💫46

54.8K 8.7K 825
                                    

Binar terbangun dari tidurnya. Napasnya tersenggal diikuti pelipisnya yang berkeringat.

Menatap sekelilingnya, sebuah ruangan dengan interior khas serta bau obat-obatan menyambutnya. Dia teringat kejadian di mana Ernest dilarikan ke rumah sakit dan setelahnya Binar tak sadarkan diri setibanya di sana. Tanpa menunggu waktu, Binar bangun dengan tujuan menghampiri ruangan Ernest.

Langkahnya cepat menghampiri pintu. Setibanya di luar matanya bergerlya kesana kemari.

"Nona." seorang penjaga mendekatinya.

"Di mana Ernest?" tanya Binar cepat.

Penjaga itu tak menjawab namun melalui kode menyuruh Binar mengikutinya.

Beberapa saat kemudian mereka sampai, ternyata jarak ruangan yang sebelumnya Binar tempati hanya berjarak 10 meter.

Dengan langkah pelan, Binar mendekati pintu ruangan Ernest. Membukanya dan hal pertama yang menyambutnya adalah brankar berisi Ernest. Padahal Binar berharap itu semua hanya mimpi, tapi ternyata tidak.

Melangkahkan kakinya perlahan, Binar menundukkan kepalanya dan menggenggam tangan Ernest. Sebenarnya apa yang terjadi?

Wanita itu juga turut memastikan bahwa sistem pernapasan Ernest masih ada. Menghembuskan napas lega, Binar beralih menatap wajah pucat Ernest. Melihatnya seperti ini, Binar merasa bukan Ernest sekali.

Binar terbiasa melihat tampang datar tanpa ekspresi Ernest. Tampang tengil ketika berada di sisinya. Serta sikap mesumnya yang muncul tidak tau tempat.

Membuat Binar tanpa sadar merindukan setiap perilaku Ernest.

Tak heran Binar merasakan takut luar biasa ketika mendapati Ernest nyaris tak bernapas. Detik itu ia menyadari, Binar sudah menggantungkan hidup pada lelaki ini.

Membungkukkan badannya, kepala Binar maju guna membisikkan sesuatu.

"Aku mencintaimu. Maaf terlambat mengatakannya." akunya memeluk tubuh kaku Ernest erat. Detik itu juga Binar menangis pilu. Tak mampu menahan luapan emosinya sekarang ini.

Binar kalut. Bila Ernest meninggalkannya, entah apa yang akan ia lakukan di dunia ini. Binar sendiri, melangkah sendiri, serta semua hal yang nenyangkut tentang kesendirian.

Binar tidak ingin memeluk sepi, meski kenyataannya Ernest merupakan bagian dari orang yang pernah meninggalkan jejak pada tubuhnya tanpa sepengetahuan Binar sendiri.

Namun di samping itu, Binar tak bisa menampik. Lelaki dominan yang selalu mengekangnya adalah lelaki yang tanpa ragu memberikan perlindungan sekalipun bila itu nyawa taruhannya. Walau cara lelaki itu menunjukkan perasaannya salah.

"Giliran aku bangun dari koma, kamu malah tidur gini. Awas kalo gak bangun cepat. Aku cari yang baru." ancam Binar disela tangisannya.

"Memang Rembulan-ku berani?"

Sahutan suara lain mengejutkan Binar dari aksinya meratapi nasib. Mengangkat badannya, Binar sudah mendapati Ernest menatapnya geli.

"Nest," Binar seolah tak percaya, tangannya bergerak menyentuh kelopak mata Ernest dan memang itu bukanlah ilusinya.

Mendapati kenyataan demikian, tangisan keras Binar tak terelakan. "Huwaa!! Akhirnya gak jadi mati!!"

Raungan Binar melunturkan senyum manis Ernest. Menatap Binar datar, Ernest pelan berbalik dan memunggungi Binar yang masih setia menangis.

Bila di dunia ini ada lomba siapa istri yang tidak ber-akhlak, maka Binar pasti akan keluar sebagai pemenang.

Tak lama Ernest merasakan panggungnya ditusuk-tusuk kecil.

Binar Rembulan~Transmigrasi (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang