Cluster 38

1.4K 111 5
                                    

Bismillahirrahmaanirrahiim,,


Seperti biasanya Gais, No Cut No Edit hehe.

Jika ada kata yang ga nyambung, plisss banget dibuat nyambung aja ya hehe!
Selamat membaca emmuach!


***

Acara berakhir tepat jam 10 malam. Dengan langkah gontai dan kekuatan yang tersisa, aku dibantu seorang mbak santri kembali menuju pembaringan. Duduk lalu berdiri, berdiri lalu duduk yang kulakukan selama hampir 10 jam membuat tubuhku teramat lelah.

"Gus Sena di mana ya Mbak? Kok tiba-tiba ngilang?" tanyaku kepada salah seorang santri yang ditugaskan untuk menemaniku selama menginap di Al-Iman. Namanya Mbak Hilda, santri ndalem yang berasal dari pulau Madura.

"Tadi saya melihat Gus Sena di samping Ndalem Ning, berbincang dengan Ibu, Ning Anin, dan Bunyai Arifah." Aku tersentak mendengar jawabannya. Kututup pintu perlahan.

"Mbak, semerap Ning Anin itu siapa?" aku bertanya lagi.

Mbak Hilda mengerutkan kening sambil menunduk rapat.

"Santai aja Mbak, anggap saja Rum teman sampean. Gausah terlalu sopan-sopan hehe." Mbak Hilda langsung mendongakkan kepalanya sedikit.

"Saya kurang paham nggeh Ning, yang saya tahu, Ning Anin merupakan putra Kiai Zubadar yang berkuliah di luar negeri. Namun, selama saya nyantri di sini, beliau memang sudah terbiasa berkunjung kesini, Ning!"

"Menemui Gus Sena?"

"Sanes, Ning! Tapi menemui Ibu, sejak saya awal masuk pesantren, Gus Sena sudah tidak berada di sini, beliau sudah kuliah di Rusia. Jadi, ketika Ning Anin berkunjung kesini, beliau tidak pernah menjumpai Gus Sena. "Aku maggut-manggut mendengar penjelasan Mbak Hilda.

"Oh iya Mbak, saya ada pertanyaan lain lagi?"

"Nggeh Ning, nopo?"

"Mbak Hilda pernah dengar sesuatu tidak? Ya barangkali saja sempat ada isu-isu antara Gus Sena dan Ning Anin."

Mbak Hilda terdiam, ekspresi wajahnya berubah. Ia kembali menunduk.

"Sntai aja Mbak Hil, gapapa kok! Rum hanya penasaran."

Mbak Hilda masih terdiam, mungkin hatinya kecil dan akal pikirannya mulai bergelut antara mengutarakan fakta atau diam pura-pura tidak tahu menahu.

"Jadi begini Ning."

"Begini bagaimana Mbak?"

"Saya kurang tahu secara langsung nggeh Ning, tapi sempat dengar cerita dari mbak-mbak santri legend bahwa sebenarnya mereka sempat dijodohkan ketika berusia remaja, namun tidak jadi alias gagal."

Aku tersentak lagi. Fakta baru yang sangat mengejutkan.

"Kenapa gagal ya Mbak?"

"Untuk masalah itu, saya boten paham, Ning!"

Aku terdiam, menerka-nerka. Kemudian kukaitkan dengan perkatana Anin yang ia bisikkan di telingaku sore tadi. Jika dikait-kaitkan, ya tentu saja ada kaitannya. Aku dapat menarik kesimpulan bahwa sebenarnya Ning Anin masih belum bisa melepaskan Gus Sena. Tak menutup kemungkinan ia akan kembali datang dan merebut Gus Sena secara paksa.

Tok-tok-tok.

Aku dan Mbak Hilda secara spontanitas melirik kearah pintu. Itu pasti Gus Sena!

"Nggeh sampun Ning, kulo pamit." Mbak Hilda yang tadi kupaksa duduk dihadapanku segera berdiri dengan punggung menunduk.

Terpikat Pesona Ning RumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang