Dyah Tribuana Tunggadewi

1.8K 142 3
                                    

15 Tahun Kemudian

Dikaputren Istana Trowulan Majapahit. Seorang gadis kecil dengan lincah memanjat pohon Mangga yang tumbuh rindang di istana Kaputren. Sedangkan di bawah, Dayang Istana tampak cemas memanggil manggilnya. Sementara itu seorang gadis yang lebih kecil berusia kurang Tujuh tahun meloncat loncat senang melihat sang kakak memilih milih buah Mangga yang masih belum masak.

"Ambil yang itu yunda, iya yang itu!" teriak Dyah Wiyat sang adik.
Sementara sang kakak yang berusia 11 tahun tampak kerepotan menuruti kemauan adiknya itu.

"Tuan Putri Ayu lekas turun Tuan Putri" Dayang Istana setengah baya nampak panik melihat Gusti putri Tribuana kecil tidak menggubris permintaannya.
Sementara Dyah Wiyat sang adik meloncat loncat senang memilih milih mangga yang berjatuhan. Padahal buahnya masih mentah.

"Gitareja!, apa yang kamu lakukan ayo lekas turun!!" Sebentuk suara berat dan berwibawa terdengar.

Demi mendengar suara tersebut Dayang istana langsung bersimpuh menyembah.

"Ampun beribu ampun Gusti Prabu, hamba lalai menjaga Gusti Ayu Dyah gitarja".

"Apa mau pengasuhmu ini Ayahanda hukum karena kenakalanmu!".

Mendengar perkataan Ayahandanya Dyah Gitarja alias Tribuana Tunggadewi terpaksa turun.

Prabu Jaya wijaya membelai rambut Putrinya Dyah Wiyat yang bergelayut manja. Sementara Dyah Gitarja turun dengan hati hati. Dayang Istana masih bersimpuh tidak berani bergerak. Prabu Jayawijaya meraih putri kesayangannya yang kerepotan turun.

"Ampun ayahanda, bukan salahnya, ini salah Ananda" Dyah gitarja merasa kasihan dengan Dayang pengasuhnya yang gemetaran.

"Ayahanda, dimana Bunda?" tanya si kecil Dyah Wiyat.
Ibunda sedang mandi, dia harus menyambut Ayahanda" Jawab Sang Prabu.

Sang kakak mendesah prihatin.
"padahal setelah ayahanda pergi pasti ibunda mandi lagi" kali ini Tribuana menyahut dengan polos.

Raja Wijaya melirik Dayang yang masih duduk bersimpuh.
Kepalanya semakin menunduk seolah tawanan perang yang siap dipenggal kepalanya.

"Dayang kamu pergilah"

Dayang menyembah, kemudian beringsut mundur, tidak berani menatap sang Prabu.
Dyah Tribuana yakin jika dibelakang Dayang tersebut ada sumur dia pasti tetap memilih nyemplung sumur daripada bertatap muka dengan Ayahandanya.
Berani menatap Sang Prabu bisa bisa dipenggal kepalanya.

***

Tribuana Tunggadewi adalah anak kedua dari Prabu wijaya dengan istri Rajadpami.
Sejak lahir, Tribuana memamg terkenal sebagai gadis Kraton yang bandel. Namun dia juga sangat welas asih.
Dia lebih menyukai pelajaran beladiri dari pada menari. Dia lebih menyukai berkuda daripada membatik.
Tribuana lebih sering ikut menonton para Prajurit Istana yang berlatih kanuragan daripada ikut belajar menari.
Hal itu membuat sang Ayahanda dan ibundanya pusing. Tidak seharusnya seorang gadis kecil putri Keraton dan kemungkinan pewaris Tahta harus berpeluh peluh belajar ilmu beladiri.
Namun Prabu Jaya wijaya tidak hilang akal.
Salah satu Panglima tertingginya yaitu Ranggawuni adalah seorang wanita jago silat dan kanuragan tangguh.
Prabu Jayawijaya memerintahkan Ranggawuni untuk melatih Tribuana gerakan gerakan silat yang dipadukan dengan gerakan tarian. Prabu Jaya wijaya tahu, Ranggawuni sangat ahli dalam silat dan menari, jadi rasanya Tribuana akan cocok belajar dengan Ranggawuni.

Sejak saat itu Dyah Gitareja dilatih secara kusus oleh Panglima Ranggawuni.
Hasilnya diluar dugaan!, perpaduan tari dan ilmu beladiri membuat gerakan silat yang indah. Gerakan gerakan silat Tribuana begitu lembut namun mematikan.
Tribuana juga sangat mahir menggunakan berbagai senjata terutama pedang.
Walapun sudah dilatih keras oleh Ranggawuni, tapi mengingat usia Tribuana yang masih kecil Ranggawuni hanya sedikit mengajarkan tenaga dalam. Hal ini karena tubuhnya belum terlalu siap untuk menerimanya. Jadi secara resmi Tribuana belum dianggap murid oleh Ranggawuni.

Ranggawuni sendiri adalah seorang wanita setengah baya. Dia bersama suaminya yaitu panglima Arya wiguna adalah pendekar silat yang sekaligus kakak seperguruan Prabu Jayawijaya.
Selain belajar kanuragan dari Ranggawuni, Tribuana juga belajar seni melukis.
Melukis lebih menyenangkan daripada membatik, karena melukis lebih bebas menggambar apapun yang dia mau.

Tribuana kecil selalu bercita cita suatu saat dia ingin mengembara berkeliling keluar Kerajaan menemukan sesuatu yang baru diluar sana.
Hingga pada suatu hari dipersembahkan Agung segenap keluarga istana memuja Dewa Siwa Tribuana kecil memohon Doa:
"Ayahanda prabu, bolehkah hamba memohon sesuatu"
Raja Jayawijaya membelai Putri kesayangannya tersebut.
Kemudian dengan hati suci dan tulus seorang anak kecil yang belum tersentuh dosa, Tribuana memohon kepada Tuhanya:

"Sang hyang Widi, ijinkanlah suatu hari ketika hambamu sudah dewasa, hambamu ini ingin berkelana untuk melihat dunia luar, hamba merasa bosan di istana" kemudian tribuana tersenyum manis.

Ibunda Rajadpami geleng geleng mendengar permintaan lucu dan terkesan kekanak kanakan tersebut.
Walapun memang Putri masih tergolong anak anak sih.
Namun diam diam Ayahandanya merasa cemas. Karena dia tahu putrinya bukan Putri sembarangan.
Mereka tidak tahu kelak permohonan Putri kecil mereka ternyata dikabulkan sang pencipta. Karena Tuhan memang maha kuasa.

______________
vote komen share kakak..biar semangat update 😍😍

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now