnya. Masa remaja yang seharusnya diisi dengan penuh canda tawa bersama keluarga maupun sahabat, yang seharusnya diisi dengan banyak sekali kejadian hangat yang dapat ia jadikan sebagai kenangan, semuanya sudah tak berarti lagi untuknya.

Nyatanya dirinya memang ditakdirkan untuk terus melangkah dengan banyaknya pertentangan, kekerasan, dan konflik yang harus ia hadapi.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now