Prajurit Istana

1.4K 121 1
                                    

Kota Praja memang ramai. Tapi jangan dibandingkan dengan ramainya kehidupan kota di jaman modern semasa Cakra hidup dimasa depan.
Saat ini Cakra sedang memasuki gerbang Istana. Banyak Prajurit yang berjaga dan berkeliaran didepan Gerbang. Para pendatang yang mau masuk Istana tentu melewati beberapa penjagaan dan pemeriksaan yang ketat. Maklumlah, namanya juga Istana Kerajaan. Didalam istana yang sangat luas itu terdapat kediaman Raja, Patih dan segenap Pejabat Kerajaan. Seperti para menteri kalau dimasa sekarang.
Untuk Barak para Prajurit ditempatkan di area luar istana. Terdapat banyak barak Prajurit yang mengelilingi Istana. Tentu saja tujuannya adalah untuk melindungi Istana jika mendapat serangan dari musuh.
Sedangkan Barak prajurit pasukan khusus Bayangkara berada didalam lingkungan Istana. Disana para Panglima dan Senopati Tumenggung tinggal. Mereka yang tinggal di Barak dalam Istana adalah para Prajurit yang sudah benar benar terpilih dan teruji.
Mereka adalah yang terbaik dari yang terbaik. Tugasnya jelas! Melindungi Raja dan keluarga kerajaan tanpa bertanya.
Sabdo pandito Ratu.
Perkataan Raja adalah Perkataan Tuhan.

***

Cakra menghentikan Kudanya tepat di depan pos pemeriksaan pertama. Tidak perlu repot repot turun. Cukup mengacungkan Plakat atau semacam identitas yang terukir dalam kepingan Perak yang menandakan dia adalah anggota Istana dengan status Raden.
Plakat emas murni hanya dimiliki Raja, istri raja, dan putra putri Raja. Selain itu bervariasi. Bahkan Patih sekalipun plakatnya hanya Perak bersepuh Emas.

Melihat plakat tersebut, para prajurit langsung membungkuk hormat. Beberapa prajurit yang pernah bertugas di Tumapel bahkan mengenali Raden Cakradara. Mereka membuka jalan mempersilahkan Cakra untuk memasuki Istana.
Didalam istana Cakra disambut para prajurit yang lebih tinggi pangkatnya. Tampak beberapa tamu Istana diarahkan para penjaga sesuai keperluan.

"Mohon ampun Raden, Raden dari Kadipaten mana?" tanya prajurit yang bertugas sebagai pendata tamu Istana.

"Saya dari Tumapel, saya ingin bertemu Paman Ranggalawe Sampaikan pada Paman Ranggalawe, keponakannya dari Tumapel ingin menghadap".

"Baiklah Raden, kami akan mengantar Raden kekediaman Senopati Ranggalawe mari Raden".

Dengan sopan dua orang Prajurit penjaga mengiring dari depan dan belakang Cakra. Tentu saja para prajurit tidak mau ambil resiko melepas tamu Istana berkeliaran sendirian didalam Istana. Demi keamanan kerajaan tentu saja. Siapa tau para tamu itu ada niat tidak baik di Istana. walaupun itu adalah kerabat Istana sekalipun.

***

"Bagaimana kabar Dimas Rangga Wisesa?" Tanya Ranggalawe ketika Cakra sudah disambut hangat sang Paman.

"Ayahanda dan Ibunda sehat Paman. Titip salam untuk Paman"

Ranggalawe manggut-manggut. Menatap kagum keponakanya.

"Baiklah Cakra, kamu istirahat dulu. Aku akan mendaftarkan kamu jadi salah satu prajurit.
Kami harus melewati beberapa ujian untuk bisa menjadi Senopati disini"

"Saya siap Paman!" jawab Cakra mantap.

Cakra sebenarnya ingin sekali bertanya tentang keberadaan Tribuana Tunggadewi, namun Cakra menahan keinginan tersebut. Masih ada waktu untuk bertemu Tribuana.
Cakra hanya perlu waktu sedikit bersabar.

***

Mengingat Cakra adalah kerabat Kerajaan, Cakra diperkenalkan oleh Ranggalawe dengan para kerabat Istana.
Meskipun masih saudara Raja, Cakra termasuk saudara jauh. Ayahanda Mendiang Prabu Raden wijaya yang bernama Lembu tal adalah kakak dari kakek Ibunda Cakra Dyah Ayu Sekar Arum.
Jadi kedatangan Cakra tidak begitu diketahui Istana, apalagi kedatangan Cakra juga tidak bermaksud untuk bertamu. Tapi untuk mendaftar menjadi Prajurit istana.
Namun ternyata keberadaan Cakra mengusik Rajapadmi. Dia adalah Ibunda Dyah Tribuana.
Rajapadmi sendiri hampir seusia Ibundanya, dan ternyata Rajapadmi mengenal Ibundanya.

"Kamu mirip dengan Ibunda kamu Cakra, tidak kusangka nyimas Sekar Arum mpunyai anak perjaka segagah dan seganteng kamu" ujar Ibu suri Rajapadmi. Oh ya, panggil saja aku bibi"

"Terima kasih atas pujiannya Bibi, bagaimana kabar Bibi?"

"Kabarku baik cah Bagus, hanya saja kadang kadang sakit gigiku kumat, rasanya menjengkelkan sekali kalau kumat"

"Jika kumat coba ditetes getah dari pucuk Kamboja Bibi, mudah mudahan sembuh selamanya" saran Cakra.

"Benarkah Cakra?" tanya Rajapadmi antusias.

"Mudah mudahan Bibi" jawab Cakra. Sebenarnya sih Cakra ga yakin kalau getah daun Kamboja bisa menyembuhkan sakit gigi.

Rajapadmi adalah istri ke-empat Mendiang Prabu Raden wijaya, dari Rajapadmi prabu Raden Wijaya dikaruniai dua orang putri yaitu Dyah gitareja dan Dyah Wiyat.

Hari berikutnya, Cakra resmi di terima sebagai Prajurit istana. Dan benar saja, karena koneksi orang dalam, dengan mudah Cakra bisa diterima sebagai salah satu prajurit pilihan yang otomatis lolos sebagai kepala Prajurit. Tentu saja mengingat statusnya sebagai seorang Raden. Namun untuk bisa menjadi seorang Senopati yang membawahi banyak pasukan tetap saja Cakra harus menunjukkan kemampuan dan kemajuannya. Apalagi untuk bisa menjadi seorang Panglima tentu itu lebih sulit lagi. Bahkan seorang panglima dijabat tidak harus dari kerabat Istana, bisa saja dari Senopati pilihan yang mempunyai kemampuan dan jasa yang besar terhadap Istana. Jabatan Panglima Tertinggi saat ini dijabat oleh seorang pemuda bernama Gajah Mada. Usianya bahkan belum genap 25 tahun. Jasa terbesarnya menumpas pemberontakan Kuti. Usianya masih muda, cuman selisih dua tahun dari Cakra.
Gajahmada sendiri mewakili Panglima Dyah Tribuana Tunggadewi yang sedang berguru kepada Bibik Ranggawuni.

Cakra terkejut dengan informasi yang dia dapat.
Merasa kecewa karena ternyata Putri atau Tribuana sedang tidak ada di Istana. Yang lebih bikin kecewa hanya Gajahmada saja yang tahu dimana keberadaan Tribuana Tunggadewi.
Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Cakra sudah terlanjur diterima menjadi Prajurit di istana. Dia harus menyelesaikan pendidikannya untuk bisa mendapatkan kenaikan pangkat sebagai Senopati.
Cakra yakin waktunya bertemu dengan Tribuana tidak lama lagi. Cakra hanya perlu menunggu dan bersabar.

********()()()*********

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now