Malam Minggu Sasti

55.2K 4.9K 142
                                    

            Ares memarkirkan sedan sporty-nya tepat di depan Rumah Sakit Harapan. Diliriknya sebentar jam di pergelangan tangannya, jam lima lebih lima belas menit, lalu menyandarkan punggungnya. Dari kejauhan, Sasti berlari-lari kecil, lalu dengan cepat membuka pintu mobil dan duduk di kursi samping.

            "Maaf ya, Mas, tadi cek absen mingguan dulu," katanya. ares mengangguk. "Nggak apa-apa. Mas juga baru sampe," timpal Ares lalu melajukan mobil. Keadaan lalu lintas tidak terlalu padat sore ini, mungkin karena hari ini hari Sabtu. Banyak perusahaan yang memang libur di akhir minggu. 

            "Malam ini kamu ada acara nggak, Dek?" tanya Ares, Sasti menggeleng. Matanya fokus pada beberapa pesan yang dikirimkan Rivi. Perawat yang biasa membantunya itu tidak masuk hari ini, jadilah hari ini kegiatan cek pasien Sasti lebih padat. "Nggak ada, Mas. Kenapa emangnya?"

            "Nggak apa-apa, cuma temen mas ada yang mau main ke rumah nanti malem. Dia bilang mau ketemu kamu."

            Kening Sasti mengernyit dan melirik Ares. "Temen Mas mau ketemu Sas? Siapa? Mas Revan?"

            Ares menggeleng, matanya fokus pada jalanan di depannya. "Bukan. Ya, nanti juga kamu tau lah kalo udah lihat. Dandan yang cantik ya," katanya. Sasti berdecak. "Males ah. Paling juga yang main Mas Revan atau Mas Adi. Sama mereka sih, nggak perlu tebar pesona. Selera mereka kan ibu-ibu," komentarnya.

            Ares terkekeh pelan. "Iya juga sih. Tapi kali ini bukan mereka. Mas jamin deh kamu bakal suka. Makanya dandan yang cantik. Bikin dia terpesona sama kamu."

            Sasti memutar boa matanya. "Nggak dandan juga Sas udah cantik kali, Mas," narsisnya lalu tercengir. "Lagian Sas mau keliatan cantiknya di depan Mas Pra—" Sasti buru-buru membekap mulutnya dan merutuki kebodohannya dalam hati. Hampir saja dia menyebut nama Pras terang-terangan.

            Ares yang sempat mendengar nama yang hampir tiga minggu belakangan sering disebut Sasti itu, terkekeh geli. "Oh, jadi cuma mau kelihatan cantik di depan Pras? Oke, nanti Mas sampein sama orangnya," katanya mengerling jahil.

            Sasti memukul lengannya gemas. "Jangan jail deh, Mas. Awas ya kalo Mas bilang sama orangnya, Sas nggak mau comblangin Mas sama dokter Tania lagi. Usaha sendiri aja sana," ancamnya. Dia tahu kakaknya itu usil luar biasa. Senang sekali kalau bisa terus menjahilinya. Sasti hanya tidak ingin menambah daftar rasa malunya pada Pras. Apalagi mengingat kejadian seminggu yang lalu saat mereka makan siang bersama. Saat itu rasanya Sasti malu setengah mati.   

            Ares tertawa geli memperhatikan adiknya yang merengut. Sebelah tangannya merogoh ponselnya dan mengetikkan beberapa kata lalu mengirimnya pada Pras. Biar saja, pikirnya. Toh kalau tidak dibantu pendekatan, mereka pasti masih kaku satu sama lain.

***

            'Kata Sasti, dia cuma mau tampil cantik buat lo, Pras. Gila, lo pelet adek gue pake apaan? Jadi sering ngepink gitu muka tuh anak'

            Pras tertawa kecil membaca pesan yang dirimkan Ares padanya, bahunya sampai berguncang pelan. Wajahnya merona samar dan perlahan tapi pasti perasaan hangat merayapi hatinya.

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now