Penghujung Cintaku

42.5K 3.2K 42
                                    

            Sebelah alis Ares terangkat tinggi menatap Valindra yang masih saja sesegukan memeluk Sasti, padahal antrian tamu yang menunggu giliran untuk bisa bersalaman dengan pengantin mulai mengular.

"Makasih ya, Mba... makasih banyak. Valin nggak tau lagi harus ngomong apa sama Mba... Valin terlalu bahagia karena akhirnya Mba sama Kak Pras nikah juga...."

Sasti tersenyum kecil dari balik bahu Valindra dan mengusap-usap punggungnya lembut. "Jangan terima kasih gitu, Wa... Mba juga bahagia akhirnya bisa nikah sama kakak kamu. Udah, jangan nangis... kasian tuh make up kamu luntur, nanti nggak bisa tebar pesona loh..."

Valindra praktis tertawa dalam isakan, kemudian melepas pelukannya dan menatap Sasti hangat. "Nanti kalo Kak Pras bikin Mba Fara nangis, bilang ya sama Valin, biar Valin yang maju," kata Valindra sengau. Sasti mengangguk mantap. "Pasti, Wa," sahutnya.

"Dan Kak Pras," Valindra menatap Pras tajam, "awas aja kalo sampe bikin kakak ipar Valin nangis, siap-siap terima serangan dari Valin. Jangan lupa kalo adiknya kakak ini pemegang sabuk hitam," sungut Valindra memperingati.

Ancaman Valindra membuat Pras meringis kecil, tapi kemudian mengangguk tegas dan tersenyum hangat. Kedua tangannya terentang lebar begitu Valindra menderap padanya dan memeluknya erat. "Makasih banyak ya, Lin... kakak janji jagain kakak ipar kamu baik-baik," ucap Pras mantap, balas memeluk Valindra.

"Harus! Kalo kakak mangkir, si Tiger bakal Valin loakin," ancam Valindra lagi dengan sengit. Pras mendengus tawa dalam pelukan, mengingat Tiger, lamborgini merah yang dihadiahkan Eyang Salim padanya tiga tahun lalu. Mobil yang baru dikendarainya satu kali tapi selanjutnya hanya dijadikan pajangan di garasi begitu tahu harganya selangit.

"Iya, kamu bisa pegang kata-kata kakak," pungkas Pras pendek dan mengacak rambut Valindra sayang. Valindra tersenyum senang dan mengangguk, kemudian menggeser diri menuruni pelaminan.

Kini giliran Ares yang berdiri di depan Pras dan Sasti, menatap keduanya hangat. "Mas belum kasih doa buat kalian," katanya, lalu mengangkat kedua tangan. "Baarokallohu laka wa baaroka 'alaik. Wa jama'a bainakumaa fii khoirin. Mudah-mudahan Allah memberkahi kalian dalam segala hal baik dan mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan, aamiin...."

Ares tersenyum hangat selepas memberikan doa khusus untuk pasangan pengantin dan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Tatapannya berhenti pada Sasti yang sudah tergugu. Bahu adiknya bergetar dan matanya berair. Dengan cepat Ares menarik Sasti dalam rengkuhannya, memeluknya erat.

"Jadi istri yang baik, Dek... hormatin dan turutin Pras. Dia imam kamu sekarang."

Sasti hanya bisa mengangguk-angguk kaku tanpa suara dalam dekapan Ares. Tangisnya sudah pecah dan sesegukan. Kedua tangannya melewati punggung Ares dan balas memeluk kakaknya tak kalah erat. Isakannya makin keras. Pras yang melihatnya hanya bisa tersenyum mafhum, paham betul apa yang dirasakan Sasti, begitu juga dengan Ares, meski Ares menutupinya dengan pintar.

Beberapa menit berlalu dan Ares masih membiarkan Sasti menangis dalam pelukannya dan membasahi kemejanya. Dalam hati, Ares juga merasakan hal yang sama, bahagia dan sedih sekaligus. Tapi karena dia laki-laki, jadi tidak mungkin ikut menangis tersedu.

Sasti melepaskan pelukannya begitu tangisnya mereda dan bahunya tidak lagi bergetar. Mata berairnya menatap Ares sendu. "Makasih banyak, Mas Ares... maafin Sas ya kalo selama ini selalu nyusahin Mas...."

Ares mengangguk dan sekali lagi memeluk Sasti, kemudian mencium kening adiknya penuh sayang. Kedua tangannya dengan lembut mengusap air mata Sasti. "Untung make up kamu water proof ya, Dek, coba kalo nggak, muka kamu udah kayak ondel-ondel sekarang."

PRAS-SASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang