Ketemu Calon Mertua

1.2K 130 2
                                    

Sementara itu di Kadipaten Tumapel.

"Ada apa Prajurit?! Sepertinya ada hal penting yang ingin kamu sampaikan?"

"Ampun Gusti Adipati, Tuan muda Raden Cakradara kembali"

"Oh ya?, jangan mengada ada kamu Prajurit?!" Tanya sang Adipati heran setengah tidak percaya.

Dalam hati Rangga Wisesa agak heran, seharusnya anaknya itu belum seminggu tiba di istana Trowulan, tapi kenapa sudah pulang kembali? bahkan jika pulang seharusnya juga belum sampai Kadipaten.  Soalnya butuh tiga hari berkuda untuk bisa sampai Tumapel - Trowulan.
Ataukah mungkin Cakra belum sampai Trowulan terus balik lagi, atau mungkin ada yang tertinggal?.

Ah sudahlah, biar nanti aku tanya? Batin Adipati.

"Gusti Adipati, Tuan muda Raden Cakra kembali bersama Gusti Putri Dyah gitareja" kata sang prajurit.
Kali ini sang Adipati tidak hanya heran, tapi kaget!. Untung dia tidak minum sesuatu, kalau lagi minum pasti keselek.

"Jangan ngaco kamu!" Sang Adipati nyaris menjambak prajurit hulubalang tersebut.

"Bener Gusti"

"Sampai dimana mereka?!" Tanya Adipati, masih setengah tidak percaya.

Adipati berjanji, jika ternyata dia di prank sang hulubalang, maka hulubalang tersebut siap siap dia gantung di alun alun.

"Raden dan Gusti Putri Dyah gitareja baru melewati alun alun Gusti". Suara hulu balang agak gemetar. Takut jika dia diprank temannya. Jika yang datang bukan Raden Cakra bisa bisa di dipancung di alun alun Gusti Adipati.

"Awas kalau kamu mempermainkan aku!" Ancam sang Adipati.

Sepertinya keributan kecil itu terdengar dari dapur. Mendengar ribut ribut, Gusti ayu Sekar Arum muncul dari dalam.

"Ada apa Kanda, Dinda lagi bikin oseng oseng labu jadi terganggu ini". Gusti Sekar Arum ngomel.

"Cempaka, tolong aduk labunya!" Teriak Gusti Sekar Arum, di melangkah keluar area dapur menuju tempat terjadinya keributan itu.

"Sendiko Gusti" terdengar suara jawaban  Cempa dari dalam.

"Dinda, ayo keluar, ada tamu penting datang!" Kata Adipati buru buru.

"Memangnya siapa tamu penting tersebut kanda, apa Gusti ayu Dyah Gitareja?!" sebenarnya Sekar Arum asal ngomong, tapi ternyata omongannya memang benar.

Luar biasa!! Ini yang dinamakan firasat seorang ibu.

***

Sementara itu, Cakradhara menjalankan Kudanya pelan. Disampingnya Dyah Tribuana ikut menyesuaikan jalan kuda Cakra. Para prajurit kadipaten yang tau kedatangan Tuan muda bersama Gusti Putri Dyah gitareja tergopoh-gopoh mengiringi dari depan dan belakang. Mereka tidak menyangka tamu yang datang bukan tamu sembarangan.
Panglima tertinggi Majapahit dan Putri Raja. 
Mereka bangga bukan main. Cuman beberapa prajurit yang benar benar pernah melihat wajah Tuan Putri, yang lainnya cuman lewat mulut kemulut. maksudnya lewat gosip.
Ternyata memang benar, kecantikan Tuan Putri tidak ada lawan. Cantik banget!.
Pada jaman dahulu, Tumape adalah bekas kerajaan Kediri sebelum Majapahit. Leluhur Adipati Rangga Wisesa adalah Ken Arok,  Tumapel adalah kota terbesar ketiga setelah Trowulan dan Lumajang pada saat itu.
Jika didunia modern boleh dibilang kota metropolitan versi jadul. Berbagai alat tranportasi seperti Dokar pedati banyak berseliweran di jalan jalan kota Praja. Kota Tumapel adalah kota yang makmur.
Setelah menyusuri jalan alun alun yang luas dan teduh akhirnya mereka sampai di halaman luas rumah Adipati Rangga Wisesa.
Segera para prajurit dan punggawa yang terlibat dalam pengawalan mengambil posisi berjaga.
Karena yang datang bukan tamu sembarangan para Prajurit segera menyebar ke segala penjuru untuk berjaga jaga. Senopati kadipaten, Danurejo sibuk mengatur para Prajurit untuk menempati posisi pos penjagaan.

"Mari Tuan Putri" ucap Cakra tersenyum jahil.

Dalam hati tersenyum geli ketika harus manggil Tuan Putri. Dalam dunia modern Cakra hanya panggil Putri, bahkan jika saling merajuk Cakra manggilnya Tukiyem.  Lancang banget pokoknya. Tapi ini adalah dunianya putri. Dunia Majapahit, Cakra jadi merasa numpang hidup didunia Putri.

***

Setelah mereka turun dari Kudanya. Untuk menghormati dan jaga wibawa Putri, Cakra berdiri jaga jarak sekitar satu tombak atau sekitar dua meter dari Putri. Tentu saja Cakra harus menjaga wibawa seorang Panglima Tertinggi Kerajaan. Lebih lebih Cakra dikerajaan hanya prajurit yang berpangkat perwira biasa. Belum terlalu tinggi.
Semua orang termasuk ayahandanya belum tau hubungan nya dengan putri.
Menyadari Cakra menjauh
tangan Putri bergerak gerak gelisah mencari tangan Cakra. Melirik Cakra yang ternyata berdiri agak menjauh beberapa meter darinya.

"Cakra....! Jangan jauh jauh! grogi ini..." bisik Putri penuh penekanan. Artinya berbisik tapi berteriak.

Cakra mendesah.
"Kamu ini Panglima Tertinggi, adik Baginda raja! semua orang takut padamu kenapa malah grogi?" sahut Cakra gemas.

"Ini pertama kali aku ketemu calon mertua" kata Putri cepat cepat. Ngakunya grogi tapi Pede banget.
Pandangannya lurus kedepan. Memaksakan tersenyum kearah ayah ibu Cakra yang sudah berdiri didepan pintu. Maksud hati ingin tersenyum manis, tapi karena dipaksakan malah jadi kaya orang meringis. Untung cantik, jadi meringisnya ya tetap cantik.
"Lagian aku datang sebagai calon mantu bukan Sebagai Panglima" bisik Tribuana disela sela gigi. Takut terdengar ayah ibunya Cakra.
Cakra terkekeh kecil. Melangkah kedepan mengabaikan sang putri.

"Cakra!! tunggu aku" buru buru Tribuana menyusulnya.

"Ayahanda... Ibunda, saya kembali" kata Cakra sambil memberi hormat khas kerajaan.

"Tuan Putri, kenalkan ini  ayahanda dan Ibunda hamba" ujar Cakra formal.
Dalam hati Putri kesal dengan Cakra. Tapi dia memberikan senyum terbaiknya untuk Adipati dan Gusti Sekar Arum.

"Selamat datang dikediaman hamba Gusti Putri, anugrah apa yang diberikan Dewata sehingga Tuan Putri sudi berkunjung, ini benar benar kehormatan bagi kami Tuan Putri".  Sambut sang Adipati.

"Eh... . iya" jawab Putri kaya orang bego. Tersenyum grogi. Pengen banget megang tangan Cakra biar ga kelihatan groginya. Tapi Cakra satu meter disampingnya. Kejauhan.

"Awas kamu nanti" bisik hati Putri kesal.

"Ternyata benar kata para dayang, ternyata Gusti Putri cantik sekali, perkenalkan hamba Sekar Arum Ibunda Cakradara, puji Ibunda Sekar Arum tulus sambil memperkenalkan diri.

"Eh..iya Ibunda ...eh Gusti ...eee..ee .... Tribuana benar benar grogi hingga bingung harus memanggil ibunda Cakra apa.

"Gusti Putri, jika berkenan panggil saja saya Bibi, karena masih bertalian darah" ucap Gusti Sekar Arum.

"Iya bibi" akhirnya Putri bisa ngomong benar.

"Mari masuk Tuan Putri. Cakra! ajak Tuan Putri kedalam". Kata sang Adipati.

"Mari masuk Tuan Putri" kata Cakra penuh penekanan seolah mengejek kekasihnya itu.

Tribuana menatap nya sebel.
"Awas kamu" bisiknya pelan. Tidak terdengar ayah ibu Cakra, tapi cukup terdengar di kuping Cakra. Cakra terkekeh kecil. Tanpa disangka meraih tangan Putri menuntunya masuk kedalam.
Perasaan Tribuana saat ini? Seperti orang tenggelam dan menemukan pelampung. Jarinya menggenggam erat jari Cakra.
Sementar Ayahanda dan ibunya berjalan didepan.

_________
Vote share and komen kakak
Biar semangat updatenya. Makasih.

Dyah Tribuana Tunggadewi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang