💫39

69K 10.5K 2.4K
                                    

"Istriku akan pulang. Pastikan setiap sisi rumah kalian jaga. Jangan lengah sedikitpun." ujar Ernest dengan ponsel yang ditaruh di telinga. Ia berdiri tak jauh dari ruangan Hera dirawat.

Masih sibuk memberi intruksi, suara brankar dan orang-orang mengalihkan sejenak atensinya. Ernest meliriknya sekilas, setelah itu fokus kembali berbicara pada bawahannya.

Keramaian itu belun reda, Ernest mulai risih. Agaknya Ernest harus memikirkan ulang perihal tempat Hera dirawat. Berpikir mungkin perawatan rumah lebih baik.

Mematikan sambungannya Ernet melangkahkan kakinya. Tubuhnya sedikit terhuyung saat ada perawat yang tidak sengaja menyenggol bahunya. Mendesis rendah, Ernest menatap tajam sang perawat sedang sang perawat itu menunduk sebagai tanda permintaan maaf dan berlalu dengan terburu-buru.

"Apa kecelakaan beruntun itu sangat parah?"

Samar Ernest mendengar percakapan dua suster yang sedang baru keluar dari salah satu ruangan pasien.

"Iya. Aku baru dapat kabar. Total korban bertambah 10 orang dari yang diprediksi 7 orang."

"Kasian bener keluarganya."

Percakapan keduanya tertutup saat beberapa perawat laki-laki mendorong brankar berisi korban kecelakaan. Wajahnya nyaris tak dikenali saking banyaknya darah yang keluar.

Akan tetapi, Ernest seolah tidak asing. Terutama postur tubuh dan pakaiannya.

Ketika brankar itu melewatinya, Ernest segera tersadar sesuatu. Binar meninggalkan rumah sakit belum lama dan durasi kecelakaan pun baru saja terjadi.

Apa mungkin....

Segera saja Ernest berlari menyusul para perawat yang membawa brankar berisi wanita tersebut. Mempunyai kaki panjang tak menyulitkan Ernest untuk segera mendapat kehadiran perawat-perawat rumah sakit.

Tangannya menahan laju brankar menjadikan atensi 3 perawat itu beralih padanya.

Mereka hendak memprotes tetapi gerakan Ernest terlampau cepat. Hanya butuh sekali pengamatan Ernest tau bahwa itu adalah Binar.

"Sayang?" Ernest tercekak. Rembulannya terluka.

"Maaf Tuan. Korban harus segera ditangani." salah satu dari mereka bersuara kemudian melanjutkan langkah yang sempat tertunda.

Ernest membisu ditempatnya. Kepalanya menunduk menatap jari tangannya yang digunakan mengelus wajah Binar tadi. Sekarang jarinya berwarna merah karena darah yang berasal dari Binar.

Tersadar bukan waktunya memikirkan semuanya, Ernest kembali menyusul para perawat.

"Jangan tinggalkan aku, Sayang." gumamnya tanpa menyadari sudut matanya telah berair.


💫💫💫

Entah apa yang terjadi hari itu. Semuanya kacau menurut Ernest.

Kondisi Hera yang masih kritis, lalu sekarang Binar yang mengalami kecelakaan.

Berjalan gontai menuju brankar, Ernest diam mengamati wajah penuh luka Binar serta beberapa alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuhnya. Ernest duduk pada kursi yang tersedia, beralih menggenggam tangan Binar, Ernest menunduk.

Rembulannya koma. Itulah kata dokter. Kecelakaan yang terjadi di malam itu membuat Binar menerima luka serius.

Bahkan saking parahnya Binar terancam tidak bisa mengandung.

Mengingatnya Ernest menelan ludah pahit. Bagaimana? Bagaimana bila Binar bangun dan mengetahui fakta yang sebenarnya. Fakta yang sama-sama menyakitkan.

Pertama tidak bisa hamil dan kedua....

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Where stories live. Discover now