Cluster 49

1.5K 109 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahiim,,


Seperti biasa gais, No Cut No Edit hehe!

Terimakasih sudah membersamai hingga cluster 49 hihi, Lopyu pulll lumer-lumer deh pokoknya!

Jangan lupa bahagia ya, emmuach!

***

Sepulang dari kampus, aku menemui Gus Sena yang tengah menderes hapalan Al-Qurannya di balkon kamar. Kebiasaan yang sangat ia sukai ketika sore mejelang petang. Aku mendekatinya, kemudian duduk di kursi kosong yang tepat berada di sebelahnya. Fakta tentang kegiatan KKn ku yang kebetulan satu kelompok dengan Rafif harus segera kukatakan. Suka tak suka, mau tak mau, Gus Sena harus tau.

Aku terdiam, tidak berani menyela Surat Al- An'am yang tengah dibaca Gus Sena.

"Katakanlah (Muhammad): "Apakah (patut) aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah tuhan bagi segala sesuatu. Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan." (QS. Al- An'am ayat 164)

Mendapatiku yang sedang menunggunya, membuat Gus Sena menghentikan bacaannya ketika telah sampai di akhir ayat.

"Pripun Ning? Ada apa?" tanya Gus Sena, menatap kearahku lamat-lamat. Tatapan kedua bola mata Gus Sena membuat rencana pengakuanku menjadi menciut.

"Eee ga ada apa-apa si Gus, Rum Cuma ingin menghirup udara dari sini, wah, warna senjanya indah sekali bukan?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Bola mataku membelalak, menatap warna langit sore yang beberapa hari ini mendung tak berwarna.

Persitegangan yang sempat terjadi semalam membuat keadaan sedikit canggung, apalagi ditambah kejadian random pagi tadi. Membuat semua rasa beradu dan menjadi tidak jelas.

"Ning Rum kenapa?" tanya Gus Sena keheranan.

Aku mengernyitkan kening, kemudian beralih menatap wajah Gus Sena yang tampak kebingungan dengan pola tingkahku.

"Rum tidak kenapa-kenapa kok Gus, kenapa memangnya?" Aku balik bertanya, membuat Gus Sena menjadi semakin bingung saja.

"Gelagat Ning Rum sedikit aneh."

"Oh ya Gus? Masa si? Eheheheh." Aku tertawa sumbang. Membuatku tampak menjadi orang paling tidak jelas se-muka bumi.

"Gus Sena tau tidak, kenapa warna senja adalah jingga?" Aku merutuki kebodohanku yang menanyai Gus Sena dengan pertanyaan absurd.

"Karena kalau hitam adalah warna kecap."

Aku tertawa sumbang mendengar jawaban Gus Sena yang tak kalah absurd.

"Salah. Bukan itu jawabannya"

"Lantas?"

"Rum juga gatau apa jawabannya. Makanya Rum nanya."

Gus Sena menggaruk tengkuknya yang barusaja digigit nyamuk.

"Pertanyaan Ning Rum sama halnya seperti mengapa jari tangan manusia ada sepuluh? Mengapa burung kalau terbang mengepakkan sayapnya? Atau tentang mengapa alis menusia tidak tumbuh memanjang sebagaimana rambut? Itu sudah ketetapan-Nya Ning. Tapi kalau ditinjau dari fenomena alam, hal tersebut disebut Scattering atau pemendaran cahaya. Scattering terjadi karena partikel kecil dan molekul yang berada di atmosfer mengubar arah sinar matahari sehingga terpecah atau berhemburan di udara. Ada juga yang mengatakan bahwa warna jingga tersebut disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel yang bertebaran diudara tadi." Gus Sena menjelaskan panjang lebar.

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang