32 - MIMPI

20 1 0
                                    

Happy reading



Gerald menoleh cepat saat mendengar suara yang sangat dikenalinya. "Pa, Ma." Panggil Gerald pelan. Tadi saat menunggu di UGD Gerald memang langsung menelpon kedua orang tuanya, dan memberi kabar bahwa Queenza dilarikan ke rumah sakit.

Arion menghampiri Queenza yang terbaring lemah tak sadarkan diri. Tangan pria itu terulur untuk mengecek panas di dahi Queenza. Betapa terkejutnya ia saat merasakan suhu badan Queenza yang amat luar biasa panas. Arion menatap tajam Gerald. "Kenapa bisa gini? Badan Queen panas sekali, kamu ngapain aja? Kamu nggak ingat Papa, kan, nyuruh kamu buat jagain Adek kamu. Apa itu terlalu sulit?" berbagai pertanyaan dilempar bertubi-tubi pada Gerald.

Gerald hanya bisa menunduk tak menjawab apa, pun.

Merry dengan cepat menghampiri putranya yang sedikit terlihat tidak baik-baik saja. "Kamu, kenapa Gerald? Kamu baik-baik aja, kan?" jika Arion yang terlihat sangat emosi ketika melihat Queenza sakit dan malah menyalahkan Gerald, maka masih ada Merry yang setia menenangkan Gerald.

Gerald menggeleng pelan. "Aku gagal, ya, Ma?" tanya Gerald mendongak menatap Mamanya. "Queen sakit karena aku nggak becus jaga dia. Aku jahat banget, ya..."

Merry menggeleng cepat. "Nggak, kok, Gerald. Kamu udah usahain yang terbaik. Queen cuma demam dan kelelahan, bukan salah kamu." Ujar Merry lagi menenangkan. Merry beralih menatap Arion. "Kamu nggak seharusnya nyalahin Gerald, Pa." Tutur Merry pelan.

Arion hanya menatap tanpa membalas ucapan Merry. Ia mengusap wajahnya gusar. Seharusnya Arion tidak meninggalkan Queenza. Seharusnya biar saja pekerjaan Arion di luar kota diwakilkan oleh sekretaris nya. Jika sudah begini dirinya, lah, yang khawatir. Badan Air sangat panas dan sekarang putrinya itu belum sadarkan diri.

Merry yang melihat kegusaran Arion menghampiri nya. Dielusnya pelan bahu Arion. "Mending kamu istirahat dulu, ya." Ujar Merry dan menuntun Arion ke sofa yang ada di sana.

Beberapa menit keheningan melanda ruangan yang diisi oleh keluarga kecil itu. Hingga pintu terbuka sehingga membuat semua atensi tertuju pada pelaku.

Dava memasuki ruangan dengan kaku. Ia tak tau jika Arion dan Merry sudah kembali dari luar kota. Dava menghampiri kedua pasutri itu dan menyalim punggung tangan mereka.

Setelah bersalaman dengan Arion, pria itu mengeluarkan suara sehingga membuat Dava yang tadinya tenang sekarang malah gugup tidak menentu. "Tau dari mana kamu Queenza di rs?" tanya Arion. Karena aneh sekali, Queenza baru saja dirawat di rumah sakit tetapi Dava sudah datang menjenguk pagi-pagi sekali.

Dava ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi pandangan Dava menangkap tatapan Gerald yang penuh arti. Seakan bisa berkomunikasi dengan tatapan itu, Dava mengangguk kecil.

"Gerald yang hubungi, Pa. Soalnya tadi nggak ada orang yang bisa Gerald minta bantu buat bawa barang-barang yang diperlukan." Timpal Gerald tenang. Walaupun tidak suka saat Dava berusaha mendekati Queenza, tapi ia masih bisa bersimpati. Jika saja Gerald membiarkan Dava mengatakan yang sebenarnya bahwa laki-laki itu yang telah membuat Queenza kehujanan---sehingga menyebabkan  kesehatan Queenza buruk, Gerald tak bisa jamin Dava pulang dengan keadaan selamat.

Arion tak menanggapi lagi dan mulai menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa lalu memejamkan mata. Pria itu masih kelelahan akibat perjalanannya dari luar kota ke rumah sakit.

✿ ✿ ✿

Gadis dengan gaun putih selutut itu duduk di antara hamparan bunga-bunga lavender.

Mata yang awalnya menatap kosong itu sekarang dikagetkan dengan kemunculan sosok perempuan tinggi yang menggunakan gaun biru muda, sedang menggenggam serangkaian bunga lavender di tangannya.

Queenza, gadis dengan gaun putihnya itu berdiri untuk melihat lebih jelas siapakah sosok tersebut. Tapi, baru saja ingin mengejar, sosok itu berbalik menampilkan senyuman lebar yang sangat amat indah untuk dipandang. Queenza terdiam melihatnya. Wajah perempuan itu seperti tidak asing baginya.

Perempuan itu semakin mendekat hingga berdiri tepat di depan Queenza yang masih terdiam. Tiba-tiba saja perempuan itu membawa Queenza ke pelukannya dan mendekap gadis itu erat. "Mama senang lihat kamu tumbuh dewasa, sayang..."

Deg

Perlahan pelukan itu terlepas. Penglihatan Queenza tak lepas menatap wajah perempuan yang baru saja mengaku sebagai Mamanya. "Mama?" tanya Queenza bingung.

Perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Ini Mama, Queen." Tutur Perempuan itu lagi.

Queenza menggelengkan kepalanya pelan. "Mama Queen cuma satu. Mama Merry." Jawab Queenza dengan perlahan mundur menjauhi perempuan itu.

"Benar, sayang. Merry Mama mu. Dan yang di depan kamu ini juga Mama kamu, Queen."

Ia meraih tangan Queenza dan menggenggamnya lembut. "Kamu ingat? Mama yang melahirkan kamu, Queen."

Queenza ingin menjawab, tapi lidahnya terasa kelu untuk digerakkan.

"Queenza, kamu putri Mama satu-satunya. Queenza Talisa Adelard."

Tepat setelah mendengar perkataan perempuan itu, memori Queenza dengan perlahan memutar seakan memperlihatkannya kilasan beberapa waktu silam.

Dari mulai dirinya beranjak tiga tahun yang melihat sosok perempuan yang dihadapannya tengah merenggut nyawa, hingga terlihatlah seorang pria yang membawa Queenza ke panti asuhan, dan berakhir dirinya yang diadopsi oleh Arion dan Merry.

Queenza terduduk kala ingatannya kembali ke masa sekarang. Ia mendongak menatap perempuan yang masih berdiri didepannya dengan senyuman lebar. "Mama..."

Queenza ingin bangun untuk kembali memeluk tubuh perempuan itu. Tapi, baru saja tangannya ingin meraih, perlahan sosok itu menjauh hingga menghilang.

Queenza histeris melihatnya. "MAMA!!" dengan suara seraknya karena baru saja menangis Queenza berteriak. Ia ingin berlari dan memeluk erat perempuan itu. Namun sayang, perlahan penglihatan Queenza pun ikut memudar.

"Mama..." perlahan, mata cantik yang selama enam jam lebih tertutup, akhirnya terbuka. Pandangan Queenza yang awalnya buram, kini terlihat jelas, langsung disuguhi pemandangan atap bangunan yang serba putih.

Gadis itu mengedarkan pandangannya. Hingga pada titik tepat di samping brankar yang ditidurinya, terlihat sosok lelaki yang amat sangat dikenalinya.

Dava, lelaki itu, membuka matanya lebar saat melihat Queenza sudah siuman. "Eja..." panggil Dava pelan. Diraihnya tangan Queenza dan digenggam erat. Dava yang awalnya duduk, kini sudah berdiri untuk mendekat ke arah Queenza. Terulas senyum manis di wajah tampan yang sayangnya selalu datar itu.

Jantung Queenza berdebar kencang. Baru membuka mata dan langsung disuguhi pemandangan yang amat sangat indah. Sosok yang akhir-akhir ini sering menyita perhatiannya, kini berdiri tepat di dekat Queenza.

Baru saja ingin membalas senyuman Dava, tetapi ia teringat mimpi yang baru saja dialaminya tadi kembali membuat hatinya sendu.

Menyadari perubahan raut wajah Queenza, membuat Dava langsung peka. Ia kembali menarik kursi yang didudukinya tadi untuk lebih mendekat pada Queenza. Masih dengan menggenggam tangan Queenza, Dava bertanya, "kenapa?"

Tak mendapat jawaban, membuat Dava kembali tersenyum meyakinkan. Dielusnya lembut tangan Queenza. "Kalo ada yang ganggu pikiran lo, lo bisa cerita ke gue." Tutur Dava membuat air mata Queenza mengalir secara perlahan.

"Boleh...?" tanya Queenza dengan suara seraknya.

Dava, pun, mengangguk. "Kapanpun itu, dan apapun itu, gue bakalan dengerin."


✿ ✿ ✿

To be continued

Queen's Life GuardWhere stories live. Discover now