Cluster 35

1.5K 112 4
                                    

Bismiilahirrahmanirrahiim,,

Seperti biasa gais, No Cut No Edit hehe.

***

"Rum, ditambah lagi to nasinya!"

Aku mengangguk pelan sebagai jawaban dari tawaran yang dilontarkan Ibu. Pagi ini, kami tengah memenikmati sarapan bersama untuk pertama kalinya. Abah, Ibu, aku, dan Gus Sena. Dengan status baruku sebagai menantu. Rasanya, jangan ditanyakan lagi, semua jenis perasaan bercampur aduk di hati. Menjadikanku kaku dan kikuk sendiri.

"Hehe, nggeh Bu, perut Rum sudah tidak muat." jawabku sekenanya. Kalau boleh jujur, sebenarnya ruang kosong dalam lambungku masih muat untuk beberapa piring lagi, tapi demi sebuah image dan nama baik keluarga Darur Rohmah, kutahan kuat-kuat keinginanku untuk tambah lagi.

Pepes tongkol, ayam suwir, ayam kare, telur balado, dadar jagung, rawon daging, sayur asem, sayur sop, dan beberapa jenis kerupuk mewarnai meja makan berukuran 3 kali 1 meter, ada kerupuk tahu, kerupuk nasi, kerupuk udang, kerupuk kulit rambak, kerupuk donat, kerupuk bawang, kerupuk ikan tenggiri, dan beberapa kerupuk yang tidak kutahu namanya.

Aku tergiur dengan tempe mendoan yang berada tepat di depan Abah. Ingin meraihnya namun, ah ya sudahlah! Mana mungkin aku menjilurkan tangan kearah Abah hanya untuk mengambil sepotong mendoan saja.

"Nopo Rum tidak suka masakan ibu ya? Tidak enak ya?" tanya Ibu, aku tersentak.

"Boten Bu, boten, masakan Ibu enak sekali. Apalagi pepes tongkolnya Bu, Rum kasih rate 100000/10." Sahutku sembari tersenyum, senyum paling tulus yang kumiliki. Sebagai orang dengan memiliki hobi kulineran, maka masakan Ibu sudah sangat bisa dikatakan endul. Masakan rumahan namun rasanya tak kalah dengan rumah makan bintang lima.

"Ibu itu hobinya masak Rum, jadi, sampai sekarang selalu ibu yang memasak untuk keluarga ibu, tapi alhamdhulilllahnya sering dibantu mbak-mbak ndalem, jadi ibu tidak terlalu capek."

"Kok boten dimasakkan mbak-mbak santri mawon nggeh Bu?" tanyaku penasaran.

Ibu tersenyum simpul. "menyipakan makan untuk suami dan anak-anaknya adalah ladang pahala Rum, Ibu tidak mau kehilangan ladang itu. Selagi Ibu masih mampu dan kuat, pasti Ibu sendiri yang turun tangan."

Aku mengangguk takjub. "Pantas saja semuanya endul, Bu. Ternyata ada bumbu rahasianya juga."

"Bumbu rahasia nopo to Rum?" tanya Ibu penasaran.

"Bumbu rahasia ketulusan dan cinta hehe."

Ibu tersenyum tipis.

"Kalau gitu ya kamu nambah lagi to Rum, dadar jagung buatan ibu juga maknyus banget loh,"

"Sebenarnya Rum ingin nambah Bu, namun, jika tidak dikontrol, Rum takut kebaya yang akan Rum pakai besok tidak muat hehe."

"Loalah Rum, makan satu dadar jagung tidak akan langsung menaikkan berat badanmu banyak, mungkin hanya satu ons Rum, pol-polan mungkin satu kilo. Iya kan Ba?" Abah yang sedari tadi terdiam menoleh kearah Ibu.

"Sampun Bu, obrolannya dilanjut nanti saja, kalau makannya sudah selesai. Tidak baik makan sambil berbicara. Betul apa betul Rum."

Aku mengangguk kaku, sungkan. Ternyata, di balik sifat humorisnya, Abah juga memiliki sikap serius juga hehe. Ini adalah kali pertama kutemui keseriusan Abah.

"Nggeh Bah nggeh, niki Ibu juga sudah selesai kok." Ibu meminggirkan piringnya. Kemudian meraih buah mangga utuh yang tertata rapi disebuah wadah aluminium.

"Rum suka mangga tidak?" tanya Ibu lagi. Aku mengangguk pelan. Aku menyukai semua jenis buah-buahan kecuali buah khuldi.

"Sena boten ditanyain to Bu? Sekarang yang diperhatikan menatunya terus." Gus Sena yang sedari tadi diam dan fokus pada piring makannya akhirnya membuka suara tatkala piringnya telah bersih tak bersisa, Ibu tertawa tipis mendengar protesnya.

Terpikat Pesona Ning RumWhere stories live. Discover now