34 - KEKHAWATIRAN

18 1 0
                                    

Happy reading



Brak


Gerald menggebrak meja di depannya kuat. Membuat keduanya menjadi pusat perhatian. Tak sampai disitu, Gerald mendekat dan menarik kerah baju Nehan. "Jangankan untuk mendapatkan maaf, nama dia aja nggak pantas buat lo sebut!"

Gerald semakin mencengkram kuat kerah baju Nehan. Urat-urat lehernya tercetak jelas, menandakan Gerald sedang menahan emosi agar tidak ia lepaskan saat itu juga. "Nggak ada pembunuh yang pantas mendapatkan maaf, lo tau?!" tandas Gerald dengan amarah yang sudah diujung tanduk.

Bugh

Bogeman kuat milik Nehan melayang mengenai pipi Gerald. Saking kuatnya sampai membuat pipi Gerald mati rasa. Gerald mundur beberapa langkah akibat serangan yang ia terima. Ia menatap tajam lawannya.

"Gue nggak sebrengs*k itu sampai pantes lo sebut pembunuh, sial*n!!" maki Nehan bergantian menarik kerah baju yang Gerald kenakan.

Gerald menatap Nehan dengan senyuman remeh. "Terus kalau bukan pembunuh apa?" ujar Gerald dengan nada tenang. Sengaja memancing emosi Nehan dengan tatapan merendahkannya. "Bahkan sebutan pembunuh aja masih nggak cocok buat lo yang berani membuat mimpi buruk di keluarga gue." Cetus Gerald bersamaan dengan bogeman yang melayang mengenai hidung Nehan.

Bugh


Terdengar ringisan dari mulut Nehan. Cengkraman di baju Gerald terlepas setelah bogeman yang dilayangkannya.

Nehan merasakan hidungnya mengeluarkan cairan kental, dapat langsung dipastikan bahwa itu darah yang disebabkan karena patahnya tulang hidungnya. Hal itu membuat beberapa mahasiswi yang melihat kejadian itu kompak menjerit histeris.

Nehan menatap tajam Gerald. Pukulan Gerald sangat kuat, sampai menimbulkan rasa sakit yang amat luar biasa menyebar di kepalanya. Bahkan mata Nehan sampai berkunang-kunang akibatnya. "Gue akui kesalahan gue yang nggak bertanggungjawab ngejaga Lala, tapi dengan lo sebut gue pembunuh, lo udah keterlaluan, Gerald!" papar Nehan dengan suara bergetar karena menahan sakit.

Bugh

satu serangan milik Gerald kembali melayang mengenai wajah Nehan. Berhasil membuat lelaki itu tumbang tanpa pertahanan sedikit pun. "Lemah." Cibir Gerald pelan. Gerald berjongkok menyamakan tingginya dengan Nehan. Ia mendekat ke telinga lelaki itu lalu berbisik. "Gue peringatkan sekali lagi, jangan pernah sebut nama adek gue."

Penghuni kantin yang awalnya sibuk dengan tugas sendiri, kini mulai mengalihkan atensi mengerumuni Gerald dan Nehan. Menatap miris pada Nehan yang sudah terbaring lemah dengan wajah berlumuran darah akibat mendapat amukan Gerald.

"Gerald!" Leo berlari membelah kerumunan hingga sampai tepat di belakang sehabatnya itu. Ia menghampiri Gerald. Tangan Leo terulur meraih bahu Gerald untuk mengambil atensi lelaki itu.

Gerald menoleh dengan wajah datar. Nafasnya masih memburu akibat emosi. Gerald berdiri dan menghadap Leo sepenuhnya. Ia menyugar rambutnya yang sudah berantakan. Membuat para gadis histeris disuguhkan pesona seorang Gerald.

"Astaga, Rald. Lo baru gue tinggal bentar udah jadi gini. Liat, noh, muka lo jelek banget, sumpah. Lagian kenapa bisa lo---" belum selesai Leo berbicara, Gerald dengan cepat memotongnya.

"Diem lo! Gue lagi nggak mood dengerin ocehan lo itu." Gerald berjalan melewati Leo yang akan melanjutkan ocehannya.

Leo memang sosok yang tenang dan lebih pendiam. Leo juga sering kali tidak peka dan tak peduli dengan keadaan sekitar. Tetapi tak jarang Leo menunjukkan sifat aslinya yang suka mengoceh jika sudah mengkhawatirkan sesuatu.

"Makan dulu, woi!" seru Leo mengejar langkah lebar Gerald.

"Nggak selera. Gue mau pulang." Cetus Gerald tanpa menoleh sedikitpun.

Keduanya pergi meninggalkan area kantin. Melupakan Nehan yang masih terbaring tak berdaya karena perkelahiannya dengan Gerald.

✿ ✿ ✿

Gerald memasuki mansion dengan pakaian lusuh berantakan. Rambutnya acakan ditambah wajahnya yang memar akibat pukulan.

"Abang!"

Seruan lembut yang terdengar menggemaskan mengalun indah di rongga pendengaran Gerald. Gerald mendongak dan langsung disuguhi oleh kehadiran Queenza yang sedang bersantai di sofa ruang tengah. Senyuman lebar yang memancarkan kehangatan itu membuat hati Gerald tenang. Kakinya melangkah membawa tubuhnya mendekat pada Queenza.

"Abang kenapa?!" tanya Queenza kaget saat melihat penampilan berantakan Abangnya. Queenza berdiri untuk menghampiri Gerald dan mengecek keadaan nya.

Gerald berhenti tepat di hadapan Queenza yang menatapnya dengan tatapan polos penuh kekhawatiran. Ia membalas tatapan Queenza dan mengulas senyuman tipis. "Kenapa duduk sendirian? Kamu udah sehat? Badan kamu gimana? Masih sakit? Mama mana?" pertanyaan beruntun dari Gerald membuat Queenza tak tahan hingga menempelkan kedua telapak tangannya pada mulut Abangnya itu agar diam.

Queenza menatap Gerald kesal. Gerald terlalu mengkhawatirkan Queenza, padahal jika dilihat, keadaan Gerald sekarang jauh lebih memprihatinkan. "Cerewet!" ucap Queenza kesal. Tangan Queenza bergerak untuk merapikan rambut Gerald yang berantakan. Lalu matanya menangkap bekas memar di pipi kanan Gerald. Tangan Queenza berniat ingin menyentuhnya, tapi duluan ditahan oleh Gerald.

Queenza menatap Gerald dengan tatapan bertanya penuh kekhawatiran. Seolah tau isi pikiran Queenza, Gerald hanya memperlihatkan senyumannya.

Queenza menatap horor Abangnya itu. "Ngapain senyam-senyum sendiri?!" tanya Queenza galak. "Itu muka Abang kenapa??" saat ingin kembali menyentuh memar di pipi Gerald, lagi-lagi tangannya ditahan oleh laki-laki itu.

Gerald membawa tangan Queenza untuk melingkar di pinggangnya. Lalu dibawanya kepala Queenza ke dada bidangnya. Seraya mengelus lembut puncuk kepala Adiknya itu, ia semakin mengeratkan pelukan Queenza. Berbagai memori dan ingatan buruk dari masa lalu memenuhi pikirannya. Begitu pula dengan kejadian-kejadian buruk yang belum tentu terjadi susah memenuhi kepala Gerald.

Mengingat pertemuannya dengan Nehan---orang yang berhasil menciptakan mimpi buruk tersendiri bagi Gerald---membuatnya takut hal yang sama akan terulang kembali pada Queenza nya.

Gerald membawa wajah Queenza untuk menatapnya. "Queen..." panggil Gerald pelan.

Queenza hanya diam dengan tatapan polos seraya menunggu lanjutan kalimat dari Gerald.

"Janji sama Abang, kalau kamu nggak bakalan tinggalin Abang."

Meski bingung, Queenza tetap mengangguk meyakinkan. "Queen bakalan terus sama Abang!"


✿ ✿ ✿ 

To be continued

Queen's Life GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang