Keputusan

84K 5.7K 52
                                    

            Suasana senyap memenuhi kamar yang hanya tersinari cahaya matahari. Jendela kamar yang terbuka memberikan akses lebih luas pada angin pagi yang berhembus hangat untuk ke luar masuk tanpa permisi, membiarkannya menyapu apa saja yang ada di dalam kamar itu, termasuk si pemilik kamar yang terdiam mematung di dekat jendela.

            Tatapan matanya sendu dan kosong, seolah tak ada lagi kehidupan yang tersisa di dalam raganya. Deru napasnya nyaris tak terdengar, tenggelam bersama deru angin yang semakin mengoyak dedaunan.

            Raga itu mendesah tertahan, mengeluarkan rasa sesak di dadanya yang hampir pecah. Entah kali ke berapa desahan tertahan itu ia loloskan, tapi rasa sesak masih saja memeluknya.

            Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Ia menoleh sedetik dan senyum sehangat mentari menyambutnya seketika. Senyum hangat yang selalu membuatnya kuat dan senyum yang selalu ingin dijaganya sekali lagi menyapa pagi-nya. Wanita cantik di depannya ini adalah hal yang paling dicintainya. Berapakali pun ia jatuh, pemilik senyum itu selalu ada untuknya.

            "Sarapan udah siap, Pras. Mau sarapan di sini atau bareng sama Mama, Papa dan Valindra?"

            Pertanyaan yang sama dan selalu ditanyakan dengan nada lembut selama satu tahun belakangan. Pertanyaan yang sudah dihapalnya semenjak sebuah kebodohan membuatnya lemah. Dan tololnya, ia baru menyadari kalau selama satu tahun ini, ribuan waktu ia sia-siakan untuk terus melihat senyum itu.

            "Ma..." Suaranya bergetar dan parau. Kedua tangannya memutar perlahan kursi roda yang menopang tubuhnya.

            Wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik itu tersenyum lembut, mendekati putra sulungnya dengan kerutan kecil di kening. "Ada apa, Sayang?"

            "Pras mau balik lagi ke kantor, Ma... boleh, kan?"

            Hanya satu pertanyaan itu, tapi berhasil membuat air mata bahagia meluncur bebas membasahi pipi wanita paruh baya itu.

***

            Haris Wijaya Antares tersenyum bahagia menatap Darindra Prasetya Antares, putra sulungnya yang akhirnya mau menghirup udara luar setelah hampir satu tahun mengurung diri di dalam kamar. Di sampingnya, putri bungsunya, Valindra Nawairis Antares, menangis bahagia menatap Anindya Antares, sang Mama, yang tengah mendorong kursi roda kakak laki-lakinya penuh tawa haru.

            Tanpa banyak komentar, Valindra menghambur memeluk sang kakak yang tersenyum tipis.

            "Akhirnya Kak Pras ke luar juga! Ya Allah, makasih!"

            Valindra semakin erat memeluk Pras, menumpahkan tangis kerinduan pada kakak tunggal yang dimilikinya, yang dikiranya sudah menghilang sejak kecelakaan satu tahun lalu.

            "Iya, kakak ke luar, bosen juga di kamar terus. Kakak kangen denger kebawelan adeknya kakak yang nggak berenti ngirim sms tiap malem. Makasih ya, Lin, udah semangatin kakak terus. Maaf  kakak baru nyembuhin kangennya kamu sekarang," oceh Pras yang langsung dihadiahi pukulan kecil di punggungnya.

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now