Curhatan Putri

1.1K 106 2
                                    

Cakra duduk gelisah di sudut ruang yang berfungsi sebagai perpustakaan pribadi. Pandangan matanya berlagak membaca sesuatu diatas meja, tapi jelas mata dan fikiranya tertuju di kamar putri Tribuana yang tertutup rapat. Entah mengadu apa pacarnya pada ibunya, Cakra tidak mendengar suara apapun.

Sepertinya putri tipe cewek pengadu.
Batin Cakra kesal.

"Bibi, ternyata Cakra punya kekasih lain selain saya!" Putri mulai mengadu. Terlihat kesal.
Jelas Putri ingin tau lebih banyak tentang Cakra dan Cempaka dimasa lalu. Hati putri terbakar cemburu buta.

Sekar Arum terkejut dengan perkataan Tribuana. Apalagi ada nada marah dalam nada suara putri Majapahit itu.

"Sepertinya terjadi salah faham Tuan Putri, mana mungkin Cakra punya kekasih lain?"  Sekar Arum berhati hati berbicara.
Bagaimanapun yang dihadapannya adalah Putri Raja Menjahit. Bukan orang sembarangan.
"E..eeeemm... sepertinya Cakra dekat dengan salah satu Dayang Bibi?." Putri to the poin.

Sekar Arum tersenyum, sebagai seorang wanita dia tau Putri sedang cemburu.
Soalnya dia juga sering mendampar suaminya jika matanya melirik wanita lain. Untunglah Rangga Wisesa termasuk suami yang takut istri. Dan Sekar Arum tau betul jika yang dimaksud putri adalah Cempaka. Karena hanya cempaka yang paling dekat dengan putranya Cakra.

"Mungkin maksud Tuan Putri Cempaka?."

Tuh kan bener! Panas bener nih ruangan!

Gerutu putri dalam hati.

"Dia hanya teman kecil Cakra. Jauh sebelum kenal Tuan Putri,  Cakra sudah berkali kali hanya ingin menikahi Tuan Putri."

"Ah yang bener Bibi?. Kan waktu itu saya belum kenal Cakra?." Tanya Putri penasarin. Sesaat perhatian Putri teralihkan.

"Iya benar, padahal waktu itu Tuan Putri mungkin masih anak anak. Cakra juga belum pernah kekota Praja, apa lagi bertemu Tuan Putri. Tapi sepertinya Cakra bertekad untuk mencari Tuan Putri suatu saat nanti" terang Sekar Arum.

"Masak sih begitu?" Tribuana menyembunyikan senyum. Hatinya berbunga. Ge_er nya mulai kumat.

Tapi tetap saja Cempaka!

Putri mencoba fokus.

"Tapi sepertinya Cakra perhatian dengan Dayang itu!" pancing Tribuana.
Tribuana memberikan penekanan ketika menyebut Dayang. Kesel bener dia jika ingat Cempaka.

"Tuan Putri, Cakra itu ganteng gagah, _Sekar Arum membanggakan putranya_ jangankan Dayang, banyak anak gadis pejabat Kadipaten yang naksir Cakra sejak dulu. Namun Cakra sama sekali tidak tertarik dengan mereka semua Lo" sambung ibu Cakra.

"Tuan Putri, gadis itu sejak kecil dirudung teman temanya, Cakra kasihan, jadi Cakra menolongnya. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Cakra tidak pernah berteman dengan siapapun, dia menutup diri sejak kecil tapi dia berteman dengan Cempaka karena kasihan. Percayalah Tuan Putri, Tidak ada apa apa antara Dayang itu dengan Cakra. Saya pernah menanyakan langsung soal itu, tapi Cakra dengan tegas mengatakan bahwa dia tidak ada hubungan apa apa dengan Cempaka, dia bersikukuh ingin mendapatkan Tuan Putri, padahal saya sudah menasehatinya"

"Menasehati gimana maksud Bibi" tiba tiba Tribuana kawatir. Kawatir Bibi Sekar Arum tidak merestui hubungannya dengan Cakra.

"Eh...hanya nasehat biasa Tuan Putri, saya beri nasehat agar jangan terlalu berharap dengan Tuan Putri, karena saingan pasti banyak. Para pangeran istana dan Raja Raja Nusantara pasti banyak yang menginginkan Tuan Putri. Saya hanya takut Cakra kecewa karena dia hanya Raden biasa" terang Sekar Arum.

"Saya hanya menginginkan Cakra" gumam Putri tanpa sadar.
Buru buru membuang muka karena malu keceplosan bicara didepan Bibi Sekar Arum. Wajah putih bersihnya bersemu merah.

Sekar Arum tersenyum simpul.

"Tuan Putri, mungkin Tuan Putri tidak pernah menderita sejak kecil, semua orang tunduk dan hormat pada Tuan Putri. berbeda dengan Dayang tersebut, dia di musuhi teman temanya, tidak ada yang mau berteman dengannya karena dia hanya anak Dayang rendahan, sudilah Tuan Putri memaafkan Cempaka."

Tribuana mendesah, dia tau Cempaka mungkin tidak bersalah. Tapi hatinya panas melihat Cempaka menatap Cakra dengan pandangan yang berbeda.
Putri hanya ingin Cakra hanya milikinya, hanya dia yang boleh memandang Cakra dengan pandangan cinta. Cakra miliknya seorang.

"Iya bibi, saya hanya sedikit kesal" kata Putri akhirnya. Putri sadar dia tidak ada hak untuk membenci apa lagi menghukum Cakra hanya karena Cempaka mencintai kekasihnya.

Daripada kesal memikirkan Cempaka, Tribuana ingin tau kehidupan Cakra kecil, mengingat dia lahir dengan pikiran orang dewasa.

Sepertinya ini waktunya bergosip.
Dari dulu wanita memang paling hobi bergosip.

****

"Terima kasih Bibi sudah mau mendengarkan keluh kesah saya" ucap Putri sambil membuka pintu. Kemudian membungkuk hormat pada ibundanya Cakra. Dibalas anggukan hormat Sekar Arum.
Putri masih berlagak sedih. Sudut matanya  melirik Cakra yang jelas pura pura membaca sesuatu di lembaran daun lontar disudut ruangan.

Mungkin kitab Asmara.

"Tidak apa apa Tuan Putri, lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi" jawab sang ibu.
Cakra penasaran bener apa yang di obrolin Ibundanya dengan Putri. Tapi ibundanya sepertinya kurang berminat memberitahu Cakra, hanya tersenyum simpul kearahnya kemudian langsung masuk kedalam.
Gantian Cakra yang menatap Putri, berharap putri mau mendekat, tanpa sengaja saling bertatapan muka, Buru buru Putri melengos.

"Tuh ditungguin didapur"

Cakra tau Putri sudah tidak marah lagi. Dia hanya jaim aja.
Ya malu lah habis ngamuk ngamuk kok tiba tiba tiba "jual murah".

"Serius nih?" goda Cakra.

"Coba saja kalo berani?" Desis Putri.
Putri berjanji jika Cakra benar benar masuk dapur kali ini dia tidak akan menenggelamkan Cakra dan Cempaka di kali Brantas tapi di Laut kidul.

Biar ilang sekalian.

"Eeee... Putri?! Cakra mendekat. Kali ini Putri jaga jarak.

"Apa?!" Suara putri terdengar kesal.

"Permisi" goda Cakra.

Putri melengos langsung menutup pintu masuk kamar. Meninggalkan Cakra yang melongo didepan pintu. Dibalik pintu putri tersenyum senang. Hatinya berbunga-bunga.

"Putri" panggil Cakra pelan, tapi Cakra yakin Putri mendengar.

"Aku mau tidur lagi, aku ngantuk" jawab Putri masih sok jual mahal. Puas rasanya membuat Cakra serba salah.

Siapa suruh sok sok'an jadi pahlawan bagi Cempaka.

Cakra mendesah.  Melangkah keluar meninggalkan kamar Putri.
Sementara Putri dikamar,
mengintip Cakra yang melangkah meninggalkan pintu kamarnya.

Ih ... kok malah pergi ! gak peka banget! Awas aja kalau menuju dapur!.

Tapi Cakra memilih jalan jalan menghirup udara pagi sendirian.
Dia tau, paling sebentar lagi putri akan menyusulnya. Mana mungkin Putri manja itu betah lama lama berjauhan denganya. Batin Cakra percaya diri.
Sedangkan dikamar putri bingung bagaimana caranya kembali berdamai dengan Cakra. Mau langsung nyamperin Cakra tentu saja putri gengsi. Mau diam dikamar tapi putri kangen. Putri emang lebai.

============
Saya rasa kamu akan tertarik untuk buka bab selanjutnya.... Lebih seru dan bikin gemes...yuk subscribe dan like komen cerita ini yah....

Dyah Tribuana Tunggadewi जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें