Kenyataan Yang Terungkap

36.4K 3.3K 474
                                    

Buat temen-temen yang udah kangen akut sama PRAS-SASTI, segini dulu ya hehehe see you soon ^^

----------------------------------------------------------------------------------------

Dehaman keras Haris menjengitkan Pras, menarik seluruh fokusnya dan mengalihkan pandangannya kembali pada manajer pemasaran yang sedang mempresentasikan kemajuan produk teranyar yang baru saja diluncurkan perusahaan. Kening Haris sempat bertaut lucu menatap Pras, tapi kembali normal saat Pras tersenyum tipis dan menyebar pandangan meminta maaf serta berusaha memunguti konsenterasinya yang berserakan.

Sejak sepasang kruk yang digunakannya menginjak keramik kantor, konsenterasi Pras amburadul, separuh berisi Sasti dan separuhnya lagi dipenuhi Vera. Pembicaraannya bersama Sasti saat di mobil membuatnya tidak fokus melakukan apapun, bahkan setelah rapat bulanan sudah berlangsung satu jam, tak ada sedikitpun simpulan yang bisa ia kumpulkan. Pikirannya benar-benar terpecah. Apalagi mengingat nama pasien yang tadi sempat diliriknya, membuatnya semakin tidak tenang.

"Pak Darindra, menurut Bapak bagaimana? Apa langkah selanjutnya yang sebaiknya kita ambil untuk mengembangkan pemasaran produk terbaru perusahaan?"

Kening Pras mengernyit dalam dan matanya mengerjap bingung. Dia tidak punya pendapat apapun yang bisa diberikan karena sejak tadi memang tidak memerhatikan, dan sekarang ditodong pertanyaan seperti itu membuatnya jadi mati gaya.

Pras berdeham pelan, berusaha mengingat apa saja yang sudah dijelaskan selama satu jam sebelumnya, membolak-balik jejeran map yang ada di hadapannya, tapi usahanya tidak menghasilkan apa-apa. Pikirannya masih tumpul, malah semakin tidak keruan.

Merasa buntu sendiri, Pras menghela napas panjang. Dia menyerah. Rapat malah akan semakin berantakan kalau diteruskan. Sesaat, Pras melirik Haris, berusaha menyampaikan keluhan dalam diam, dan saat sang Papa mengangguk, Pras membuang karbon dioksida pelan. "Mohon maaf sebelumnya, tapi sepertinya saya agak kurang sehat hari ini. Rapat akan dilanjutkan oleh Bapak Haris dan saya minta hasil akhirnya besok di meja kerja saya. Saya permisi."

Setelahnya, Pras langsung meninggalkan ruang rapat begitu saja. Pikirannya benar-benar kacau. Diteruskan pun tidak akan ada benarnya.

Begitu sampai di ruangannya, Pras terduduk diam. Dia meraih handphonenya dan mengirimkan sederet pesan untuk Sasti. Segala bayangan tentang gadis itu dan Vera memenuhi kepalanya silih berganti, nyaris membuat batok kepalanya pecah. Ditambah mimpi aneh yang terus-menerus menerornya. Pras merasa hampir gila.

Lima menit menunggu, handphonenya belum juga bersuara. Pras melirik jam yang bersandar di tembok, hampir tengah hari. Tidak biasanya sampai sesiang ini Sasti belum memberi kabar, bahkan pesannya tidak dibalas. Gadis itu tak pernah absen mengiriminya pesan. Kalau bukan dia yang mendahului, pasti Sasti yang memulai. Saling bertukar pesan sudah menjadi kebiasaan mereka. Tapi melihat hari ini, perasaan Pras jadi semakin kacau.

Pras meraih handphonenya dan sekali lagi mengirimkan pesan untuk Sasti.

Perasaan Mas nggak enak. Kamu baik-baik aja kan?

Lalu mengembuskan napas berat. Entah apa yang terjadi hari ini, tapi Pras benar-benar ingin melihat Sasti, memastikan istrinya dalam keadaan baik-baik saja dan berharap kecemasannya berkurang. Tetapi, setelah lima menit berlalu, handphonenya tidak juga bergetar.

Pras memejamkan mata sejenak. Dia tidak mau menunggu lagi. Saat ini saja kepalanya sudah mau pecah saking cemasnya. Pras cepat-cepat menghubungi Pak Amrin, memintanya menyiapkan mobil dan menjemputnya di ruangannya. Terus menunggu tidak akan membuat perasaannya membaik.

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now