💫20

88.7K 11.1K 1.2K
                                    

Terbangun dalam keadaan seluruh tubuh pegal, Ernest menguap. Setelahnya ia mengamati sekitar. Ruangan sempit yang sangat asing menurutnya.

Tersadar sesuatu, Ernest buru-buru bangkit.

"Eh udah bangun. Baru aja mau aku bangunin."

Suara yang berasal dari belakang membuat Ernest menoleh dan sudah mendapati Binar dengan rambut basahnya yang sesekali akan ia usap. Maklum ia tidak punya hair dryer.

"Pacar semalam mabuk, jadinya dibawa kesini deh." terangnya tanpa dipersilakan. Jaga-jaga, mungkin Ernest tidak ingat.

"Siapa yang nyuruh lo buat bawa gue kemari?" tanyanya tak santai. Binar mencebik dibuatnya.

"Aku juga dipaksa sama Kak Arian. Kalo gak, ogah juga aku susulin Pacar ke klub." jawabnya seraya berjalan ke arah dapur kemudian memeriksa apakah nasinya sudah matang atau tidak. Setelah memastikan nasinya matang, Binar membuka tudung saji dan terpampanglah beberapa lauk pauk yang sudah ia masak sebelum dirinya mandi.

Masih hangat dan pas untuk dimakan.

"Sarapan dulu yuk. Gak akan mengecewakan kok." tawarnya pada Ernest. Biarlah Binar baik sekarang ini, sebelum ia memeras Ernest kemudian pergi dari kehidupan pria itu. Membayangkannya saja membuat Binar tak sabar.

Ernest berdiri dan baru ia sadari bahwa dirinya tidur di sofa tak seberapa ini. Berjalan ke arah meja makan, Ernest mengambil tempat duduk yang langsung berhadapan dengan Binar. Nampak gadis itu sibuk mengambil sayur dari mangkuk.

Netranya lalu melirik menu yang Binar buat. Ada perkedel jagung, kangkung tumis, udang tepung, dan terakhir sambal bawang. Untuk ukuran sarapan pagi, makanan ini cukup berat menurutnya.

"Lo ada roti?" tanya Ernest sejenak menghentikan Binar yang ingin memasukkan suapa kedalam mulutnya.

"Gak ada. Udah makan aja. Jadi manusia tuh bersyukur karena masih diberi makan 3 kali sehari." paparnya dan kembali melanjutkan agendanya tadi.

Ernest diam kemudian mengambil piring dan satu sendok nasi. Binar yang melihatnya mencebik dalam hati, dasar orang kaya.

Berada dalam keheningan cukup panjang, menimbulkan kecanggungan tersendiri bagi Binar. Ernest hanya diam menikmati makannya. Benar-benar diam bahkan untuk memberi tanggapan atas masakannya pun tidak.

Akhirnya Binar memilih fokus pada makanannya tanpa mempedulikan Ernest dan sekitarnya.

Selang beberapa saat Binar hendak menambah porsi namun kegiatannya ia urungkan ketika makanan di depannya sudah raib meninggalkan bercak-bercak kuah dan bumbu. Matanya mengerjap beberapa kali. Melirik Ernest disebrangnya, pria itu dengan entengnya menandaskan air putih sambil tak lupa membersihkan mulutnya menggunakan tisu yang tersedia.

Gantian melirik binar, Ernest mengangkat sebelah alisnya. Seolah bertanya 'apa' melalui isyaratnya barusan.

"Pacar lapar atau rakus." celetuknya memasang wajah lugu.

Ernest menyerngit kesal. "Masakan lo yang terlalu sedikit. Dan siapa yang nyuruh lo taruh gue di sofa?" singgungnya. Binar menggigit bibir dalamnya.

Sudah diberi tumpangan tidur plus dikasih makan, Ernest masih selalu saja mencari-cari titik kesalahannya. Entah menjadi hobinya membuat Binar makan hati atau apa, tapi tetap saja Binar dirundung kesal. Tambah kesal karena tidak menyisakan sedikit makanan buatnya.

"Pacar semalam mabuk. Gak liat tv aku cemong gitu. Itu baru ruang tamu, kalo aku masukin Pacar di kamar, yang ada kamar rumah aku yang kehilangan temboknya," rutuknya meraih segelas air kemudian menandaskan secara kasar. "Pacar gila kalo lagi mabuk." tambahnya.

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Where stories live. Discover now