Sedetik Lebih Lama

34.7K 3.1K 54
                                    

Sesuai janji saya... nggak lama kan update part selanjutnya? Hehehe

Oh, iya! Gimana sama cover PRAS-SASTI yang baru? Itu buatan @crowdstroia loh hehehe sebenernya udah lama dibuatinnya, emang dasarnya saya pelupa *sorakin* jadi baru ubah sekarang hehehe makasih bangettt buat covernya, Stroiaaaa!! *hug* buat kalian yang pengen juga buatin *uhuk / ujungnya nggak enak* bolehlah... saya nggak bakal nolak kok hahaha

Well, berhubung beberapa part kemarin banyak yang baper, yang nangis, kesel, gregetan, pengen nyambit Pras, pengen meluk Sasti dan pengen unyeng-unyeng saya (hahaha), jadi part ini buat istirahat sebentar *plakk* dalam perjalanan juga butuh berhenti dan ngumpulin tenaga, kan? Mari tarik napas sebentar sebelum perang lagi *eh hahahaha

HAPPY READING, GUYSS...!! ^^

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

'Alhamdulillah... Sas baik-baik aja, Mas. Masih bisa jadi istri Mas sampai sehari lebih lama dari selamanya (peluk erat)'

Entah sudah kali ke berapa Pras membaca ulang balasan pesan dari Sasti yang diterimanya siang tadi, tapi senyum kecil di kedua sudut bibirnya masih tak habis terbentuk. Hatinya menghangat dan kelegaan menyergap. Meski tak habis benar, tapi Pras merasa jauh lebih baik. Kecemasan yang menggulungnya tak lagi sepekat sebelumnya.

Kedatangan Pras siang tadi ke rumah sakit malah membawanya pada menunggu yang terasa mengganggu. Jam makan siang sudah sangat lewat saat ia sampai dan yang bisa dilakukannya kemudian adalah bertanya. Saat itu, Sasti sedang membantu operasi Dokter Ari yang sayangnya memakan waktu lebih dari tiga jam.

Merasa menunggu tetap tak bisa mengurangi kacau suasana hati, Pras memutuskan kembali ke kantor dan menyelesaikan sedikit pekerjaan. Tetapi sayangnya, bukan tambah benar, pekerjaannya malah semakin amburadul. Tak ada yang benar-benar bisa ia kerjakan. Sasti seolah membawa separuh konsenterasinya dan hanya mengembalikannya sedikit saat membalas pesannya. Sasti memang benar-benar bisa membuat Pras hampir gila. Apa susahnya sih menghubunginya barang sebentar? Menunggu dengan perasaan kacau juga sama tidak bagusnya.

Pras mendesah panjang. Jam pulang kantornya sudah berakhir dari dua jam yang lalu dan selama itu juga Pras memutuskan kembali dan menunggu Sasti di rumah sakit. Pras mendudukkan dirinya di salah satu bangku tunggu di sepanjang selasar rumah sakit. Kakinya diluruskan. Jasnya sudah lepas, dasinya terpasang kendur dan dua kancing teratas kemejanya sengaja dibuka. Bagian tangannya dilingkis sampai siku. Pras kelihatan sangat lelah dan lebih lelah karena sampai sepetang ini, dia belum juga melihat Sasti.

Ini kali pertama istrinya berada di rumah sakit sampai nyaris jam delapan malam. Biasanya sebelum maghrib, gadis itu sudah di rumah, sudah rapi dan cantik, siap menemaninya memeriksa tumpukan map sisa pekerjaan di kantor yang belum selesai atau sekadar membuatkan kopi yang harumnya meruap sampai ruang tamu. Dan setelah itu, mereka membicarakan apa saja sampai kantuk menjemput.

Baru membayangkannya saja, Pras sudah dilanda rindu untuk ke sekian kali. Kedua sudut bibirnya membentuk senyum-senyum tidak jelas. Rasa rindunya jadi semakin tak berkesudahan. Jatuh hati ternyata bisa juga semengerikan ini.

Gema antukan sepatu membuyarkan senyum Pras seketika. Tatapannya beralih ke samping dan menemukan senyum simpul dari sosok yang seharian ini nyaris membuatnya hilang kewarasan. Sasti berdiri tak jauh darinya dengan wajah lelah. Jas dokternya tersampir di tangan, wajahnya pucat dan kuyu, kelihatan sekali berapa banyak tenaga yang dihabiskan gadis itu untuk melewati hari ini.

PRAS-SASTIOnde histórias criam vida. Descubra agora