💫30

77.1K 11.1K 1.1K
                                    

"Sayangnya rumah ini hanya mengizinkan diinjak oleh penghuni aslinya. Bukan untuk orang lain, apalagi Renjana."

Binar terkesiap mendengarnya, tanpa sadar kakinya melangkah mundur terlebih tanpa sungkan Ernest menunjukkan smirk-nya.

"L-lo ngapain bawa gue kemari kalo gue aja bukan penghuninya." katanya semakin berjalan mundur terlebih Ernest juga turut serta memajukan badannya.

Alarm di kepala Binar sontak menyala apalagi saat pria itu malah tersenyum aneh. Maka mengikuti nalurinya Binar segera berbalik dan berlari meninggalkan Ernest dibelakang sana yang masih setia menatapnya.

Sungguh menyesal Binar datang kemari. Ditempat entah beranta yang Binar tidak tau sama sekali. Disela larinya, otak kecilnya berusaha mengingat jalan yang Ernest lewati. Namun berkisar 50 meter, Binar melihat beberapa orang seperti ingin menghadangnya.

Mau tak mau Binar membelokkan kakinya ke kanan. Nalurinya berkata untuk terus berlari sampai Binar bebas dari mereka.

Ditengah usahanya tersebut, telinga Binar sempat menangkap suara derap langkah kaki mengikutinya. Binar makin berlari tak karuan, tidak peduli bahwa beberapa ranting kayu berhasil menggores lengannya yang terbuka.

Beberapa saat kemudian, Binar berhenti. Napasnya sudah ngos-ngosan karena lelah. Sekarang tenaganya telah terkuras banyak.

Krek..

Suara patahan dahan kayu yang terinjak membuat tubuh Binar menegang waspada. Binar sudah tidak memiliki tenaga diperparah ulu hatinya mulai sakit sepanjang berlari tadi.

Menelan ludah susah payah, Binar bergerak mendekati semak belukar yang diprediksi dapat menyembunyikannya tubuhnya. Muncul rasa khawatir bila sewaktu-waktu ada hewan berbahaya tetapi untuk sekarang Binar tak memikirkan itu.

Setelah menempatkan tubuhnya di sana, Binar mengotak-atik ponselnya guna menghubungi Reksa, satu-satunya orang yang terlintas dalam benaknya. Namun detik selanjutnya Binar ingin menangis saja sebab mendapati tak ada satupun sinyal.

Padahal setaunya tadi masih ada.

Bila begini bagaimana Reksa tau keadaannya.

"Gue gak mau di sini." lirihnya menahan isakan yang nyaris lolos dari bibirnya apalagi setelah telinganya mulai jelas mendengar suara-suara langkah kaki semakin dekat.

Binar menutup mulutnya, takut bila sewaktu-waktu mulutnya tak sengaja mengeluarkan suara.

"Rembulan di mana, hm? Ikut gue, ya. Lo pasti capek lari-lari terus. Apalagi lo jarang olahraga."

Itu suara Ernest. Binar semakin merasakan tubuhnya menggigil ketakutan. Tanpa diundang kedua netranya sudah berlomba-lomba mengeluarkan cairan bening. Dan Binar makin merekatkan bekapannya saat beberapa orang mulai berpenjar ke segala penjuru.

"Rembulan mau main petak umpet, ya? Kalo ketemu jangan kabur lagi, oke?" suara Ernest makin menjauh diikuti langkah kaki yang demikian.

Binar menghela napas lega, sekarang yang perlu ia lakukan adalah bagaimana keluar dari tempat ini. Menunggu beberapa saat hingga benar-benar aman, Binar mulai keluar dari tempat persembunyiannya.

Mengedarkan pandangannya sekitar Binar baru bisa mengelus dada.

"Akhh!" Binar terpekik ketika ada yang menarik lengannya membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Ketemu."

Suara itu mengalun ngeri di telinganya. Binar meneguk ludahnya kasar, tak kehabisan akal ia menggigit tangan Ernest menyebabkan cekalannya terlepas. Memanfaatkan kesempatan, Binar berlari namun dengan cepat tubuhnya ditangkap dan berakhir Ernest mengangkatnya layaknya karung besar.

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt