💫33

74.4K 11.3K 2.7K
                                    

"Bagiamana bisa lolos?" pertanyaan ringan namun mengandung banyak penekanan itu membuat yang berada di sana merasa terintimidasi.

Kompak kepala mereka menunduk dalam. Tau apa yang pria itu maksud.

"Maafkan atas keteledoran kami, Tuan. Kami pun sama bingung, kenapa pintu belakang tidak terkunci." salah satu dari mereka membuka mulut ketika mendapati rekan kerjanya kompak tidak berani membuka mulut.

Pria yang dipanggil tuan itu menyesap dalam rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke atas. Matanya memejam seperkian detik sebelum akhirnya terbuka hingga menampilkan iris hitam yang kelam.

Memindai satu persatu bawahannya, pria itu terkekeh. "Siapa yang salah, hm?" suara pengancam kehidupan itu terdengar di ruangan yang luas. Degup jantung sudah tidak karuan, mereka tau keteledoran kali ini akan membawa petaka buruk bagi kehidupan mereka.

"Salah kami, Tuan." ujar sang pelayan muda bernama Mera selaku pelayan yang bertugas membawa susu di kamar Binar. Tidak ada yang tau bahwa dimulai dari sana semua petaka ini tercipta.

"Ya, salah kalian. Andai saja kalian tak membicarakan seseorang di belakang, maka mungkin tidak akan seperti ini." katanya bangkit kemudian beralih mengambil wadah berisi ular-ular kecil paling berbisa.

Melihat binatang reptil itu, seulas senyum tipis mangkir di bibirnya.

"Jadi, siapa yang mau bertanggung jawab?" tanyanya tanpa memindahkan sedikitpun tatapannya dari ular-ular itu.

Sesaat semua yang berada di sana saling lempar pandang. Semua rata merasakan ketakutan luar biasa.

"Kami, Tuan."

Usai mendengar jawaban tersebut, sang tuan tersenyum lebar. Melalui tatapan ia memberi kode pada tangan kanannya untuk mendekat.

"Berikan ini pada pelayan dan penjaga yang bertugas di malam itu. Masing-masing satu ular. Setelah itu...." kalimatnya sengaja menggantung, setelahnya tersenyum lebar.

"Tolong kalian telan ularnya, ya. Katanya itu bagus untuk kesehatan." paparnya ringan seolah itu bukanlah masalah besar.

Tentu saja mereka makin dibuat gemetar, tau bila kesehatan yang baru pria itu ujarkan adalah akses menuju kematian.

"TIDAK!! AKU TIDAK MAU! Tuan maafkan kami. Ampuni kami. Kami berjanji tidak akan melakukan kesalahan, kami—" rontaan salah satu pelayan yang penuh derai airmata, harus terhenti saat merasakan lehernya menyentuh sesuatu yang dingin dan bagai kedipan mata, kepalanya langsung menggelinding ke lantai.

Sontak saja kejadian itu mengundang para pelayan menjerit berbeda dengan para penjaga yang hanya menundukkan kepalanya dalam.

"Dia tidak sopan. Dan aku sangat menyukainya." ujarnya sambil membersihkan noda darah pada katana yang baru saja ia gunakan untuk menebas kepala pelayan tadi menggunakan kain putih. Sangat kontraks.

"Silakan telan. Karena aku tidak bisa menunggu." tambanya melirik wadah transparan itu. Tak lama ia tersenyum puas ketika mendapati mereka dengan patuh mengikuti perintahnya.

"Tuan, Anda diminta untuk segera pergi tempat di mana nona berada." salah satu dari mereka datang memberi informasi seraya itu matanya melirik resah pada teriakan serta genangan darah dari pelayan dan penjaga.

Sang tuan mengangguk mengerti, melirik sebentar bawahannya yang menghadapi maut, kakinya melangkah keluar.

"Tuan Reksa, Anda yakin ingin ke sana sendirian?" tanya salah satu tangan kanannya yang dengan setia berjalan di sisinya.

"Sendiri? Kau bercanda Rega?" jawaban singkat itu cukup bagi sang tangan kanan hingga akhirnya memilih diam.

💫💫💫

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Where stories live. Discover now