Sebuah Doa

1.9K 140 3
                                    

Duduk berdua diteras rumah. kedua tangan saling terpaut mesra. Menatap Bulan purnama. Sudah tidak ada rasa canggung diantara mereka.

"Cakra, apakah ada kemungkinan jika sejarah yang ditulis itu salah?" tanya Tribuana.

"Sejarah Majapahit?" tanya Cakra sambil menoleh Putri yang sekarang sudah resmi menjadi Kekasihnya itu.

"He em"

Menatap wajah Tribuana yang tersiram sinar bulan membuat Cakra mengerjap.

"Sejarah ditulis berdasarkan peninggalan dan Prasasti, jadi secara garis besar hampir sama, tapi mungkin detailnya bisa berbeda" papar Cakra.

"Maksudnya?"

"Adalah benar jika Majapahit itu ada, adalah benar jika kamu, Hayam wuruk itu ada, tapi bagaimana cara menjalani kehidupan, itu yang kita tidak tahu. Seperti kamu contohnya... seorang calon Ratu besar Majapahit malah berkeliaran dimasa depan mencintai manusia lemah sepertiku" nada bicara Cakradara seolah prihatin.

"Huh...." Tribuana mendengus.
Cakra dara mempererat genggaman tangannya. Halus banget tangan Putri.

"Putri.... tetaplah disini, jangan pernah berfikir kembali ke masa lalu" pinta Cakra sungguh sungguh.

"Jujur saja aku ingin sejarah itu memang keliru"
Tribuana menyandarkan kepalanya dipundak Cakra.

"Atau sebaliknya, kita sama sama kembali ke masa lalu? jujur aku sempat curiga kamu juga berasal dari masa lalu" aku Tribuana.
Cakra tertawa.

"Jika aku dari masa lalu, mungkin aku yang menyelamatkan kamu dari goa, bukan sebaliknya".
Mereka berdua tertawa, mengingat maut yang sudah didepan mata, nyaris saja mereka tertimbun bebatuan reruntuhan Goa.

"Apakah orang orang jaman dahulu itu sakti sakti? terus bagaimana kamu bisa terbang seperti itu?" tanya Cakra penasaran.

Tribuana tersenyum.

"Tidak semua orang sakti, dan aku juga tidak bisa terbang. Itu namanya ilmu meringankan tubuh, semakin kamu bisa mengendalikan daya tarik tubuh, maka lompatan kamu bisa semakin tinggi hingga tampak melayang diudara" jelas Tribuana.
Cakra menoleh bermaksud memandang Tribuana, namun karena Tribuana enggan mengangkat kepalanya yang menyandar dipundak Cakra, pipi Cakra menempel dihidung Tribuana. Terasa halus hangat dan memikat.
Buru buru Cakra menatap lurus kedepan. Sungguh konyol dia masih merasa malu bersentuhan pipi dengan Tribuana.
Padahal beberapa menit lalu mereka berciuman bibir, merasakan bibir kenyal dan hangat Tribuana.
Sebagai gantinya Cakra mengangkat kedua tangan mereka yang masih saling genggam.

"Padahal tangan sehalus ini, bagaimana mungkin bisa menyimpan kekuatan yang dasyat?" Ucap Cakra terkagum kagum.Tribuana menatap lembut Cakra, mendesah pelan sebelum menjelaskan.

"Apa kamu lupa aku ini juga putri kraton tau... tentu saja aku mendapat perawatan terbaik dari para Dayang Dayang Istana. Aku hanya bosan saja terus diistana, Guruku  Ranggawuni yang mengajari semua ilmu kanuragan dan kesaktian" jelas Tribuana. "Dan aku ini juga salah satu panglima Kerajaan" lanjut Tribuana.

Tribuana membeku, merasakan kehadiran seseorang.
Kemudian mendesah, menarik tangannya dari Cakra dan menggeser tubuhnya yang rapat dengan Cakra sedikit menjauh.

Cakra sedikit kaget namun segera memaklumi ketika si mulut lancip adiknya muncul dari dalam.

"Pacaran teruuuuuussss...., tadi aja ngambekan sekarang mesra mesraan!" gerutu Ana.
Tanpa permisi langsung duduk ditengah tengah antara Tribuana dan kakaknya.

"Masuk lo bocah!" sungut kakaknya.

Ana menatap kakak ya sengit.

"Tak bilangin Mama loh!"

"Jiah, ngancam! kakamu ini udah Jomblo 22 tahun, memang sudah seharusnya punya pacar!."

Tribuana tersenyum geli melihat perdebatan kakak beradik tersebut. Mau tidak mau dia teringat Dyah Wiyat, adiknya. Dia sangat sayang Dyah Wiyat, namun tidak sedekat Cakra dan Ana. Dyah Wiyat benar benar berjiwa Putri Keraton, sedangkan dia suka mengembara.

****

Mereka bertiga ngobrol sambil memandang Rembulan. Ana yang tengil dan ga tau diri duduk ditengah tengah mereka. Namun dibelakang Ana, tangan Cakra dan Tribuana saling bertaut mesra.

Saat ini Tribuana merasa hidupnya benar benar bebas. Dia tidak pernah merasakan kebebasan seperti ini. di Istana semua orang tunduk dan menjaga jarak semuanya. Tidak ada yang berani menatap matanya, semua menunduk takut dan hormat. Namun bersama Cakra Mama dan Ana, tidak ada jarak diantara mereka.
Diam diam Tribuana berdoa semoga sejarah itu keliru. Dia rela tidak kembali kemajapahit, dia rela kehilangan status Putri Kerajaan dan dia juga rela kehilangan gelar Ratu demi bisa tetap bersama Cakra.
Mungkin keluarga Istana akan kehilangan, tapi mereka akan baik baik saja karena sudah terbiasa dia tinggal pergi.

__________________________
vote share komen sangat saya harapkan kakaaaak.. 😚😚

Dyah Tribuana Tunggadewi Where stories live. Discover now