Istigfar, Pras!

44.9K 4.3K 78
                                    

Sebenernya ini satu part sama yg sebelumnya, tapi saya bagi dua, takutnya yang baca mabok hahahaha...

***

Selama makan siang, Sasti tidak fokus sama sekali. Ia kelihatan banyak melamun dan membuat pertanyaan yang diajukan padanya terpaksa diulang. Sasti menyadari tingkahnya dan berusaha untuk konsentrasi, tapi hasilnya nihil. Pikirannya terus terpecah pada setiap pertanyaan yang diutarakan batinnya dan berdebat sendiri antara harus memberitahu Pras mengenai undangan ayahnya atau tidak.

"Biar Pras aja yang antar Sasti ke rumah sakit, Pa."

Sahutan Pras dijawab anggukan mantap Haris. Lalu sebelah tangannya menepuk bahu Sasti. "Kamu balik ke rumah sakit diantar sama Pras aja ya, Sas. Maaf, Om nggak bisa antar kamu, harus balik lagi ke kantor," ucap Haris.

Sasti tersentak agak gelagapan. Dia tidak mendengar pasti apa yang barusan dikatakan Haris dan hanya mampu mengangguk patuh.

Begitu Haris meninggalkan mereka, Pras menatap Sasti dengan sebelah alis terangkat. Sejak ke luar dari ruangannya satu jam yang lalu, tatapannya tidak putus memperhatikan gerak-gerik Sasti. Gadis itu seperti orang linglung, sering melamun dan tidak fokus, jalan juga sempat tersandung. Rasanya saat datang ke kantornya tadi, Sasti masih baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang Sasti kelihatan murung dan seolah sedang memikirkan sesuatu?

Di dalam mobil, Pras masih terus memperhatikan Sasti, mengabaikan tatapan heran Pak Amrin melalui kaca depan. Yang penting baginya saat ini adalah mendapatkan jawaban atas perubahan sikap gadis di sebelahnya, yang lebih betah menatap pemandangan luar melalui kaca mobil ketimbang dirinya.

Apa sih yang dia liat?

Kepala Pras ikut menilik pemandangan di luar ketika perasaan cemburu mendatanginya. Matanya memerhatikan dengan serius dan tajam, ingin tahu apa saja yang sebenarnya diperhatikan Sasti. Apa di luar sana banyak hal penting yang lebih menarik? Atau banyak laki-laki yang jauh lebih tampan dari pada dirinya sampai-sampai Sasti sebegitu seriusnya menatap mereka dan mengabaikannya? Atau-

"Mas, ngapain?"

Pertanyaan Sasti menyentak Pras dan seketika tubuhnya berjengit mundur. Posisinya yang sedikit salah-karena hampir seperti memeluk Sasti dari belakang-membuat wajah Pras sekali lagi memerah. Dia berdeham dan memberi jarak.

"Hm-nggak ngapa-ngapain. Saya kira kamu ngeliatin apa sampe serius begitu," kilah Pras gugup.

Kenapa gue jadi gugup gini?

Sasti hanya ber-oh-panjang menyahuti dan kembali menatap ke luar, membuat Pras agak keki.

"Kamu kenapa diam?" tanya Pras menyelidik.

Sasti menoleh. "Kenapa saya harus banyak omong?" tanyanya balik. Suaranya kedengaran kesal. Pras sedikit kaget mendengar nada suara Sasti yang terkesan... ngambek.

"Kamu... marah?" Pras bertanya takut-takut.

Sasti menghela napas gerah, lalu menghadapkan tubuhnya pada Pras dengan sedikit mengentak dan menatap laki-laki itu lurus dan dalam.

"Mas kalo sudah punya perempuan yang disayang kenapa masih melamar saya? Mas niat mempermainkan saya dan perempuan itu? Jangan gitu, Mas. Saya dan perempuan itu 'kan sama-sama wanita, nggak mau dipermainkan apalagi diduakan."

Pras mengerutkan kening dengan mulut sedikit terbuka, tidak mengerti dan tidak percaya mendengar serentetan pertanyaan Sasti.

Perempuan itu? Perempuan siapa? Apa sih maksudnya?

PRAS-SASTIWhere stories live. Discover now