Cluster 9

2.3K 129 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim,,

***

Sejak kejadian Mbak Erni terjungkal ke sungai, selama beberapa hari Ning Rum tak tampak berseliweran. Seusai pulang sekolah, Ning Rum langsung masuk ndalem tanpa keluar-keluar lagi. Menurut cerita yang beredar, Buya duko parah terhadap Ning Rum hingga gadis cilik itu menangis sesengggukan. Kemudian berlagak ngambek sampai enggan makan dan enggan keluar kamar selain waktu sekolah saja. Namun, itu tak bertahan lama, karena beberapa hari kemudian temen-temen Ning Rum berjumlah 9 orang yang terdiri dari 5 perempuan dan 4 laki-laki datang dan bermain sepeda-sepedaan di halaman pesantren.

"Buya melarang Ning Rum main diluar pesantren Sen, sebagai bentuk kompensasi, Ning Rum meminta Buya mengijinkan teman-temannya main disini, ya jadinya seperti ini deh!" Cak Sinul menjelaskan tanpa kutanya. Kami berdua tengah memerhatikan secara seksama bocah-bocah yang bermain dan menimbulkan kebisingan oleh cekikikan mereka.

"Sen bantu aku tolong!"

"Apa Cak?"

"Buya ngutus bagaimana cara mengajak mereka semua agar mau mengaji juga, biar nggak main saja."

Aku terdiam.

"Kalau mengajak anak kecil belajar, harus ada iming-imingnya Cak."

"Apa ya enaknya?"

Keduanya terdiam, memutar otak.

"Mengaji sambil bermain Cak, saya kira itu menyenangkan bagi mereka." Cak Sinul manggut-manggut. "Wah, boleh juga!"

Betul memang, setelah itu teman-teman kecil Ning Rum antusias mengikuti ngaji di pesantren bahkan sampai menjadi murid tetap di sekolah diniyah. Ya walaupun, tak sedikit dari mereka berulah setiap harinya.

"Ada tingkah aneh diantara teman-temennya Ning Rum, Sen!" Cak Sinul bercerita malam harinya. Di teras musholla.

"Salah satu diantara mereka ada yang namanya Syahrul. Nah si Syahrul ini bilang sama aku kalau dia itu cinta sama Ning Rum!" Cak Sinul bercerita seraya geleng-geleng kepala penuh keheranan.

"Terus dia tanya sama aku, kalau nanti sudah besar ingin menikah dengan Ning Rum, syaratnya apa? Terus ya kujawab harus rajin-rajin mengaji, rajin beribadah, harus jadi anak sholah, lah si Syahrul ini langsung semangat gitu Sen, dia memintaku memberinya pr menulis arab yang banyak, katanya biar bisa jadi ustadz hehe!" aku menanggapi cerita Cak Sinul dengan senyum sekenanya.

"Anak kecil memang sukanya begitu Cak, sepertinya dulu aku juga begitu hehe."

"Wah, rupanya kamu punya cinta monyet juga ya Sen!"

Aku terdiam, bayangan seseorang yang memenuhi masa kanak-kanakku kembali menyapa.

"Sena, nanti kalau kita sudah dewasa, menikahnya di pesantren aku saja."

Aku yang saat itu masih berusia sekitar 7 tahun diam tak mengerti. Anak kecil berjilbab pink itu memang sangat suka berceloteh. "Masih kecil kenapa sudah membicarakan pernikahan, sayang? Ngaji dulu yang rajin, biar menjadi anak pintar dan sholihah." Ibu yang menjawab.

"Ibu, pernikahan itu apa?" tanyaku penasaran.

Ibu terdiam, sepertinya sedang memikirkan jawaban apa yang paling tepat untuk anak kecil sepertiku. Jawaban yang sekiranya tidak menimbulkan pertanyaan lain lagi.

"pernikahan itu sebuah ikatan atau hubungan seperti antara Ayah dan Ibu, Sen. Sekarang mungkin kamu belum mengerti, tapi, kalau kamu sudah dewasa nanti pasti akan mengerti dengan sendirinya."

"Apakah semua orang pasti memiliki ikatan itu, Bu?"

"Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, jadi pastinya mereka akan memiliki ikatan demikian. Tapi, tidak semuanya Allah takdirkan berjodoh di dunia, sayang!"

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang