Isi Hati Sang Putri

1.3K 101 1
                                    

Apakah ada yang meragukan Tribuana?
Masih muda, cantik, jago bertarung, ahli siasat dan strategi. Semua orang tunduk padanya.
Bahkan Gajahmada yang notabene adalah pembimbingnya dalam strategi bisa kena jebakannya. Untung jebakannya jebakan cinta.
Akhirnya Gajahmada mendapatkan jodohnya.

Semua senang.
Gajahmada senang, Cempaka senang, Putri juga senang, Cakra yang bingung. Sebegitu seriusnya Putri jadi comblang untuk Gajahmada dan Cempaka.

Tapi entah kenapa setiap bersama Cakra otak Putri serasa tumpul.
Dia hanya menginginkan Cakra. Dia bisa menjadi seorang yang cerdik nyaris licik untuk menyingkirkan siapapun yang berpotensi merebut hati Cakra. Putri tidak akan memberi peluang pada gadis manapun yang bisa membuat hati Cakra berpaling.
Seperti Cempaka misalnya.
Tentu saja dia jauh segala galanya dari Cempaka.
Lebih cantik  sudah jelas!.
Lebih di Cintai Cakra itu pasti!

Tapi tetap saja Putri tidak mau memberi peluang sedikitpun kepada Cempaka untuk mendapatkan perhatian Cakra.

Mungkin Cakra tidak tertarik dengan Cempaka. Namun tetap saja Cempaka sudah lebih dulu merebut perhatian Cakra sejak kecil. Cakra yang menemani Cempaka bermain, Cakra yang menjaga Cempaka, Cakra yang menghibur Cempaka ketika sedih.
Setelah dewasa Cempaka yang menyiapkan segala keperluan Cakra, Cempaka tau betul makanan apa yang di sukai dan tidak disukai Cakra.  Bahkan Cempaka yang selalu merindukan Cakra ketika Cakra tidak ada.
Tribuana iri!.
Hatinya tidak rela ada orang yang lebih tau tentang Cakra selain dirinya.  Ada yang  lebih mencintai Cakra melebihi cintanya pada Cakra. Cakra miliknya seorang.
Dia memang sempat marah dan kesal setengah mati waktu tau Cempaka dekat dengan Cakra. Tapi itu hanya marah. Tidak ada alasan untuk membenci Cempaka.
Tribuana bisa saja mengabaikan Cempaka, namun kehadiran panglima Gajahmada merubah segalanya.
Ketika Cempaka menyuguhkan hidangan, Tribuana jelas melihat bagaimana tatapan Wakilnya dikeprajuritan tersebut. Seperti pandangan Cempaka kepada Cakra waktu di ruang makan. Seperti itu pandangan Gajahmada terhadap Cempaka. Dan ini adalah peluang manis. Dia bisa mengalihkan perhatian Cempaka dari Cakra, dia juga bisa membantu Gajahmada untuk mendapatkan cintanya.
Dan hanya dia.....,  hanya Tribuana seorang yang boleh menatap Cakra dengan tatapan cinta. Tidak Cempaka yang sudah lebih dulu merebut perhatian Cakra.

Putri Sadar cintanya kepada Cakra seperti sudah akut. Tapi Tribuana tidak perduli.
Dan sepertinya tidak ada yang salah dari keinginannya tersebut.
Cempaka mencintai Cakra dan sedikit saja Cakra "terpeleset" bukan tidak mungkin Cempaka bisa mendapatkan Cakra. Jadi selir misalnya. Tribuana menggertakkan giginya membayangkan Cakra berani mengambil selir.
Mungkin benar sejarah yang pernah diceritakan Cakra. Bahwa kelak Cakra yang jadi suaminya. Walaupun ada nama kertawardana. Namun dalam bayangan Tribuana kertawardana tidak pernah ada. Bahkan sangat mengherankan bagi Tribuana dia bisa mencintai laki laki lain selain Cakra. Jika perlu Tribuana akan menghabisi kertawardana jika bertemu dengannya. Dia tidak Sudi jatuh hati selain kepada Cakra.

Tidak boleh ada Cempaka dan tidak boleh ada Kertawardana!.

Tribuana tidak sadar bahwa sebentar lagi Kertawardhana seseorang yang dia benci meskipun dia belum mengenalnya akan menemuinya.
Tidak lama lagi, karena takdir memang menjodohkannya dengan Kertawardhana. Dan dia akan senang hati menerimanya.

"Kamu mau berangkat besok, kenapa sepertinya sudah merindukanku sekarang. Kita belum berpisahkan?" Cakra menjajarkan dirinya duduk dengan Putri yang tampak melamun duduk di teras pendopo.
Pandangan Putri lurus ke depan, menatap kesibukan para Dayang dan beberapa abdi dalem yang entah memikul sesuatu dan memasukkan kedalam kereta.
Mereka mempersiapkan keberangkatan Gajahmada Cempaka dan dia besok. Beberapa pengiring akan mengawal mereka.

"Eh, Cakra" Putri sedikit terkejut.
Kemudian tanpa sadar duduk merapat kearah Cakra.
Tidak mengatakan sesuatu, dia hanya diam, kepalanya bersandar dipundak Cakra. Menikmati kebersamaan terakhir mereka di Tumapel.
Iya, setelah segala ritual tetek-bengek perkawinan Gajahmada dan Cempaka akhirnya Putri memutuskan untuk kembali ke istana. Bagaimanapun ibu suri Rajapadmi memanggilnya menghadap.
Cempaka bersama ibunya ikut diboyong Gajahmada.
Mereka baru seminggu menikah. Pada dasarnya Gajahmada adalah anak yatim-piatu. Dia datang dari kawasan pantai wono! wilayah yang sangat jauh dari Trowulan dan Tumapel. Jauh di pesisir pantai selatan.
Jadi ketidak hadiran keluarga Gajahmada tidak begitu dipermasalahkan.

Gajahmada meminta bantuan Adipati Rangga Wisesa untuk memohon ijin menikah dan menyerahkan sementara kepemimpinan kepada salah satu Senopati kepercayaan yang bernama Ra kembar.
Adipati Rangga mengutus Senopati Danurejo untuk menyampaikan surat pesan Gajahmada.
Tak disangka Senopati Danurejo Datang bersama Senopati Ranggalawe dan beberapa Senopati lainya. Dan menjadi saksi pernikahan Gajahmada. 
Saat ini mereka sedang siap berkumpul di salah satu barak prajurit.

"Cakra?"

"Mmmm?"

"Tidak menyangka ya, Cempaka berjodoh dengan Panglima Mada?"
Cakra mengulas senyum.

"Apa kamu sekarang lega?" Pancing Cakra.

"Kamu sendiri?" ternyata kecerdasan Putri tidak benar benar hilang jika bersama Cakra. Dia tau dia dipancing Cakra untuk membeberkan maksud dan tujuannya menjodohkan Gajahmada dan Cempaka.

Cakra mengakat bahu.

"Aku tidak pernah perduli, ya tentu saja aku senang temanku mendapatkan suami yang terbaik, bahkan jauh lebih baik dari aku, tapi tujuanku jelas, .... Cakra menghentikan ucapannya.
Tribuana mengakat kepalanya dari pundak Cakra, menatap wajah kekasihnya dengan pandangan bertanya.
" Aku dilahirkan kembali dengan tujuan untuk menikahimu dan memberikan kamu anak anak yang lucu dan menurunkan raja raja besar Majapahit" terang Cakra.

Hati Tribuana terasa hangat. Memeluk erat lengan kekar Cakra dan kembali menyenderkan kepalanya di bahu Cakra.

"Aku sudah berbicara dengan ayahanda dan Ibunda. Mereka sepakat akan segera ke istana dan melamarmu untukku".
Hati Tribuana semakin hangat
Tidak mampu berkata kata. Tapi air mata bening terasa menggenang di pelupuk mata.

"Kenapa?, Apa terlalu cepat?" Tanya Cakra agak bingung dengan sikap diam dan air mata Tribuana.
Dengan lembut Cakra mengusap air mata tersebut.
"Aku bahkan tidak sabar menanti kedatanganmu" suara suara Putri nyaris berbisik.
Cakra tersenyum.
"Putri kamu tau kenapa aku buru buru ingin menikahimu?"

"Kenapa?" Tanya Putri penasaran.

"Aku penasaran dengan pertanyaamu dikebun Taman Obat dua Minggu yang lalu waktu kamu menanyakan tanaman obat panu" jawaban Cakra diluar dugaan Putri.
Membuat Putri menatap Cakra dengan penasaran.

"Aku sangat ingin tahu bagian tubuh kamu yang ada panunya. Jika tidak segera menikahimu aku tidak akan pernah melihatnya" Cakra menahan senyum jahil tapi gagal.
Putri menatapnya melotot. Namun tetap terlihat manis.
Gemes campur kesel.

"Cakra!!! tidak ada panu di manapun dibagian tubuhku!" siap siap memukul Cakra. Tapi Cakra keburu menangkap tangan Putri.
Tertawa kecil melihat wajah merengut Putri.

"Dasar mesum!" sungut Putri.  Wajahnya memerah tersipu malu.

Seandainya saat ini tidak diteras pendopo mungkin mereka sudah "beradu mulut" mesra. Untung lagi banyak prajurit dan hulu balang berjaga jaga mengingat banyak orang penting dari istana pusat.

Cakra menggenggam erat tangan Putri, jari jemari mereka bertaut mesra. Bergandengan tangan menuju taman menikmati sore hari.

Entah mau ngapain mereka sore sore menuju taman. Padahal ditanam sepi tidak ada Dayang maupun tukang kebun.

             _______________

Dyah Tribuana Tunggadewi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang