💫27

79.1K 10.7K 1.2K
                                    

Terbangun ketika matahari menyorot lurus kelopak matanya, Binar menatap sekelilingnya linglung. Butuh beberap saat untuk ia mengumpulkan nyawanya hingga Binar sadar bahwa sekarang dia berada di rumah lamanya.

Mengaruk wajahnya Binar bangkit. Namun sebelum itu ia segera menahan handuknya yang nyaris terjatuh karena lilitannya yang terlepas.

"Baru ngeh belum pake baju."

Membenarkan sebentar lilitan handuknya, sekali lagi Binar dibuat bingung. Lebih tepatnya tubuhnya. Sangat tidak nyaman.

"Aneh. Perasaan baru datang bulan. Apa gue keputihan, ya?" gumamnya setelah menyadari titik tidak ternyamannya tersebut. Bahkan ada sengatan kecil yang Binar rasakan saat melakukan gerakan.

Mengabaikan hal yang menganggunya, Binar bergerak ke arah kamar mandi. Karena semalam ia sudah mandi maka pagi ini Binar hanya akan mencuci muka dan sikat gigi.

Usai menuntaskan kegiatannya di kamar mandi, Binar bergerak mendekati tas ranselnya yang masih teronggok di depan pintu lemari.

Tak membutuhkan waktu lama untuk Binar berpakaian. Sekarang yang tinggal ia lakukan hanyalah menyisir rambut sambil memikirkan agendanya yang telah Binar susun selama perjalanan kemari.

"Kira-kira alamat rumah Hera masih sama nggak, ya? Tapi kalo udah nikah, pasti tinggalnya sama suami. Gue kan gak tau rumahnya Ernest." monolognya berpikir sejenak. Tak lama Binar tersenyum cerah, astaga kan ada Dara. Pasti Dara tau alamat Ernest.

Untung saja Binar sempat bertukar nomor telepon bersama Dara.

Menyimpan asal sisir itu diatas nakas, Binar mencari ponselnya. Dan anehnya benda itu malah berada di lantai. Pantas saja semalam Binar mencarinya tidak ketemu-ketemu.

Menggulit layar ponselnya mencari nomor ponselnya, Binar langsung saja menekan id panggilan.

Mungkin sekitar dering ke-4 Dara baru mengangkatnya.

"Hallo, Nar." sapanya disebrang sana dengan suara serak, Binar tebak Dara baru bangun.

"Halo, Dar. Maaf sebelumnya nih ganggu lo. Gue mau minta alamat baru Ernest. Lo punya gak?"

"Waduh sori, Nar. Gue gak tau alamat Ernest. Tapi lo bisa tanyain langsung sama orangnya. Nanti gue kirimin nomor Ernest ke lo." tutur Dara disebrang sana memutus harapan Binar sebelumnya. Baru saja membuka mulut, Dara mematikan sambungan.

Binar menggerutu dibuatnya. Mengaktifkan paket datanya, Binar membuka aplikasi WhatsApp. Terpampang satu pesan dari Dara dan Binar tau bahwa Dara baru saja mengirimkan nomor Ernest.

Tidak ada pilihan lain. Binar terpaksa menghubungi Ernest.

Lagipula Binar sudah terlanjur berada di sini.

Menghembuskan napas sejenak, Binar berdeham lalu mencoba menelpon pria itu. Dan hebatnya baru dering pertama, Ernest mengangkatnya.

"Halo." sapanya kikuk. Disebrang sana, Ernest tak langsung menanggapi membuat Binar ketar-ketir.

"Siapa?"

Lalu pertanyaan Ernest menjadikan Binar buru-buru menjawab. "Ini gue Binar. Emm, sebenarnya gue ada di Jakarta."

"Ternyata lo. Kenapa, Lan?"

Lan? Maksudnya Ernest memanggilnya menggunakan nama belakangnya? Membuang isi pikirannya barusan, Binar buru-buru mengatakan niatnya yang menelpon Ernest.

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Where stories live. Discover now