Kabar baik atau buruk?

57.3K 5.2K 87
                                    

            Sasti pulang tepat ketika jam di pergelangan tangannya menunjukkan waktu lima belas menit sebelum azan maghrib. Dengan cepat Sasti turun dari taksi setelah memberikan selembar uang lima puluh ribuan pada sang sopir. Kening Sasti berlipat tipis melihat Honda Freed bertengger manis di samping Mobilio putih ayahnya. Langkahnya dipercepat memasuki rumah.

            "Assalamualaikum..." sapa Sasti begitu membuka pintu. 

            Dua suara menjawab salam Sasti sekaligus. "Waalaikumsalam..."

            Sasti sudah akan bertanya tentang mobil siapa yang mendampingi mobil sang ayah tepat ketika senyum laki-laki seumuran sang ayah menyambutnya. Om Haris, teman SMA Ayah yang pernah dikenalkan padanya saat mengantar makanan ke kantornya dua minggu lalu.

            "Sore, Om Haris," sapa Sasti lagi seraya tersenyum ramah setelah mencium punggung tangan Malik dan Haris. Haris balas tersenyum. "Sore juga, Nak Sasti..."

            "Kok tumben, Sas, pulangnya sore banget. Macet ya?"

            Bunda ke luar dari dapur sambil membawa nampan berisikan dua gelas kopi yang masih mengepul dan setoples keripik pisang, lalu meletakkannya di atas meja di hadapan Malik dan Haris.

            Sasti meringis kecil setelah mencium punggung tangan Bunda. "Tadi ada pasiennya dokter Ari yang kolaps mendadak, Bun. Dokter Ari kebetulan lagi operasi, Sasti gantiin jaga sebentar deh jadinya. Maaf ya, Bun, Sasti lupa sms," sahut Sasti tercengir.

            "Iya nggak apa-apa. Yaudah, kamu cepetan mandi. Nanti bantuin Bunda siapain makanan sehabis maghrib," kata Bunda, lalu menoleh pada Haris. "Mas Haris maghrib di sini aja ya, sekalian makan malam. Jangan pulang dulu sebelum makan, nanti saya diomelin Mbakyu kalo tau suaminya pulang perutnya masih dangdutan," oceh Bunda yang langsung ditanggapi anggukan mantap Haris.

            "Siipp! Sasti mandi dulu. Nggak enak juga udah lengket. Om, Yah, Sasti tinggal dulu ya," ujar Sasti kemudian berlalu meninggalkan Malik dan Haris yang tidak berhenti tersenyum.

            Malik mengerutkan kening menatap sahabatnya yang tidak putus memperhatikan Sasti, lalu ikut tersenyum. Sebelah tangannya mencolek bahu Haris cukup keras. "Tanya-tanya aja nanti sama anaknya langsung, biar tahu harus gimana selanjutnya," kata Malik. Haris mengangguk menanggapi, lalu keduanya beranjak begitu mendengar azan maghrib.

***

            Suara sendok dan garpu yang berbenturan mengiringi makan malam yang sesekali dihiasi derai tawa. Malik dan Haris tampak heboh dengan candaan mereka masing-masing. Sesekali membahas masa-masa SMA mereka dulu yang tergolong murid bandel dan suka bolos.

            "Oh, jadi dulu Ayah dan Om Haris sering masuk BP?" celetuk Sasti yang sesekali ikut tertawa mendengar candaan dua laki-laki paruh baya di depannya. Sementara Bunda hanya menanggapi seadanya.

            "Ya begitulah, Sas, namanya juga anak laki-laki. Kalo nggak bandel bukan lelaki namanya," bela Haris mengenang masa muda.

PRAS-SASTIHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin