Cluster 17

1.9K 129 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahiim,,

***

Pov. Ning Rum

Karakteristik manusia berbeda-beda ketika mendapatkan suatu masalah. Ada yang suka menyimpannya sendiri, ada yang menulisnya dalam sebuah buku diary, ada yang suka membagikan pada postingan sosial media, dan ada pula yang harus bercerita kepada sahabat mereka. Aku bukan tipe prang yang suka memendam sendiri, entah itu masalah kecil maupun besar sekalipun, pasti aku akan cerita kepada orang lain. Dan salah satu dari orang terdekatku tentu saja Sarah.

Hari ini, aku berniat menceritakan semua yang kualami kepada Sarah. Tentang pernikahan konyol, tentang Gus Sena, tentang Kediri, dan tentang rencana-rencana yang telah kususun. Selain asyik dijadikan teman ngobrol, Sarah juga lumayan memiliki pemikiran yang super jitu dan cerdik, ia selalu memiliki sejuta akal dan rencana luar biasa ketika dimintai pertolongan.

"Sarah!"

Aku mengejar langkah Sarah yang tumben sekali hari ini berjalan lebih cepat dari biasanya. Koridor fakultas masih sepi, hanya beberapa orang dan petugas kebersihan saja yang berlalu lalang. Sehingga suara yang kulontarkan tadi menggema cukup nyaring.

Sarah menoleh sekilas. "Eh Rum!"

Aku mensejajarkan langkahnya.

"Sarah, maaf banget semalem panggilan kamu langsung kumatikan." Gadis itu terus menunduk, aneh.

"Sar? Kamu kenapa? Kamu nggak marah kan?" tanyaku penasaran. Biasanya, Sarah akan langsung menghujaniku dengan rentetan pertanyaan ketika tiba-tiba sehari menghilang dari hidupnya.

Sarah menggeleng kuat. "Aku tidak memiliki alasan untuk marah kepadamu, Rum!"

Ia mengangkat wajahnya sekilas, kemudian menunduk lagi.

"Sebentar, sebentar!" Aku menyentuh pundaknya. Wajah Sarah terlihat muram. Kedua kelopak matanya bengkang. Terlihat seperti menangis semalaman. Bahkan, jika dibandingkan bengkak pada mataku tak lebih parah dari bengkak di matanya.

"Astaghfirullah, Sarah! Kamu kenapa? Cerita dong!"

Tiba-tiba Sarah tergugu dan menangis, membuatku menariknya menuju balkon. Menjauhkan dari jaungkauan orang lain.

"Kenapa?" tanyaku saat kami berdua telah duduk bersisian di balkom atas lantai 4 fakultas.

Kuurungkan niatku untuk bercerita kepadanya perihal Gus Sena. Sepertinya hari ini bukan saat yang tepat.

"Anggara Rum! Anggara!"

"Kenapa Anggara Sar?"

"Sumpah jahat banget dia Rumm! Kejam! Tega! Nggak Berperikemanusiaan! Angga kutu kupret! Kayak Monyet!"

Aku mengelus lembut pundaknya yang bergetar.

"Kamu tau sendiri kan Rum? Kita dekat udah dari jaman Maba! Udah dua tahun lebih! Kampret banget dia Rum! Berani-beraninya dia nyelingkuhin aku!"

Aku tersentak kaget. Padahal, semua orang tahu betul jika mereka berdua tipikal pasangan bucin yang lengket kesana-kemari. Aktif membagikan moment berdua di media sosial, bahkan bukan hampir dua fakultas telah mengetahui hubungan mereka. Sangat diluar dugaan jika tiba-tiba Anggara main api di belakang Sarah.

"Semalem, setelah kita telponan sebentar itu, ada pesen masuk dari nomer whattshap Anggara, katanya dia sedang nongkrong di Cafeteria tempat kami berdua biasa menghabiskan malam minggu berdua. Ya segera kusamperin lah Rum, lagipula aku lagi ga ada tugas juga, lah, sesampainya disana hancur Rum! Hancur! Hidupku seperti tak hidup lagi!"

Tangis Sarah semakin pecah.

"Anggara Kampret sedang berpelukan dengan pacar jadi-jadiannya itu Rum! Tepat didepan kepalaku yang cantik ini!"

Terpikat Pesona Ning RumTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon