Cluster 42

1.4K 105 4
                                    

Bismillahirrahmaanirrahiim,,

Seperti biasa gais, No Cut No Edit hehe

***

Aku meringis sakit tatkala Ibu mengurut pergelangan kakiku menggunakan minyak urut dan tawon. Awalnya, memang tak berasa apa-apa. Nanun setelah semalaman, sakitnya baru kerasa. Tragedi tepleset yang kualami di coban sore kemaren membuatku meradang. Ini semua gara-gara Gus Sena!

"Ning, hati-hati jatuh dan terpleset! Tanahnya licin sekali."

"Gus Sen tenang aja, jangan medan kayak gini, jurang curam dii lereng pegunungan saja Rum taklukan kok!"

"Jangan sombng dulu neng, apa salahnya hati-hati. Ingat Ning Rum, hari apes manusia tidak tercantum di kalender loh!"

"Gus Sena mendoakan Rum kena musibah ya?"

"Astaghfirullah Ning, bukan begitu maksudnya."

"Males maless males!"

"Ning, bukan begitu maksudnya."

"Gatau gatau! Rum ga denger!" Aku buang muka, meninggalkan Gus Sena yang masih berdiri tak bergerak.

Hingga tanpa disengaja, kaki kananku menginjak kulit pisang yang entah berasal dari mana.

Membuatku sempurna terjerembab, kemudian terpelosok masuk kedalam kubangan air bekas hujan semalam.

"Ning! Kan sudah saya ingatkan, hati-hati!"

"Rum udah hati-hati kok! Siapa sih yang makan pisang di coban? Kulitnya pakek dibuang sembarangan lagi!" Aku melempar asal sebuah kulit pisang ambon yang berada dibawah kakiku.

Gus Sena memungutnya kembali.

"Kalau dibuang asal lagi, tak ada bedanya Ning Rum dengan orang pertama yang membuang sembarangan."

Gus Sena mendekatiku lagi.

"Yang mana yang sakit Ning?" Gus Sena mengeluarkan kakiku dari kubangan.

"Innalillahi, mata kakinya berdarah Ning!"

"Tadi mengenai batu." Aku berusaha menahan kepedihan. Kalau diingat-ingat lagi, perkataan Gus Sena tadi memang ada benarnya. Selain karena kurang hati-hati, aku jatuh sebab kesombonganku menakhlukan jalan-jalan berliku juga.

"Ning Rum bisia bangkit tidak?"

"Loh, ya bisa loh Gus! Rum ga selemah itu."

"Ya udah, ayo langsung pulang Ning, kita belum sholat ashar, matahari sebentar lagi tenggelam."

"Tenggelamnya masih 2 jam lagi Gus, Ya Allah."

Gus Sena menggaruk kepalanya yang benar-benar gatal.

"Yaudah Ning, langsung pulang sekarang aja ayo! Bisa berdiri sendiri bukan?"

Aku mencemoh dalam hati. Gus Sena tidak peka atau hanay membulliku saja sih?"

"Rum masih mager, malas gerak. Tiduran disini enak juga ternyata!" Aku buang muka.

"Ning Rum, Ning Rum! Ayo saya gendong! Bilang aja ga bisa jalan sendiri."

"Ih, Rum bisa kok!"

"Heleh-heleh!"

"Gus Sena ini selalu meremahkan Rum ya!"

"Nggeh Mpun Ning,n mana buktinya kalau Ning Rum bisa berdiri sendiri."

"Oke, lihat saja ini! Jangankan berdiri dan berjalan, berlari pun Rum mampu."

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang