BAGIAN 52. [PERMOHONAN]

6.3K 560 42
                                    

°°°

Jendral memandangi baju bagian bahunya yang terkena banyak sekali darah dari sang sahabat. Sebelumnya ia sama sekali tak melihat jika Nana telah mengeluarkan begitu banyak cairan merah dari hidungnya.

Ketika tepat setelah sampai di halaman rumah sakit, ia merasa jika tubuh temannya yang berada dibelakangnya itu kian memberat. Beberapa kali Jendral mencoba untuk memastikan jika memang tak ada sama sekali yang terjadi dengan temannya itu.

Namun semuanya salah. Entah sejak kapan begitu banyak cairan merah yang keluar dari hidungnya. Tentu saja Jendral terkejut, ia bahkan hampir tak tahu apa yang ingin dilakukannya.

Namun Jendral memilih untuk menggendong saja tubuh Nana masuk kedalam rumah sakit. Entah sesakit apa yang tengah diderita temannya ini hingga membuat Nana sampai pingsan karena saking sakitnya rasa diperut.

Kini lelaki itu tengah menunggu sang sahabat sadar. Entah bagaimana reaksi Nana ketika ia mendengar kabar buruk lainnya dari tubuhnya. Pemuda itu bahkan untuk mengatakannya saja terasa kelu, ia tak tahu bagaimana nanti jika temannya yang satu ini mendengar sebuah fakta yang menyakitkan.

Jendral melihat kearah dinding dimana sekarang jam telah menunjukkan sembilan malam. Ia harus cepat pulang agar bundanya tak mengkhawatirkan nya.

Namun dilain sisi juga Jendral harus menunggu sahabatnya sampai ia kembali membuka mata. Jika saja nanti dirinya memberitahu bunda, semoga saja wanita itu mengerti apa yang tengah ia alami.

Niat awal yang hanya ingin memberikan bungkusan makanan serta menjadi tempat Nana bercerita itu, harus tergantikan disaat tubuh temannya merasakan kesakitan.

Kini yang ia lihat didepan matanya hanyalah seorang pemuda yang tengah mengistirahatkan dunianya. Entah sebanyak apa beban yang tengah diderita, namun bisa Jendral lihat jika itu semua bukanlah beban kecil yang sepele. Entah ia juga sedikit ragu jika saja Nana dapat melewati semuanya sendirian.

Disaat fokusnya tengah menghadap ke arah jam yang tergantung diatas dinding, sebuah suara lemah begitu terdengar menyayat ditelinganya. Jendral lantas segera menoleh kearah sumber suara itu.

Dan ya, seseorang yang sedari tadi tengah tak sadarkan diri kini ia telah membuka kedua netranya. Helaan napas lega terdengar jelas dari mulut jendral ketika mendapati temannya itu yang sudah sadar setelah satu jam yang lalu.

"Jen... " Suara panggilan yang begitu lemah dapat ia dengar dikedua telinganya.

Jendral yang mendengar akan hal itu lantas segera menyuruh Nana untuk istirahat sejenak. Ia tak ingin jika nanti pemuda itu akan merasa kesakitan karena terlalu banyak gerak.

"Istirahat dulu, Na. Lo tadi pingsan waktu gue bawa ke rumah sakit. " Ucap Jendral menjelaskan.

Dengan pandangan sayunya pemuda itu menatap kedua mata milik sang sahabat yang terdapat disebelahnya. Nana sadar jika tadi ia pingsan dan tentunya membuat temannya itu cukup kesulitan. Salah satu hal yang sangat ia benci adalah melihat orang-orang disekitarnya yang kesulitan hanya karena ulahnya sendiri.

"Gue mau ngomongin sesuatu... " Jujur saja, Jendral sedikit bingung apakah saat ini waktunya untuk memberitahu temannya itu atau tidak. Tapi mengingat jika ini juga adalah salah satu fakta yang mementingkan sahabatnya itu, membuat Jendral harus segera melanjutkan ucapannya.

Forgotten Nana [END]✓Where stories live. Discover now