Gajah Mada dan Mata Sendu Sang Dayang

1.2K 102 1
                                    

"Selamat datang di Kadipaten Tumapel Panglima Gajahmada." Sapa ramah Adipati Rangga Wisesa.

Sepertinya ini hari yang penuh anugrah bagi kadipaten Tumapel. Hari ini kembali kadipaten Tumapel kedatangan orang besar dari kerajaan. Gajahmada adalah pembimbing Tribuana dalam bidang pemerintahan sekaligus wakil Tribuana dalam bidang keprajuritan. Perawakannya tidak tinggi tapi juga tidak pendek. Tidak jelek tapi juga tidak ganteng. Tubuhnya berotot khas prajurit kerajaan. Meskipun lebih tua dari putri Tribuana kedudukannya adalah wakil panglima tertinggi. Dia adalah panglima tertinggi kedua setelah Tribuana.
Belum tua tua amat sih orangnya, Tapi jasanya kepada Majapahit sangat besare. Dia sering terjun langsung digaris depan menumpas pemberontakan.  Jasanya sangat besar hingga karirnya di kemiliteran melejit. Dia adalah anak didik Arya Wiguna.
Sama seperti Arya Wiguna, Gajahmada lahir dari golongan rakyat jelata. Tapi karena kehebatannya dia membawahi beberapa Raden anak pejabat. Termasuk Raden Samba dari kesatuan Bayangkara.

Cakra sendiri cukup akrab dengan Raden samba, entah kenapa jika bertemu Raden samba Cakra ingat negara Brazil. Sebuah negara dimasa depan.
Tapi dengan panglima Mada, jujur saja Cakra tidak begitu suka. Bukan karena alasan karena dia kenal Putri lebih dulu, apalagi cemburu, tapi lebih karena buku sejarah yang dia pelajari waktu hidup di masa depan. Cakra terlanjur tidak suka dengan konsep penyatuan Nusantara ala gajah Mada. Penuh dengan pertumpahan darah.
Gajahmada adalah pahlawan Nasional Indonesia, jasanya menyatukan Nusantara, terkenal dengan sumpah Palapa.

Menyatukan Nusantara apanya?

Bagi Cakra itu bukan penyatuan tapi penjajahan. Menyerang Bali, menyerang leluhur prabu Siliwangi dan penyerangan penyerangan lainnya. Tanpa kerja keras gajahmada saat ini mungkin Indonesia hanya sebatas sebagian pulau Jawa atau bahkan mungkin tidak ada Indonesia.
Itu pikiran Cakra saat ini, dia tidak tau kelak dia menjadi salah satu penasehat Gajahmada meskipun dia lebih muda.
Baik saat ini dia dan Gajahmada masih sama-sama muda, sama sama tidak tau apa yang terjadi dimasa mendatang. Hanya saja Cakra sudah lebih dulu tau bocorannya, karena dia pernah hidup jauh dijaman Modern. Cakra sudah dapat kisi-kisi jawaban segala persoalan Majapahit.

"Terima hormat saya Kanjeng Adipati dan Gusti Adipati" Balas Gajahmada.
"Terima juga hormat saya Tuan Putri dan Raden Cakra"

Tribuana yang masih sok sok'an ngambek pada Cakra memilih berdiri disamping calon ibu mertuanya, bibi Sekar Arum.
Sedangkan Cakradara berdiri di sebelah Ayahandanya.

Setelah saling hormat merekapun masuk kedalam pendopo agung. Sebuah ruangan yang luas yang banyak menampung untuk banyak orang. Dipendopo agunglah pertemuan pertemuan penting kadipaten sering dilakukan. Kenapa pendopo agung? Karena sepertinya kunjungan Gajahmada bukan urusan pribadi tapi urusan negara.
"Mohon ijin Gusti Adipati." ucap Gajahmada. "Saya ingin berbicara dengan Tuan Putri."

"Oh, silahkan" ucap sang Adipati.
Tentu saja Adipati tidak perlu menyingkir, dia kan yang punya rumah.

"Panglima mada, ada kabar apa di istana? bagaimana panglima mada tau saya disini? dan bagaimana kabar Raka Prabu,  Ibunda dan Dinda Dyah Wiyat?."
Tribuana sengaja menjamak pertanyaan supaya ringkas.
"Kabar Gusti prabu dan bunda suri Serta Tuan Putri Dyah Wiyat sehat wal Afiat tuan Putri. Hanya saja Gusti prabu agak gerah (sakit) sedikit. "

"Oh .... semoga cepat sembuh" tukas Tribuana.
Meski putri akan membela mati matian sang Raja, namun sebenarnya hubungan persaudaraan mereka tidak begitu bagus. Putri membela kakandanya hanya sebatas membela sebagai seorang raja. Sama sekali tidak ada raut khawatir pada Putri.

"Saya tau Gusti Putri disini dari panglima bibi Ranggawuni" terang Gajah Mada menjawab keinginan tahuan Putri.

Oh jadi, guru ada di istana?"

"Benar Tuan Putri".

Tiba tiba Tribuana khawatir kedatangannya ke Tumapel menjemputnya, jangan jangan ada Raja atau pangeran dari negara lain yang ingin melamarnya?. Untuk pertama kalinya Putri kawatir.
"Ada keperluan paman menyusulku?"
Tribuana menyesal kenapa tadi tidak duduk disebelah Cakra. Untuk saat saat seperti ini dia butuh menggenggam tangan Cakra.
Sementara itu Gusti Adipati Rangga Wisesa dan Cakra hanya menyimak percakapan dua jendral tertinggi Majapahit tersebut. Sedangkan Gusti Putri Dyah Sekar Arum masuk kediaman menyuruh juru Dayang dan Mbok mban untuk menyiapkan jamuan.

"Kedatangan saya kesini untuk memastikan tuan Putri aman,_pandangan gajah Mada beralih ke Adipati_ "mohon maaf Gusti Adipati bukanya saya meragukan Gusti Adipati, tapi memang itu tugas saya."
Tentu saja Gajahmada cukup kawatir, kepergian Tribuana kekadipaten lain tanpa sepengetahuan Istana sangat berbahaya. Saat ini banyak Kadipaten yang tidak begitu puas dengan istana. Bisa saja keberadaan Gusti Putri Dyah Tungga Dewi dimanfaatkan Kadipaten untuk Makar. Lain halnya jika Tuan Putri tetap tinggal dihutan bersama Panglima Ranggawuni.

"Oh tidak apa apa Panglima Mada, saya mengerti. Tapi percayalah, Tuan Putri aman diKadipaten, Tuan Putri tamu kami, Tuan Putri bebas memutuskan kapan mau pulang atau ingin tinggal."
"Penjagaan Tuan Putri juga sangat ketat dilingkungan istana dan tempat tinggal Tuan Putri" Sambung Adipati.
"Syukurlah Gusti Adipati" jawab Mada.
"Saat ini mengingat kesehatan Gusti Prabu yang terganggu maka Ibu suri Rajapadmi menginginkan Tuan Putri untuk menghadap."

Putri menarik nafas lega, setidaknya Gajahmada tidak datang dengan membawa surat lamaran. Mungkin setelah ini putri akan kembali ke Majapahit dan mengumumkan menutup sayembara yang dulu dia buat. Baginya Putri sudah mendapatkan pemenangnya. Dan pemenangnya adalah Cakra. Beruntung sekali Cakra, dia menang sayembara tanpa ikut bertanding.
Sementara itu di sebelah kanan Gusti Adipati, Cakra ikut menghembuskan nafas lega. Sepertinya Cakra mempunyai pemikiran yang sama dengan putri.

Setelah mengutarakan maksud dan tujuannya, mereka pun ngobrol mgalor ngidul. Saling menanyakan kabar teman atau kerabat. Suasana tampak akrab dan gayeng. Hingga datanglah para Dayang berdiri berjejer menghaturkan suguhan aneka hidangan camilan dan minuman.
Para dayang dengan anggun menghaturkan suguhan ringan seperti tiwul dan lempar, makanan khas dan terenak pada jamannya, jaman Majapahit.

Sebagai seorang pemuda jomblo tentu saja Gajahmada melirik lirik para Dayang tersebut. Ada yang tua ada yang muda, ada yang pesek ada yang mancung, dan ada yang cantik ada juga yang biasa biasa aja.

Siapa tau ada yang jomblo?

Namun tiba tiba pandangan Gajahmada terperangkap pada mata salah seorang Dayang berbaju merah. Sorot matanya terlihat sendu. Seperti ada beban dalam hidupnya. Tidak terlalu cantik tapi juga tidak terlihat jelek. Tangannya sedikit gemetar waktu menyuguhkan makanan sejenis apem. Mungkin grogi. Gajah Mada mengalihkan pandangannya kedepan tersenyum ramah kepada Adipati yang menawari minuman. Tapi pandangan hatinya seperti terperangkap dalam mata sendu sang Dayang yang sudah masuk kedalam.
Ingin sekali.... Rasanya Gajahmada ingin sekali menghapus kesenduan mata sang Dayang.

________________
Hi riders.. kisah ini fiktif ya .. Jangan terlalu dibanding bandingkan dengan kisah Gajahmada yang asli.  Jangan lupa like dan komen jika kamu suka.

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now