Cluster 24

1.8K 128 4
                                    

Bismillahirrahmaaanirrahiim,,

No cut no edit! Maaf banget jika typo beterbangan bebas ya gais!

***

"Ning!" Aku tersentak kaget tatkala sentuhan tangan Gus Sena berada di pundakku.

"Ada apa?" tanyaku heran.

Gus Sena tak berucap lagi. Kilatan kedua bola matanya tampak tak biasa. Entah mengapa membuatku begidik ngeri. Aku yang barusaja mengikuti Ummah mengikuti acara muhadhoroh di pesantren putri berdiri mematung mendapati Gus Sena yang tampak aneh.

"Ning, jenengan sampun sholat isya' bukan?" tanya Gus Sena. Kedua tangannya masih bertengger di pundakku.

Aku mengangguk ragu. "Tadi kita sudah berjama'ah berdua loh, Gus Sena lupa?"

Gus Sena tersenyum lebar. Menampilkan geliginya yang berbaris rapi.

"Kenapa Gus?" Aku memberanikan menatap sorot mata Gus Sena yang menatapku tajam.

"Bagaimana jika?" Gus Sena menggantungkan ucapannya.

"Jika nopo Gus?" tanyaku heran. Ah, kenapa Gus Sena malam ini tampak tampan sekali.

Tiba-tiba Gus Sena menarik jarum pentul yang mengaitkan jilbab voal yang kukenakan. Kemudian menarik jilbabku dan meletakkannya asal.

Tentu saja aku kaget dengan perlakuan Gus Sena kepadaku.

"Gus?"

"Ning Rum, jenengan tampak cantik sekali malam ini."

"Rum tampak cantik setiap hari loh Gus? Bukan hanya malam ini saja."

Gus Sena tertawa.

"Betul, tapi malam ini auranya beda."

"Hah, aura nopo Gus?"

"Aura kemantennya baru muncul." Gus Sena berbisik di telinga kananku. Membuatku menegang seketika.

"Gus, jenengan kesambet nopo sih? Kok tiba-tiba jadi aneh sekali malam ini?"

"Kesambet pesona jenengan saya Ning."

Aku terdiam. Tak habis pikir. Tangan kanan Gus Sena telah beralih dari pundak menuju kedua pipi.

"Ning, bagaimana jika seandainya saya menginginkan jenengan malam ini?"

Aku tersentak, bola mataku seperti akan keluar dari tempatnya.

"Hah? Apa maksud Gus Sena?" Aku mundur selangkah, namun. Membuat tangan Gus Sena terlepas dariku. Sayangnya, badanku terbentur badan lemari kayu, membuatku tak dapat bergerak lagi.

Gus Sena semakin mendekat.

"Huaaaaaa Ummah! Buya! Tolong Rum!" teriakku dalam hati.

"Ning, kita berdua sudah halal. Maka sepatutnya kita melakukan ibadah yang berpahala tersebut."

Aku terdiam. Ingin menangis rasanya.

"Rum gamau! Ga siap!" teriakku.

"Ning, hukum menolak ajakan suami adalah dilarang. Malaikat bisa melaknat loh!"

"Huaaaaaa tapi Rum ga siap!" Air mata tak mampu kubendung lagi. Aku menangis sedu di hadapan Gus Sena.

"Kata orang-orang, ini adalah ibadah yang paling seru, Ning! Paling indah. Ning Rum tidak perlu takut!"

Aku menggeleng kuat. Air mataku semakin deras bercucuran.

"Cup cup cup! Udah jangan nangis Ning!" Gus Sena mendekati dan mendekap tubuhku erat. Membuatku tak dapat berkutik lagi.

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang