Goa

2K 165 1
                                    

Goa itu tampak tidak tersentuh.
Banyak sarang laba laba menggantung disana sini, dan hal yang paling Cakra khawatirkan adalah Ular.

"Jadi dari sini kamu berasal?."
Cakra membersihkan kaosnya terkena jaring laba laba.

Tribuana mengangguk, berjalan menuju batu lempeng tempat dia bersemedi terakhir kali. Bayangannya kembali ke masa lalu.
Dia baru datang dari Istana setelah sebelumnya dijemput pengawal Bayangkara utusan kerajaan. Membaca surat dari Istana yang dibawa Panglima Bayangkara Gajahmada.
Isinya adalah Raden Wisanggeni,  Putra Mahkota dari Kerajaan Bima berniat melamarnya dan bersedia memenuhi syarat untuk bertarung dengannya.
Sesampai di istana, perlombaan dimulai. Raden Wisanggeni yang pongah itu hanya bertahan Tiga jurus sebelum akhirnya harus ditandu para Pengawal dan mendapatkan perawatan Tabib Istana.

Putri Tribuana menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menerima Raden Wisanggeni sebagai suami. Namun atas keberaniannya Tribuana memberikan rasa hormat.
Begitu cara Putri Raja Majapahit itu menolak para pangeran dengan tanpa menimbulkan sakit hati.
Kemudian Tribuana kembali berguru Kepada Ranggawuni. Sore itu Ranggawuni berniat berburu Kelinci Hutan sedangkan Putri Tribuana  Bersemedi.
Hingga akhirnya Putri Tribuana bangun dari Semedinya ketika menyadari semua telah berubah.

"Cakra, aku mau mencoba bersemedi, maukah kamu menunggu di depan?."

"Putri, bagaimana jika nanti kamu tiba tiba kembali ke masa lalu?."  Cakra menatap ragu.

"Karena memang disana tempatku."

"Apa tidak bisa kamu tetap dimasa sekarang? kamu bilang lebih menyenangkan tinggal dimasa depan?" Cakra mencoba bernegoisasi.

Tribuana tersenyum.
'Terimakasih atas segala kebaikanmu Cakra, aku memang mulai menyukai duniamu. Tapi aku harus berusaha kembali keduniaku sendiri. Bukankah tertulis dalam sejarah jika aku adalah Ratu Majapahit?. Itu artinya cepat atau lambat aku pasti kembali keduniaku" jelas putri panjang lebar.

****

Putri Majapahit itu mulai duduk bersila ketika tiba tiba dia merasakan bumi bergetar.
Cakra yang hendak melangkah keluar jatuh terjerembab ketika bumi mulai rengkah. Tidak ada waktu untuk terkejut. Sebuah Batu tajam meluncur dengan cepat kearah Cakra.
Cakra berbalik menatap ngeri kearah Putri Tribuana ketika melihat sebongkah batu dan disusul batu batu lainya mulai berjatuhan.

"Cakraaa!!!" Tribuana berteriak.

Tanpa pikir panjang tubuhnya melesat menedang Batu yang nyaris menimpa kepala Cakra. Batu itu melesat pecah, kurang dari sedetik Tribuana menyambar tubuh Cakra, dan melesat keluar.
Nyaris terlambat!. Mereka pasti sudah terkubur hidup hidup didalam Goa yang tiba tiba runtuh.

Mereka berdua menatap ngeri dari luar goa. Cakra merasa kakinya lemas.

"Bagaimana bisa?!" Cakra bergumam takjub dan shock.

Kemudian dia menatap Tribuana dengan pandangan yang sulit diartikan.
Lama menatap Tribuana yang juga tertegun mematung shock. menyaksikan goa yang sekarang tertutup rapat.

"Jadi benar?.... kamu bisa terbang seperti istri Prabu Siliwangi?."

Mau tidak mau Tribuana tertawa kecil mendengar kata pertama yang keluar dari mulut Cakra. Tribuana menghela nafas panjang.

"Sepertinya aku memang tidak diijinkan sang Hyang widi untuk pulang Majapahit." Putri  mengabaikan pertanyaan Cakra.
"Dan kamu juga punya kesaktian yang bisa memecahkan Batu hanya dengan sekali tendang" kata Cakra masih takjub.
Tribuana menatap Cakra yang masih terkagum kagum.

"Kenapa kamu jadi seperti Ana?." Ujar Putri Tribuana sambil geleng geleng kepala.

"Aku baru saja menyelamatkan nyawamu, kamu belum berterimakasih tau?"

"oke, tengkiyu, terima kasih Tuan Putri." Jawab Cakra setelah pulih dari kaget.

"Mmmm....! bahasa apa itu?"  Putri tertawa kecil.
Diakui atau tidak! jauh dilubuk hatinya dia merasa senang masih berada di dunia masa depan.

"Apakah kamu sekarang melihatku sebagai gadis hantu?."
Cakra tersenyum, dia merasa lebih baik sekarang.

"Gadis Hantu yang cantik" gumam Cakra nyaris berbisik.

"Hem?" Tanya Tribuana kurang jelas.

"Gadis cantik yang menakutkan" ucap Cakra bercanda.
Tribuana merengut.
"Baiklah! aku anggap itu pujian" jawab Tribuana.
"jadi gimana nih, semedinya jadi ga?" tanya Cakra.

Hening......

"Cakra, aku kawatir akan merepotkan kamu dan Mama?"
Cakra langsung sumringah.

"Aku senang sekali kamu repotkan, ayo kita pulang?" Cakra langsung menarik tangan Putri tanpa permisi.

Putri sedikit kaget.

"Eh maaf" buru buru Cakra melepas tangan Putri Tribuana. Putri Tribuana menatap gemas.

"Dasar modus!!" Putri sudah hafal istilah yang digunakan Ana jika meledek kakaknya.

Merekapun beriringan kembali menyusuri Hutan untuk kembali pulang.
Dan entah kenapa hati Putri Tribuana merasa hangat.
Untuk alasan yang dia sendiri tidak tau. Hangat karena tetap berada dunia yang baru ini atau hangat karena tetap melihat Cakra yang masih hidup.

_________
ps: vote kritik saran dan share sangat saya hargai.. trims

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now