Malam KITA

58.8K 3.9K 60
                                    

            Sasti bergerak gusar di posisinya dan beberapa kali menggigiti bibir. Ekor matanya melirik ragu-ragu pada Pras yang sejak tadi tidak putus menatapnya. "Mas kok ngeliatinnya gitu? Ada yang salah ya sama Sas?"

Pras tersenyum kecil mendapati Sasti yang menatapnya agak takut, kemudian menggeleng. "Nggak ada," sahutnya pendek.

"Kalo nggak ada, kenapa ngeliatinnya begitu? Mau bikin Sas pingsan, ya?" tanya Sasti sekali lagi. Pras tertawa kecil. "Memangnya nggak boleh kalo suami ngeliatin istrinya sendiri? Kan sudah halal," sahut Pras tersenyum hangat.

Sasti tidak bisa berkomentar, hanya menggigiti bibir dan terus menunduk, menyembunyikan wajahnya yang bersemu. Resepsi pernikahan mereka sudah selesai setengah jam yang lalu dan saat ini mereka berada di kamar pengantin, tepatnya di kamar Sasti yang sudah dihias dengan bunga-bunga dan wewangian khas.

Sebenarnya, tanpa dihias pun, kamar Sasti tidak punya masalah. Kamar itu tidak berantakan, tidak bau apek dan cukup nyaman karena mendapat sinar matahari setiap hari. Tetapi, mendapati kamarnya yang mendadak berubah dan sedikit terkena sentuhan dekorasi romantis, membuatnya merinding sendiri. Ini kamarnya atau tempat pesugihan, sih? Horor sekali....

"Hm, Mas...?"

Ragu-ragu Sasti mengangkat wajahnya dan menemukan Pras sedang menatapnya bingung. "Ya? Ada apa?" tanya Pras.

"Mas nggak apa-apa tidur di sini?" tanya Sasti hati-hati. Pras menautkan alis. "Kamu mau mas tidur di luar?"

"Bukan!" Sasti cepat-cepat menggeleng. Matanya kembali menjelajahi kamarnya. Ia tahu benar ide milik siapa dekorasi kamarnya ini; banyak bunga-bunga, wewangian menyengat dan sprei serta selimut di ganti warna putih. Ini pasti ide gila kakaknya. Siapa lagi yang punya gagasan mendekor kamarnya menggunakan konsep aneh begini selain seorang Aresandi Pratama Handoyo? Kakaknya itu kan super ajaib dan termasuk spesies langka. Tapi harus ya menyulap kamarnya jadi merinding kayak gini? Bikin takut saja....

"Terus... ada apa?"

Sasti bergerak gelisah. "Hm, gini... Mas beneran nggak apa-apa tidur di sini? Maksud Sas..., Mas bisa liat sendiri kan kamar Sas jadi aneh begini, padahal sebelum malam ini, bahkan tadi pagi aja kamar Sas masih normal; nggak ada bunga-bunga, wewangian aneh dan sprei sama selimutnya juga masih warna cokelat. Tapi malam ini..., " Sasti menahan kalimatnya sebentar dan menatap Pras takut-takut, "Sas cuma takut Mas ngerasa nggak nyaman...."

Senyum simpul Pras terulas, lalu memendarkan tatapannya ke setiap sudut ruangan. Pras yakin kalau sebelum diubah sedemikian rupa, kamar Sasti pastilah sangat sederhana. Satu ranjang ukuran sedang, lemari pakaian dua pintu dan satu set meja rias kecil yang di atasnya tidak banyak ditemui kosmetik dan kawanannya. Tidak jauh dari jendela, sebuah rak buku bertengger, ditemani meja belajar sedang yang dijejali buku-buku cukup tebal tentang kedokteran.

Untuk ukuran kamar yang dihuni seorang diri, kamar Sasti terbilang luas, bahkan memiliki kamar mandi sendiri di dalamnya. Dan untuk ukuran kamar perempuan, kamar Sasti benar-benar adem. Tidak ada satu barangpun yang mengindikasikan kamar ini dihuni seorang gadis. Selain jauh dari warna-warna terang, Pras sama sekali tidak menemukan pernak-pernik ala cewek, misalnya boneka atau gantungan-gantungan berisik bercirikhas perempuan. Kamar Sasti benar-benar tenang.

"Nggak akan ada yang ngerasa nggak nyaman, Sasti... kamar ini baik-baik aja. Walau memang 'sedikit dihias', tapi nggak aneh. Lagian, mas yakin kalo ini hasil tangan-tangan dari keluarga kita. Jadi, sebaiknya kita hargai usaha mereka."

Kata 'kita' yang digunakan Pras menggelitik jantung Sasti, menggelitik yang menyenangkan dan membuatnya tersenyum. 'Kita' yang dipakai Pras menggambarkan kalau mulai saat ini, tidak ada Pras saja atau Sasti saja, tapi 'KITA', kata penyatuan bagi mereka berdua, kata singkat yang memiliki makna luas, untuknya dan untuk Pras.

PRAS-SASTITahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon