Pertemuan

1.5K 130 3
                                    

Beberapa bulan kemudian.

Setelah sujud sungkem memohon doa restu Ayah ibunya, Cakra memacu kudanya ke utara. Tujuannya jelas!. Istana Trowulan.
Menjemput Putri impiannya Tribuana Tunggadewi.

***

Sementara itu di Istana Majapahit. Setelah Prabu Raden wijaya meninggal, kedudukanya diganti oleh Anak tertuanya Jayanegara. Pergantian tahta Majapahit memang sudah sewajarnya jatuh ketangan Jayanegara. Namun ketidak puasan segera terjadi dikalangan para Pejabat Kerajaan. Mereka kawatir masa depan Majapahit akan suram jika dipimpin Jayanegara.
Jayanegara sendiri adalah Putra Mahkota yang lemah, cuman bisa  berfoya foya dan tidak berwibawa. Jauh dengan saudarinya Dyah Gitareja.
Intinya dia adalah Putra mahkota yang tidak cakap dalam pemerintahan.

Sedangkan panglima tertinggi di pegang oleh Dyah Gitareja. Panglima termuda dalam sejarah Majapahit dibawah bimbingan Gajah Mada yang resmi menyandang gelar Tribuana Tunggadewi.
Sebagai seorang Putri Kerajaan dan berpotensi menjadi seorang Ratu, banyak Pangeran Kerajaan tetangga yang berniat melamarnya.
Namun Dyah Gitareja atau Tribuana tidak sudi diperistri seorang Pangeran yang lemah. Tentu saja itu tidak sepadan dengan kedudukanya sebagai Panglima tertinggi dan sebagai calon kuat Ratu.
Beberapa Pangeran yang berniat melamarnya harus menelan pil pahit penolakan ketika mereka harus kalah beradu tanding dengan Panglima wanita muda dan cantik jelita tersebut.

Melihat kehebatan adiknya, mau tidak mau Jayanegara merasa sedikit terancam kedudukannya.
Maka, sebagai seorang raja dia bertitah.  Dia akan memperistri adik adiknya sendiri. Dyah Gitareja dan Dyah Wiyat.
Mendengar keinginan sinting kakaknya, tentu saja Tribuana marah. Tidak sudi dia mempunyai Suami yang lemah dan tidak berguna seperti Kakandanya itu.
Memang perkawinan Sedarah terkadang sering terjadi diantara para Raja. Tujuannya jelas! supaya darah Biru yang mengalir ditubuh mereka tetap murni.
Demi menolak keinginan Kakandanya, Tribuana memilih mundur dari Istana.
Dengan alasan ingin memperdalam ilmunya, Tribuana memilih mewakilkan jabatan Panglima Kerajaan kepada pembimbingnya.
Setelah menunjuk Gajah Mada sebagai panglima perang, Tribuana memacu kudanya ke selatan.
Tujuannya jelas!.
Menuju Wilayah Weling.
Disana Sang Panglima Ranggawuni yang sudah lebih dulu mengundurkan diri dari jabatanya dan memilih menyendiri dikawasan Hutan Weling. Sedangkan sang suami Mpu Arya wiguna masih menetap dikota Praja.
Menemani istri tua_nya. Bibi Mey Chan. Bibi Mey Chan sendiri adalah salah satu Tabib Istana. Kalo dimasa depan semacam Dokter Kepresidenan. Jadi tenaganya masih sangat dibutuhkan.
Terkadang Tribuana heran. Kenapa Bibi Mey Chan dan  Ranggawuni bisa begitu akur?. Padahal mereka mempunyai Suami yang sama, mpu Arya Wiguna.
Tribuana berjanji kelak jika suaminya berani mendua, dia tidak segan-segan  menenggelamkan suaminya dan selingkuhnya di sungai Brantas.

***

Sementara itu di tengah lebatnya hutan belantara, Cakra menghentikan kudanya. Dia  hampir memacu kudanya dua hari dan sedikit beristirahat. Kudanya tampak sudah mulai ogah ogahan berlari.
Cakra menghentikan kudanya dipinggir jalan hutan. Membiarkan kudanya merumput dan memakan semak semak rumpun perdu.
Cakra sendiri menyederkan tubuhnya dibawah pohon yang rindang. Semilirnya angin membuat dia terlena dalam kantuk.

Cakra tidak tau berapa lama dia terlena dalam kantuk. Ketika tiba-tiba  dia mendengar derap Kuda berlari dengan cepat. Cakra geragapan, dia terbangun. Penasaran siapa yang mau lewat?. Derap kuda semakin dekat, dari jauh dia melihat seorang wanita bercadar menunggang kuda.
Kira-kira kurang dari dari lima puluh meter penunggang kuda melewatinya,  mendadak Cakra kebelet pipis.

Dilema antara pipis dulu atau ngepoin penunggang Kuda tersebut. Tapi karena terlihat penunggang Kuda tersebut bercadar dan dia juga tidak ada urusan, Cakra memilih ngumpet dibalik pohon untuk pipis.
Angin berhembus kencang ketika wanita penunggang Kuda itu melewati jalan kecil deket Cakra pipis. Cadar wanita itu tersingkap melambai tertiup angin.
Tapi si wanita tersebut sepertinya tidak menggubris cadarnya yang tersingkap. Sudut matanya melihat Kuda Cakra yang sedang merumput. Tapi wanita itu sepertinya juga bodo amat dengan Kuda Cakra. Dia memilih tetap memacu kudanya. Cakra yang pipis tentu saja tidak berani melihat dari balik pohon. malu lah!. Dia hanya melihat punggung wanita itu terus menjauh menelusuri jalan kecil yang menembus hutan.

***

Cakra tidak tau wanita yang baru lewat itu adalah tujuan hidupnya. Wanita yang baru lewat tadi adalah alasan kenapa dia terlahir dijaman Majapahit ini.
Iya! dia adalah Tribuana Tunggadewi.
Tribuana Tunggadewi yang tidak lama lagi akan menemuinya di masa depan.
tidak lama lagi, mungkin setahun atau dua tahun setelah "pertemuan" yang tanpa mereka sadari dihutan ini.
Karena takdir memang belum boleh mempertemukan mereka saat ini, dijaman ini. Tapi takdir mempertemukan mereka dimasa depan.

__________
vote dan komen kakak biar semangat update..😄

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now