Cluster 19

2.1K 131 3
                                    

Bismillahirrahmaanirrahiim,,

***

Aku sampai di rumah tepat ba'da Asar. Jalanan sore ini cukup padat merayap. Adanya pawai dalam memperingati hari ulang tahun kota yang dimulai dari titik alun-alun sampai kawasan balaikota membuat lalu lintas sempat macet total. Apalagi, kawasan tempat tinggal Sarah berdada di natar keduanya, sehingga membuatku sampai rumah dua puluh menit lebih lambat dari biasanya.

Dahulu, saat usiaku masih belasan tahun, event pawai ulang tahun kota merupakan hal yang paling kutunggu-tunggu. Berbekalan kamera oppo yang kumiliiki saat itu, aku akan berhasil membuat video animasi yang berisikan potongan-potongan singkat pertunjukan karnaval mulai penampilan pertama hingga terakhir, tapi sekarang, semakin sibuk semakin malas melakukan hal demikian.

"Kalau kamu berada di posisiku, bagaimana Sarah?" aku teringat percakapanku dengan Sarah beberapa jam yang lalu, di kosannya.

Gadis itu berpikir keras.

"Aku orangnya simple Rum. Kalau dia asyik dijadikan suami, aku mah santai aja. Oke-oke aja gitu loh."

Aku terdiam.

"Siapa nama suami barumu Rum?" tanya Sarah, aku melotot tajam.

"Aku menikah satu kali sarah, ga punya suami lama ataupun baru."

"Ya maksudku suami yang barusaja menikahimu kemaren itu."

"Gus Sena."

"Putra Kiai juga?"

Aku mengangguk.

"Di lingkungan pesantren, selalu saja ya ada perjodohan antar sesama anak Pak Kiai. Itu hukumnya wajib atau bagaimana sih?"

"Ya ga wajib juga Sarah, diluaran sana banyak Kok Gus yang menikahi santri mereka. Atau Gus yang menikahi perempuan bukan anak Kiai juga banyak."

"Memang banyak, tapi tetap tidak sebanyak Gus yang menikahi Ning. Oh i know, pasti itu termasuk politik pesantren ya?"

"Ha, kok jadi main politik? Ga ga ga. Kalau Buyaku sih lebih ke beliau emang udah suka banget sama Gus Sena, sejak dia masih nyantri di rumah."

"Sebagaimana benci ada alasannya, suka pun pasti sama. Tentunya Buya kamu memiliki alasan mengapa suka Gus Sena, ataupun mengapa dia yang dipilih untuk menjadi suami kamu, Rum!"

Aku terdiam.

"Setahu aku, Gus Sena itu orangnya pinter, manut, tapi ya gitu, suka cari perhatian, cari muka, dan cari-cari nama baik gitu."

"Ah, yang bener?"

"Beneran, dulu sering banget dia ngaduin semua tingkahku kepada Buya. Salah sedikit tegor. Seperti jadi buzzer pribadi Buya, diam-diam dia mengawasi semua yang kulakukan."

Sarah tertawa cukup keras.

"Selamat Rum! Sekarang kamu benar-benar memiliki buzzer pribadi seumur hidup haha."

"Sarah!"

"Haha yaudah sih Rum, dibuat santai aja. BTW kalau dipiukir-pikir, enak banget jadi kamu tau! Ga perlu repot-repot mikirin jodoh, udah ready gitu loh!"

"Tapi Sarah, pernikahan merupakan impian setiap manusia bukan? Dan setiap manusia pasti memiliki idamannya masing-masing."

"Gus Sena seperti apa sih? Tua banget? Botak? Atau gendut? Intinya kamu ga suka karena ga good looking kan?"

"Heh, bukannya gitu. Gus Sena juga lumayan enak dipandang kok. Kamu ingat Ustadz Avicenna yang sering aku ceritain dulu itu ga?"

"Masa-masa sekolah? Yang kadang suka antar jemput kamu?"

Terpikat Pesona Ning RumDonde viven las historias. Descúbrelo ahora