52 - HOW DOES HE REALLY FEEL?

5 1 0
                                    

Happy reading ♡



Perasaan gue yang sebenarnya? Gerald terus memikirkan hal itu sejak Dava mengatakannya. Memangnya bagaimana perasaan Gerald pada Queenza? Yang Gerald tau ia menyayangi gadis itu dan tak ingin kehilangannya seperti ia kehilangan Lala. Tapi... apa yang Dava katakan juga tak sepenuhnya salah.

Gerald menghembuskan nafas gusar. Ia melirik foto Lala yang terletak di atas nakas samping ranjangnya. Mau dilihat bagaimanapun juga Gerald tetap berpikiran bahwa Queenza dan Lala itu sangat mirip. Bahkan saat pertama kali bertemu dengan Queenza, Gerald sempat salah fokus dan mengira bahwa itu benar-benar Lala nya. Tapi kecelakaan yang menimpa Lala beberapa waktu silam membuat Gerald kembali tersadar bahwa Lala memang sudah tak ada di sisinya lagi.

Awalnya Gerald memang menolak keras keberadaan gadis asing yang menyerupai Lala di keluarganya. Namun lama kelamaan perasaan Gerald melunak. Terlebih saat mulai mengenal bagaimana sifat Queenza yang lagi-lagi mengingatkannya pada Lala. Sejak saat itu Gerald mulai menerima Queenza, meski dalam lubuk hatinya masih menggumamkan bahwa di tubuh Queenza ada jiwa Lala nya yang terjebak. Pemikiran itu terus bersarang dalam dirinya selama bertahun-tahun. Hingga kejadian di mana Gerald lepas kendali dan membuat Queenza ketakutan menyadarkan dirinya.

Setelah mendapat hukuman dari Arion, Gerald merenungi perbuatannya. Dari situlah perlahan keadaan menyadarkan jiwanya yang ternyata masih terjebak di masa saat Lala masih ada. Beberapa saat setelah itu, Queenza menghampirinya dengan membawa senampan makanan untuknya. Sadar lah Gerald saat itu juga. Bahwa yang ada di hadapannya saat ini adalah Queenza, buka Lala...

Perlahan Gerald mulai mencoba untuk keluar dari bayangan masa lalu. Sulit, dan memang sempat beberapa kali ia kembali ditarik oleh bayang-bayang Lala. Tapi ia tetap maju, dan berusaha mengabaikannya. Perlahan ia mencoba melihat Queenza sebagai diri sendiri. Disitulah Gerald mulai merasakan ada yang aneh dengan perasaannya.

Sejak saat Gerald mulai ingin lebih mengenal sosok diri Queenza, dirinya malah ditarik ke arah yang salah. Gerald mulai merasakan perasaan membuncah saat berada di dekat Queenza, saat melihat tingkah menggemaskannya, dan juga sering kali ia tak bisa menahan kontrol jantungnya saat melihat penampilan Queenza yang terkadang membuat orang salah fokus. Gerald juga mulai merasa perasaan panas dan kesal saat melihat fokus Queenza terbagi kepada orang lain, terlebih laki-laki. Ia merasa tak nyaman dan bayangan masa lalu itu lagi-lagi membuatnya teringat bagaimana Gerald kehilangan gadis yang di sayanginya. Itulah yang membuat Gerald semakin ketat terhadap pergaulan Queenza.

Jika kembali ditanyakan bagaimana perasaan sebenarnya pada gadis itu, mungkin Gerald bisa menyimpulkan bahwa... ia mencintai Queenza selayaknya perempuan.

Gerald tersentak kala pemikirannya telah sampai diujung kesimpulan. Ah, jadi gue...

"Bener-bener lagi jatuh cinta, ya?" Gerald bergumam pada dirinya sendiri. Sepersekian detik kemudian terdengar kekehan lembut darinya. "Astaga... padahal sebelumnya gue cuma bercanda biar dia nggak dekat sama orang lain."

Lagi, Gerald terkekeh menyadari apa yang sebenarnya ia rasakan pada Queenza. Gerald memang pernah mengatakan bahwa ia menyukai gadis itu saat Queenza melayangkan pertanyaan mengenai siapa orang yang disukainya. Tapi percayalah, Gerald saat itu hanya ingin mengerjai Queenza. Yang tak lain alasannya untuk membebani pikiran Queenza agar ia berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk dekat dengan lelaki, terkhusus Davano.

Gerald berdiri sambil menyugar rambutnya ke belakang. "Nah, sekarang udah jelas. Ini waktunya."

* * *

Ketukan pintu milik kamar Queenza terdengar. Derap langkah kaki dari dalam terdengar hingga terganti dengan derit pintu yang terbuka. Kepala Queenza menyembul dari celah pintu. "Abang?"

Tersenyum terlebih dahulu sebelum bersuara. "Kamu belum ngantuk, Queen?"

Queenza melipat bibirnya sedikit lalu menggeleng. Memang benar ia tak merasa mengantuk sedikitpun. Padahal jam tidurnya sudah lewat dua puluh limat menit. Satu hal sebabnya, pikiran Queenza terlalu berantakan mengenai bagaimana keluarga ini menganggapnya.

"Mau pergi jalan-jalan?"

Sedikit bingung, ia melirik jam dinding yang memang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Malam-malam gini?"

Gerald mengangguk. "Lagian Abang juga nggak bisa tidur. Gimana kalau kita cari angin sebentar?"

Tanpa mempertimbangkan lagi, Queenza mengangguk. "Queen ambil jaket dulu, ya, Abang." Baru setelah mendapat anggukan Gerald, Queenza kembali masuk ke kamar untuk mengambil jaket kemudian membaluti piama bermotif beruang dengan jaket itu. Queenza mengikat asal rambutnya, tak lupa mengambil ponsel dan menyimpannya di saku jaket. Dirasa selesai, ia kembali keluar kamar dan menghampiri sosok yang sudah menunggunya di depan sana.

Gerald tak banyak bicara, begitupun Queenza. Mereka memilih untuk naik mobil berhubung keadaan sudah malam dan cuaca mulai dingin. Gerald menjalankan mobilnya menyelusuri jalan selama beberapa saat. Dua puluh menit kemudian, mobil terpakir sempurna di suatu tempat membuat kedua penumpangnya turun.

Queenza mengamati sekitaran. Sepi, mereka kini sedang berada di pinggiran pantai. Tak jauh darinya terhampar lautan luas di sana. Angin laut malam langsung menerpa wajah Queenza dan membuat helaian rambutnya ikut tertiup. Queenza bergidik sedikit merasa angin menusuk kulitnya.

Sigap, Gerald merapatkan jaket yang dikenakan Queenza lalu menarik kancingnya. "Pakai yang bener."

Queenza melayangkan senyumannya, lalu tanpa mengatakan apapun ia melangkah kedepan hingga tapak sandalnya menginjak pasir yang menyelimuti bibir pantai. Gadis dengan sebagian rambut yang melayang diterpa angin, menatap lurus pada ombak yang tampak riuh menampar tanah. Ternyata pemandangan lautan di malam hari terlihat sangat indah. Mampu menenangkan hati serta pikiran Queenza. Memejamkan mata sambil menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan. Ketenangan yang baru saja diraihnya terganti dengan rasa terkejut kala sepasang tangan melingkar di sekeliling tubuhnya. Queenza mendongak menatap Abangnya yang kini sudah bersandar di puncak kepala Queenza.

Gerald melirik Queenza sepersekian detik sebelum menatap kembali ke hamparan laut di depannya. "I'm so sorry, Queen..." bisiknya pelan.

Queenza terdiam, ia juga kembali menatap lurus ke depan, menikmati kehangatan yang diciptakan oleh pelukan Abangnya. "Abang ngapain minta maaf?"

"Karena udah biarin rasa ini tumbuh begitu aja."

Alis Queenza mengernyit sedikit. "Um, maksudnya?"

Perlahan, Gerald membalikkan tubuh Queenza hingga menghadap ke arahnya. Tatapan teduhnya menyelam dalam binar mata Queenza. "You made me fall in love." Gerald berujar dengan suara rendah sebelum menunduk untuk berbisik, "i'm sure, i love you, Queen."



To be continued

Queen's Life GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang